Motor Listrik Perlu Pendekatan Komprehensif
A
A
A
JAKARTA - Kehadiran motor listrik di Indonesia jauh lebih rumit ketimbang hadirnya mobil listrik di Indonesia. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan pendekatan yang komprehensif agar keinginan memproduksi motor listrik di Indonesia dapat terwujud.
Hal tersebut diungkapkan Marketing Director PT Astra Honda Motor (AHM) Thomas Wijaya saat menerima kunjungan redaksi KORAN SINDO di kantor pusat PT AHM di kawasan Sunter, Jakarta Utara, kemarin.
Thomas mengatakan, AHM sangat mendukung keinginan pemerintah dalam elektrifikasi automotif Indonesia dan menekan tingginya konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Pihaknya bahkan telah mulai meneliti kemungkinan penggunaan motor listrik di Indonesia tahun lalu.
“Kami telah bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI) tahun lalu dengan mengadakan program Uji Coba Perilaku Berkendara Sepeda Motor Listrik. Hasilnya telah diberikan kepada pemerintah,” ungkapnya.
Dalam kerja sama tersebut, AHM menyediakan dua unit sepeda motor listrik Honda EV Neo generasi ketiga kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan UI. Uji coba tersebut dilakukan karena penggunaan motor listrik di masyarakat akan jauh berbeda dengan penggunaan mobil listrik. Thomas menjelaskan saat ini penggunaan kendaraan listrik akan ditentukan oleh perilaku masyarakat itu sendiri.
“Dari penggunaannya, mobil listrik tidak akan jauh berbeda dengan mobil konvensional. Ini berbeda dengan utilisasi motor listrik dengan motor biasa,” sambungnya.
Dia mencontohkan jarak tempuh motor konvensional per harinya bisa mencapai 50 kilometer hingga 60 kilometer. Tentunya jarak tersebut harus juga bisa dipenuhi oleh motor listrik jika memang akan masuk pasar Indonesia.
Belum lagi masalah perbedaan bentuk motor listrik yang nantinya jauh berbeda dengan motor biasa. Misalnya masalah knalpot yang tidak akan ditemukan di motor listrik. Ketiadaan suara yang dihasilkan oleh motor listrik, juga akan membuat masyarakat Indonesia kebingungan. “Jika motor listrik ini tidak akan sama dengan motor yang ada, tentu masyarakat akan bertanya-tanya,” jelasnya.
Selain itu, infrastruktur pendukung dan regulasi juga harus disiapkan oleh pemerintah karena sangat menentukan keberlangsungan motor listrik. Dia mencontohkan China yang memberikan banyak regulasi dan infrastruktur yang sangat baik sehingga populasi motor listrik di negara tersebut berkembang pesat.
Baterai juga bisa jadi masalah yang sangat pelik. Dia berharap nantinya baterai yang digunakan motor listrik dan mobil listrik harus aman, apalagi saat ini banyak peristiwa terjadi di Singapura, misalnya dimana baterai motor listrik dan mobil listrik meledak saat melakukan pengisian ulang. “Baterai harus aman karena kilowatt yang dimiliki baterai tersebut sangat tinggi,” ujarnya.
Penanganan limbah baterai juga perlu penanganan khusus. Diharapkan, pemerintah memikirkan betul penanganan limbah baterai karena hingga kini di Indonesia belum ada pengelolaan limbah baterai motor listrik dan mobil listrik. “Jangan seperti di China yang membiarkan begitu saja limbah baterai tersebut,” jelasnya.
AHM, lanjut Thomas, yakin pemerintah Indonesia akan mampu mengatasi hambatan tersebut. Inilah mengapa mereka sudah mempersiapkan beberapa produk motor yang sesuai dengan keinginan pemerintah itu. Pada Tokyo Motor Show 2017, Honda meluncurkan Honda PCX EV dan Honda PCX Hybrid. Thomas mengatakan motor tersebut direncanakan akan hadir bagi masyarakat Indonesia akhir tahun ini.
