Ekspor Mobil Bukti Indonesia Berdaya Saing
A
A
A
JAKARTA - Ekspor mobil yang dilakukan sejumlah produsen menjadi bukti industri automotif di dalam negeri berdaya saing. Salah satu kunci utama yang menopangnya adalah kemampuan mengoptimalkan konten lokal pada setiap produk.
Pemanfaatan konten lokal ini menjadi harapan baru seiring terbentuknya pendalaman industri automotif yang melibatkan para pemasok komponen. Kondisi ini akan sangat positif karena memberikan dampak turunan yang luas.
Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan, sektor alat angkutan memberikan kontribusi 1,86% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada 2018. Sebagai gambaran, tahun lalu produksi kendaraan roda empat atau lebih mencapai 1,34 juta unit di mana total penjualan di dalam negeri sebesar 1,15 juta unit.
Tahun lalu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, volume ekspor mobil Indonesia mencapai 264.553 unit, naik 14,4% dibanding 2017 yang hanya 231.169 unit. Kenaikan juga dialami ekspor komponen yang pada tahun lalu tercatat sebanyak 86,6 juta pcs, tumbuh 6,6% dibanding 2018 sebanyak 81,2 juta pcs.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan, Pemerintah semakin gencar menggenjot industri manufaktur agar aktif meningkatkan ekspor guna menguatkan struktur perekonomian nasional. Dia mengakui, automotif merupakan salah satu sektor yang berperan besar memberikan devisa negara dari kegiatan ekspornya.
“Kami juga terus mendorong industri substitusi impor dan orientasi ekspor. Untuk itu, perlu terus melakukan peningkatan investasi agar produksi mampu bersaing," kata Airlangga di Karawang, Jawa Barat, kemarin.
Dalam beberapa tahun terakhir, para produsen automotif terus meningkatkan ekspor mobilnya. Yang terbaru, komitmen ekspor kendaraan roda empat ditunjukkan oleh PT Honda Prospect Motor (HPM) selaku agen pemegang merek (APM) mobil Honda di Indonesia. Jika tidak ada aral melintang, tahun ini HPM akan memulai ekspor All New Honda Brio secara utuh ke Filipina dan Vietnam.
Langkah ini ditandai dengan pelepasan produksi pertama Honda Brio untuk ekspor yang dilakukan bersamaan dengan seremoni perayaan ulang tahun HPM ke-20 di Pabrik Honda di Karawang, Jawa Barat, kemarin. Untuk sementara, Honda akan fokus pada kedua negara itu dengan nilai ekspor sekitar Rp1 triliun serta Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) mencapai 89%.
Untuk meningkatkan ekspor automotif nasional, Gaikindo pun terus melobi pihak prinsipal agar menambah investasi dan produksi mobil di Indonesia. Hal ini, selain dimaksudkan untuk memenuhi pasar domestik juga mendorong pertumbuhan ekspor.
"Saya sudah ngomong ke prinsipal Jepang, Korea Selatan, Eropa agar serius di Indonesia. Karena potensinya sangat besar," ujar Sekjen Gaikindo Kukuh Kumara kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.
Dia mengungkapkan, Indonesia menyumbangkan sepertiga dari kawasan ASEAN dalam hal penjualan mobil di seluruh dunia. Sementara pasar potensial yang berdekatan dengan Indonesia adalah Australia. Di Negara Kanguru itu, kebutuhan mobil mencapai 1,4 juta unit per tahun yang keseluruhannya di impor karena Australia tak lagi memiliki industri manufaktur.
"Ini sangat potensial, Bisa memasok 10% saja itu bagus," paparnya.
Apalagi, Indonesia memiliki kelebihan jarak yang dekat dengan Australia, sehingga proses pengapalan hanya dibutuhkan waktu sepekan. Namun, yang patut diwaspadai adalah persaingan dengan Thailand dan negara-negara "Mekong" seperti Kamboja, Myanmar dan Vietnam.
