Pemerintah Diminta Segera Rampungkan Peraturan Turunan Kendaraan Berbasis Baterai
A
A
A
JAKARTA - Penerapan Perpres No. 55 tahun 2019 berpotensi meningkatkan industri manufaktur kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle – BEV) di Indonesia. Namun untuk mempercepat pelaksanaan aturan ini, pemerintah harus segera merampungkan sejumlah kebijakan turunan.
Perpres No.55 tahun 2019 diumumkan presiden Joko Widodo pada 5 Agustus 2019 lalu ditengah ramainya pemberitaan buruknya kualitas udara Jakarta. Peraturan ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi energi, ketahanan energi, dan konservasi energi sektor transportasi, dan terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih dan ramah lingkungan, serta komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca.
Praktisi hukum energi baru terbarukan firma hukum Dentons HPRP Hendra Ong berpendapat, bahwa untuk mencapai hal itu, banyak peraturan turunan yang harus segera dirampungkan pemerintah untuk mendukung percepatan program BEV dan mendorong penguasaan teknologi industri dan rancang bangun kendaraan serta menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor kendaraan bermotor untuk transportasi jalan.
“Para pembuat BEV atau komponen BEV diwajibkan untuk mendirikan perusahaan di Indonesia, lalu membangun pusat produksi dan manufaktur BEV dan kompenen BEV di tanah air,” jelas Hendra.
“Sebagai pemanis, pemerintah akan menawarkan berbagai paket insentif fiskal maupun non-fiskal. Insentif fiskal seperti peringanan bea masuk untuk kompononen impor, dan pembiayaan ekspor. Sementara insentif non-fiskal bisa berbentuk peringanan perizinan atau pemberian izin penggunaan jalan atau teknologi tertentu yang haknya dipegang pemerintah pusat atau daerah,” lanjutnya.
Seperti pernah diberitakan sebelumnya, pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, sedang berusaha melakukan konsolidasi dengan elemen Kementerian/Lembaga dan agen pemegang merk dalam rangka merespon Perpres 55 tahun 2019 ini. Salah satu usaha konsolidasi ini adalah dengan penggelaran rapat terbuka antara para pemangku kepentingan untuk mendengarkan masukan seputar action plan Program Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai di Jakarta pada Rabu 2 Oktober 2019. Pada kesempatan itu, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan bahwa Menteri Perhubungan telah memberikan arahan untuk segera dibuatnya peraturan turunan Perpres ini.
Menurut Hendra, beberapa peraturan turunan yang harus dirampungkan pemerintah termasuk peraturan tentang penggunaan dan penggantian baterai, stasiun-stasiun pengisian kendaraan listrik umum, dan tarif listrik untuk penggunaan BEV. Dalam hal stasiun pengisian kendaraan listrik umum, Hendra mengatakan bahwa PLN bisa bekerja sama dengan pihak ketiga atau swasta.
“Pemerintah juga harus mulai memikirkan bagaimana mengelola sampah baterai atau baterai bekas BEV, apakah akan didaur ulang atau dibuang,” kata Hendra.
“Semua tujuan ini memang bisa dilihat dari kacamata komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengembangkan industri ramah lingkungan. Selain itu, Indonesia juga berambisi menjadi produsen dan eksportir BEV,” lanjutnya.
Hendra menambahkan bahwa pelarangan atau pembatasan penggunaan bahan bakar fosil juga bisa diterapkan untuk membantu akselerasi penggunaan BEV namun tentunya infrastruktur dan segala fasilitas pendukung lainnya wajib telah tersedia secara menyeluruh untuk menghindari timbulnya masalah baru.
Perpres No.55 tahun 2019 diumumkan presiden Joko Widodo pada 5 Agustus 2019 lalu ditengah ramainya pemberitaan buruknya kualitas udara Jakarta. Peraturan ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi energi, ketahanan energi, dan konservasi energi sektor transportasi, dan terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih dan ramah lingkungan, serta komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca.
Praktisi hukum energi baru terbarukan firma hukum Dentons HPRP Hendra Ong berpendapat, bahwa untuk mencapai hal itu, banyak peraturan turunan yang harus segera dirampungkan pemerintah untuk mendukung percepatan program BEV dan mendorong penguasaan teknologi industri dan rancang bangun kendaraan serta menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor kendaraan bermotor untuk transportasi jalan.
“Para pembuat BEV atau komponen BEV diwajibkan untuk mendirikan perusahaan di Indonesia, lalu membangun pusat produksi dan manufaktur BEV dan kompenen BEV di tanah air,” jelas Hendra.
“Sebagai pemanis, pemerintah akan menawarkan berbagai paket insentif fiskal maupun non-fiskal. Insentif fiskal seperti peringanan bea masuk untuk kompononen impor, dan pembiayaan ekspor. Sementara insentif non-fiskal bisa berbentuk peringanan perizinan atau pemberian izin penggunaan jalan atau teknologi tertentu yang haknya dipegang pemerintah pusat atau daerah,” lanjutnya.
Seperti pernah diberitakan sebelumnya, pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, sedang berusaha melakukan konsolidasi dengan elemen Kementerian/Lembaga dan agen pemegang merk dalam rangka merespon Perpres 55 tahun 2019 ini. Salah satu usaha konsolidasi ini adalah dengan penggelaran rapat terbuka antara para pemangku kepentingan untuk mendengarkan masukan seputar action plan Program Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai di Jakarta pada Rabu 2 Oktober 2019. Pada kesempatan itu, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan bahwa Menteri Perhubungan telah memberikan arahan untuk segera dibuatnya peraturan turunan Perpres ini.
Menurut Hendra, beberapa peraturan turunan yang harus dirampungkan pemerintah termasuk peraturan tentang penggunaan dan penggantian baterai, stasiun-stasiun pengisian kendaraan listrik umum, dan tarif listrik untuk penggunaan BEV. Dalam hal stasiun pengisian kendaraan listrik umum, Hendra mengatakan bahwa PLN bisa bekerja sama dengan pihak ketiga atau swasta.
“Pemerintah juga harus mulai memikirkan bagaimana mengelola sampah baterai atau baterai bekas BEV, apakah akan didaur ulang atau dibuang,” kata Hendra.
“Semua tujuan ini memang bisa dilihat dari kacamata komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengembangkan industri ramah lingkungan. Selain itu, Indonesia juga berambisi menjadi produsen dan eksportir BEV,” lanjutnya.
Hendra menambahkan bahwa pelarangan atau pembatasan penggunaan bahan bakar fosil juga bisa diterapkan untuk membantu akselerasi penggunaan BEV namun tentunya infrastruktur dan segala fasilitas pendukung lainnya wajib telah tersedia secara menyeluruh untuk menghindari timbulnya masalah baru.
(wbs)