Namun, sebelum benar-benar mewujudkan elektrifikasi automotif tersebut, pemerintah juga harus menghitung dampak elektrifikasi tersebut pada industri automotif. Dia memprediksi industri automotif akan kehilangan industri pendukung karena motor listrik dan mobil listrik tidak memerlukan komponen sebanyak motor dan mobil biasa.
“Kurang dari 50% komponen pendukung akan hilang. Mesin akan hilang, power drive dan part engineer juga akan hilang. Jadi perlu dihitung dan diukur kembali, kalau terjadi mitigasinya seperti apa. Karyawan yang hampir 300.000 orang ini mau kemana jalan keluarnya. Kita berharap teman-teman di pemerintahan juga berhati-hati soal ini,” tegasnya.
Di tempat yang berbeda, Suzuki juga menggarisbawahi beberapa masalah akan kehadiran motor listrik. Yohan Yahya, sales & marketing 2W Department Head Suzuki Indomobil Sales (SIS), mengatakan suku cadang menjadi persoalan bagi motor listrik untuk dilepas ke pasar. Menurutnya, perbedaan harga komponen dengan motor konvensional menjadi masalah bagi produsen untuk menentukan harga jual ke konsumen. “Bukan membuat produk yang susah, tapi suku cadang masih mahal,” katanya.
Selain itu, Yohan juga menggarisbawahi persoalan infrastruktur pengisian ulang yang belum tampak titik temunya. Menurutnya, guna menyukseskan percepatan penurunan emisi gas buang, kenyamanan pengisian ulang adalah kunci. Namun, Yohan memastikan Suzuki siap mengikuti aturan pemerintah soal kendaraan listrik.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah bertujuan menurunkan emisi gas buang sebanyak 29% pada 2030. Berdasarkan peta jalan Kementerian Perindustrian, motor listrik diharapkan menyumbang 10% dari angka produksi roda dua pada 2020. Lima tahun setelahnya, motor listrik ditargetkan berkontribusi sebanyak 20% atau 200.000 unit.
Sementara, pemerintah mengatakan bahwa elektrifikasi automotif dilakukan bertahap. Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto saat ditemui pada seminar Nissan Futures di Singapura mengatakan bahwa pemerintah masih melindungi industri automotif yang ada saat ini. “Kami mencoba melindungi investasi yang sudah dilakukan di Indonesia saat ini,” ucapnya. (Wahyu Sibarani)
Hal tersebut diungkapkan Marketing Director PT Astra Honda Motor (AHM) Thomas Wijaya saat menerima kunjungan redaksi KORAN SINDO di kantor pusat PT AHM di kawasan Sunter, Jakarta Utara, kemarin.
Thomas mengatakan, AHM sangat mendukung keinginan pemerintah dalam elektrifikasi automotif Indonesia dan menekan tingginya konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Pihaknya bahkan telah mulai meneliti kemungkinan penggunaan motor listrik di Indonesia tahun lalu.
“Kami telah bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI) tahun lalu dengan mengadakan program Uji Coba Perilaku Berkendara Sepeda Motor Listrik. Hasilnya telah diberikan kepada pemerintah,” ungkapnya.
Dalam kerja sama tersebut, AHM menyediakan dua unit sepeda motor listrik Honda EV Neo generasi ketiga kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan UI. Uji coba tersebut dilakukan karena penggunaan motor listrik di masyarakat akan jauh berbeda dengan penggunaan mobil listrik. Thomas menjelaskan saat ini penggunaan kendaraan listrik akan ditentukan oleh perilaku masyarakat itu sendiri.
“Dari penggunaannya, mobil listrik tidak akan jauh berbeda dengan mobil konvensional. Ini berbeda dengan utilisasi motor listrik dengan motor biasa,” sambungnya.
Dia mencontohkan jarak tempuh motor konvensional per harinya bisa mencapai 50 kilometer hingga 60 kilometer. Tentunya jarak tersebut harus juga bisa dipenuhi oleh motor listrik jika memang akan masuk pasar Indonesia.
Belum lagi masalah perbedaan bentuk motor listrik yang nantinya jauh berbeda dengan motor biasa. Misalnya masalah knalpot yang tidak akan ditemukan di motor listrik. Ketiadaan suara yang dihasilkan oleh motor listrik, juga akan membuat masyarakat Indonesia kebingungan. “Jika motor listrik ini tidak akan sama dengan motor yang ada, tentu masyarakat akan bertanya-tanya,” jelasnya.