Menurutnya, Thailand saat ini dihadapkan pada pasar yang jenuh. Rasio kepemilikan mobil di negara itu sekitar 245 unit per 1.000 penduduk. Sementara Indonesia hanya 87 unit per 1.000 penduduk. Sehingga, Thailand memiliki kapasitas yang lebih untuk pengembangan ekspor.
Potensi Besar
Presiden Direktur PT HPM Takehiro Watanabe mengatakan, Indonesia memiliki potensi dan ekspektasi besar bagi pasar global. Karena itu, lahirlah mobil-mobil Honda yang sangat lokal seperti Brio, Mobilio, dan BR-V. Dan ternyata, kata dia, Brio diminati oleh pasar internasional. ”Permintaan datang dari konsumen di Vietnam dan Filipina,” ujar Watanabe.
Menurut Watanabe, generasi pertama Honda Brio dirancang sesuai dengan kebutuhan konsumen di Indonesia dan Asia pada 2012. Setelah itu, generasi kedua Honda Brio menyusul pada 2018 lalu, dengan menekankan desain yang dinamis dan sporty, berdimensi lebih besar, serta kabin dan bagasi yang lebih lapang.
"Honda Brio telah diterima dengan sangat baik oleh konsumen di Indonesia dengan penjualan lebih dari 280.000 unit," ujarnya.
Produsen dalam negeri lain yang gencar melakukan ekspor mobil adalah Toyota, Suzuki dan Mitsubishi. Berdasarkan laporan Gaikindo, pada periode Januari-Februari 2019, tercatat Toyota paling banyak melakukan ekspor yakni 28.380 unit. Besarnya ekspor Toyota karena banyaknya varian merek dan tipe kendaraan yang diproduksi.
Masih di perioda Januari-Februari 2019, ekspor mobil kedua terbanyak diduduki oleh Mitsubishi melalui Xpander-nya yakni 10.134 unit. Jumlah ekspor tersebut terbilang istimewa mengingat kendaraan pesaing Avanza-Xenia itu baru menjalani debut globalnya di Indonesia pada Agustus 2017. Xpander diekspor ke ke delapan negara yaitu Vietnam, Thailand, Filipina, Bolivia, Bangladesh, Srilanka, Kamboja, Peru.
Produsen lain, Suzuki, pada periode yang sama membukukan ekspor 5.559 unit dengan produk andalan APV dan All-New Ertiga. Adapun sepanjang 2018, Suzuki tercatat melakukan ekspor sebanyak 24.924 unit kendaraan dalam bentuk utuh.
Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menilai, banyak peluang yang dimiliki oleh Indonesia untuk menjadi negara eksportir kendaraan bermotor khususnya mobil.
"Namun yang perlu diperbaiki adalah masalah logistik, efisiensi dan dukungan kepada supply chain. Termasuk industri tier kedua dan ketiga," ujarnya.
Industri tier kedua dan ketiga tersebut, kata Bob, perlu diberikan dukungan terkait dengan research and development (R&D). Dia memberikan contoh, agar Industri Kecil Menengah (IKM) bisa masuk ke dalam rantai pasok maka perlu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh manufaktur.
"Nah proses trial and error agar memenuhi standar ini kan butuh biaya. Siapa yang menanggung? itu juga harus dipikirkan," katanya.
Soal komitmen investasi oleh pihak prinsipal, kata Bob, tidak perlu diragukan mengingat selain untuk memenuhi pasar nasional, produksi mobil juga sudah di desain untuk pasar global.
Marketing Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) Donny Saputra mengungkapkan, iklim bisnis di Tanah Air semakin membaik. Pemerintah, kata dia, sudah banyak memberikan kemudahan dan insentif kepada industri automotif nasional.
"Kami menilai iklim bisnis sudah sangat bagus,” katanya.
Suzuki, kata dia, melakukan perluasan pasar ke Amerika Latin untuk mengekspor produk andalannya yakni Suzuki Ertiga. Sementara Suzuki APV sudah di ekspor sekitar 68 negara di seluruh dunia.