Selain itu, infrastruktur pendukung dan regulasi juga harus disiapkan oleh pemerintah karena sangat menentukan keberlangsungan motor listrik. Dia mencontohkan China yang memberikan banyak regulasi dan infrastruktur yang sangat baik sehingga populasi motor listrik di negara tersebut berkembang pesat.
Baterai juga bisa jadi masalah yang sangat pelik. Dia berharap nantinya baterai yang digunakan motor listrik dan mobil listrik harus aman, apalagi saat ini banyak peristiwa terjadi di Singapura, misalnya dimana baterai motor listrik dan mobil listrik meledak saat melakukan pengisian ulang. “Baterai harus aman karena kilowatt yang dimiliki baterai tersebut sangat tinggi,” ujarnya.
Penanganan limbah baterai juga perlu penanganan khusus. Diharapkan, pemerintah memikirkan betul penanganan limbah baterai karena hingga kini di Indonesia belum ada pengelolaan limbah baterai motor listrik dan mobil listrik. “Jangan seperti di China yang membiarkan begitu saja limbah baterai tersebut,” jelasnya.
AHM, lanjut Thomas, yakin pemerintah Indonesia akan mampu mengatasi hambatan tersebut. Inilah mengapa mereka sudah mempersiapkan beberapa produk motor yang sesuai dengan keinginan pemerintah itu. Pada Tokyo Motor Show 2017, Honda meluncurkan Honda PCX EV dan Honda PCX Hybrid. Thomas mengatakan motor tersebut direncanakan akan hadir bagi masyarakat Indonesia akhir tahun ini.
Namun, sebelum benar-benar mewujudkan elektrifikasi automotif tersebut, pemerintah juga harus menghitung dampak elektrifikasi tersebut pada industri automotif. Dia memprediksi industri automotif akan kehilangan industri pendukung karena motor listrik dan mobil listrik tidak memerlukan komponen sebanyak motor dan mobil biasa.
“Kurang dari 50% komponen pendukung akan hilang. Mesin akan hilang, power drive dan part engineer juga akan hilang. Jadi perlu dihitung dan diukur kembali, kalau terjadi mitigasinya seperti apa. Karyawan yang hampir 300.000 orang ini mau kemana jalan keluarnya. Kita berharap teman-teman di pemerintahan juga berhati-hati soal ini,” tegasnya.
Di tempat yang berbeda, Suzuki juga menggarisbawahi beberapa masalah akan kehadiran motor listrik. Yohan Yahya, sales & marketing 2W Department Head Suzuki Indomobil Sales (SIS), mengatakan suku cadang menjadi persoalan bagi motor listrik untuk dilepas ke pasar. Menurutnya, perbedaan harga komponen dengan motor konvensional menjadi masalah bagi produsen untuk menentukan harga jual ke konsumen. “Bukan membuat produk yang susah, tapi suku cadang masih mahal,” katanya.
Selain itu, Yohan juga menggarisbawahi persoalan infrastruktur pengisian ulang yang belum tampak titik temunya. Menurutnya, guna menyukseskan percepatan penurunan emisi gas buang, kenyamanan pengisian ulang adalah kunci. Namun, Yohan memastikan Suzuki siap mengikuti aturan pemerintah soal kendaraan listrik.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah bertujuan menurunkan emisi gas buang sebanyak 29% pada 2030. Berdasarkan peta jalan Kementerian Perindustrian, motor listrik diharapkan menyumbang 10% dari angka produksi roda dua pada 2020. Lima tahun setelahnya, motor listrik ditargetkan berkontribusi sebanyak 20% atau 200.000 unit.
Sementara, pemerintah mengatakan bahwa elektrifikasi automotif dilakukan bertahap. Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto saat ditemui pada seminar Nissan Futures di Singapura mengatakan bahwa pemerintah masih melindungi industri automotif yang ada saat ini. “Kami mencoba melindungi investasi yang sudah dilakukan di Indonesia saat ini,” ucapnya. (Wahyu Sibarani)
(nfl)