Donny optimistis Indonesia akan menjadi salah satu tulang punggung prinsipal mobil dunia dalam memproduksi mobil di pasar global. "Produk kami tidak hanya di desain untuk pasar domestik saja, tapi sudah global,"tegasnya. (Danang Arradian/Anton C/Oktiani Endarwati)
Pemanfaatan konten lokal ini menjadi harapan baru seiring terbentuknya pendalaman industri automotif yang melibatkan para pemasok komponen. Kondisi ini akan sangat positif karena memberikan dampak turunan yang luas.
Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan, sektor alat angkutan memberikan kontribusi 1,86% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada 2018. Sebagai gambaran, tahun lalu produksi kendaraan roda empat atau lebih mencapai 1,34 juta unit di mana total penjualan di dalam negeri sebesar 1,15 juta unit.
Tahun lalu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, volume ekspor mobil Indonesia mencapai 264.553 unit, naik 14,4% dibanding 2017 yang hanya 231.169 unit. Kenaikan juga dialami ekspor komponen yang pada tahun lalu tercatat sebanyak 86,6 juta pcs, tumbuh 6,6% dibanding 2018 sebanyak 81,2 juta pcs.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan, Pemerintah semakin gencar menggenjot industri manufaktur agar aktif meningkatkan ekspor guna menguatkan struktur perekonomian nasional. Dia mengakui, automotif merupakan salah satu sektor yang berperan besar memberikan devisa negara dari kegiatan ekspornya.
“Kami juga terus mendorong industri substitusi impor dan orientasi ekspor. Untuk itu, perlu terus melakukan peningkatan investasi agar produksi mampu bersaing," kata Airlangga di Karawang, Jawa Barat, kemarin.
Dalam beberapa tahun terakhir, para produsen automotif terus meningkatkan ekspor mobilnya. Yang terbaru, komitmen ekspor kendaraan roda empat ditunjukkan oleh PT Honda Prospect Motor (HPM) selaku agen pemegang merek (APM) mobil Honda di Indonesia. Jika tidak ada aral melintang, tahun ini HPM akan memulai ekspor All New Honda Brio secara utuh ke Filipina dan Vietnam.
Langkah ini ditandai dengan pelepasan produksi pertama Honda Brio untuk ekspor yang dilakukan bersamaan dengan seremoni perayaan ulang tahun HPM ke-20 di Pabrik Honda di Karawang, Jawa Barat, kemarin. Untuk sementara, Honda akan fokus pada kedua negara itu dengan nilai ekspor sekitar Rp1 triliun serta Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) mencapai 89%.
Untuk meningkatkan ekspor automotif nasional, Gaikindo pun terus melobi pihak prinsipal agar menambah investasi dan produksi mobil di Indonesia. Hal ini, selain dimaksudkan untuk memenuhi pasar domestik juga mendorong pertumbuhan ekspor.
"Saya sudah ngomong ke prinsipal Jepang, Korea Selatan, Eropa agar serius di Indonesia. Karena potensinya sangat besar," ujar Sekjen Gaikindo Kukuh Kumara kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.
Dia mengungkapkan, Indonesia menyumbangkan sepertiga dari kawasan ASEAN dalam hal penjualan mobil di seluruh dunia. Sementara pasar potensial yang berdekatan dengan Indonesia adalah Australia. Di Negara Kanguru itu, kebutuhan mobil mencapai 1,4 juta unit per tahun yang keseluruhannya di impor karena Australia tak lagi memiliki industri manufaktur.
"Ini sangat potensial, Bisa memasok 10% saja itu bagus," paparnya.
Apalagi, Indonesia memiliki kelebihan jarak yang dekat dengan Australia, sehingga proses pengapalan hanya dibutuhkan waktu sepekan. Namun, yang patut diwaspadai adalah persaingan dengan Thailand dan negara-negara "Mekong" seperti Kamboja, Myanmar dan Vietnam.
Menurutnya, Thailand saat ini dihadapkan pada pasar yang jenuh. Rasio kepemilikan mobil di negara itu sekitar 245 unit per 1.000 penduduk. Sementara Indonesia hanya 87 unit per 1.000 penduduk. Sehingga, Thailand memiliki kapasitas yang lebih untuk pengembangan ekspor.
Potensi Besar
Presiden Direktur PT HPM Takehiro Watanabe mengatakan, Indonesia memiliki potensi dan ekspektasi besar bagi pasar global. Karena itu, lahirlah mobil-mobil Honda yang sangat lokal seperti Brio, Mobilio, dan BR-V. Dan ternyata, kata dia, Brio diminati oleh pasar internasional. ”Permintaan datang dari konsumen di Vietnam dan Filipina,” ujar Watanabe.
Menurut Watanabe, generasi pertama Honda Brio dirancang sesuai dengan kebutuhan konsumen di Indonesia dan Asia pada 2012. Setelah itu, generasi kedua Honda Brio menyusul pada 2018 lalu, dengan menekankan desain yang dinamis dan sporty, berdimensi lebih besar, serta kabin dan bagasi yang lebih lapang.
"Honda Brio telah diterima dengan sangat baik oleh konsumen di Indonesia dengan penjualan lebih dari 280.000 unit," ujarnya.
Produsen dalam negeri lain yang gencar melakukan ekspor mobil adalah Toyota, Suzuki dan Mitsubishi. Berdasarkan laporan Gaikindo, pada periode Januari-Februari 2019, tercatat Toyota paling banyak melakukan ekspor yakni 28.380 unit. Besarnya ekspor Toyota karena banyaknya varian merek dan tipe kendaraan yang diproduksi.
Masih di perioda Januari-Februari 2019, ekspor mobil kedua terbanyak diduduki oleh Mitsubishi melalui Xpander-nya yakni 10.134 unit. Jumlah ekspor tersebut terbilang istimewa mengingat kendaraan pesaing Avanza-Xenia itu baru menjalani debut globalnya di Indonesia pada Agustus 2017. Xpander diekspor ke ke delapan negara yaitu Vietnam, Thailand, Filipina, Bolivia, Bangladesh, Srilanka, Kamboja, Peru.
Produsen lain, Suzuki, pada periode yang sama membukukan ekspor 5.559 unit dengan produk andalan APV dan All-New Ertiga. Adapun sepanjang 2018, Suzuki tercatat melakukan ekspor sebanyak 24.924 unit kendaraan dalam bentuk utuh.
Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menilai, banyak peluang yang dimiliki oleh Indonesia untuk menjadi negara eksportir kendaraan bermotor khususnya mobil.
"Namun yang perlu diperbaiki adalah masalah logistik, efisiensi dan dukungan kepada supply chain. Termasuk industri tier kedua dan ketiga," ujarnya.
Industri tier kedua dan ketiga tersebut, kata Bob, perlu diberikan dukungan terkait dengan research and development (R&D). Dia memberikan contoh, agar Industri Kecil Menengah (IKM) bisa masuk ke dalam rantai pasok maka perlu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh manufaktur.
"Nah proses trial and error agar memenuhi standar ini kan butuh biaya. Siapa yang menanggung? itu juga harus dipikirkan," katanya.
Soal komitmen investasi oleh pihak prinsipal, kata Bob, tidak perlu diragukan mengingat selain untuk memenuhi pasar nasional, produksi mobil juga sudah di desain untuk pasar global.
Marketing Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) Donny Saputra mengungkapkan, iklim bisnis di Tanah Air semakin membaik. Pemerintah, kata dia, sudah banyak memberikan kemudahan dan insentif kepada industri automotif nasional.
"Kami menilai iklim bisnis sudah sangat bagus,” katanya.
Suzuki, kata dia, melakukan perluasan pasar ke Amerika Latin untuk mengekspor produk andalannya yakni Suzuki Ertiga. Sementara Suzuki APV sudah di ekspor sekitar 68 negara di seluruh dunia.
Donny optimistis Indonesia akan menjadi salah satu tulang punggung prinsipal mobil dunia dalam memproduksi mobil di pasar global. "Produk kami tidak hanya di desain untuk pasar domestik saja, tapi sudah global,"tegasnya. (Danang Arradian/Anton C/Oktiani Endarwati)
(nfl)