Pemerintah Jokowi Perlu Tegaskan MoU dengan Proton Secara Rinci

Kamis, 12 Februari 2015 - 21:09 WIB
Pemerintah Jokowi Perlu...
Pemerintah Jokowi Perlu Tegaskan MoU dengan Proton Secara Rinci
A A A
JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) perlu tegaskan Memorandum of Understanding (MoU) untuk pembuatan mobil dengan Proton asal Malaysia. Pasalnya, selama ini terjadi kesimpangsiuran informasi apakah MoU itu merupakan kerjasama antar pemerintah, atau hanya sekedar bisnis otomotif.

"Pertama, saya minta ketegasan dari pemerintah bahwa kerja sama PT ACL dengan Proton merupakan B to B (business to business)," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR, Dody Reza Alex Noordin dalam diskusi yang bertajuk "Dorong Industri Otomotif, Kenapa Indonesia Gandeng Proton?" di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Dody menjelaskan, terjadi kesimpangsiuran di masyarakat mengenai bentuk kerjasama tersebut. Karena, di satu sisi pemerintah lewat Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin menegaskan bahwa kerjasama itu murni swasta, tapi di sisi lain Proton lewat websitenya mengatakan bahwa kerjasama itu untuk membuat mobil nasional Indonesia.

"Jadi saya kira perlu dilihat bentuk kerjasama ini," tegas politikus Partai Golkar itu.

Menurut Doddy, setelah ditegaskan bahwa kerjasama ini bertujuan untuk bisnis, dirinya pun meminta agar tidak ada perlakuan khusus pemerintah Indonesia terhadap Proton seperti misalnya tariff barrier.

"Tidak ada perlakuan khusus. Kan ada visbility study enam bulan, dalam waktu tersebut kita diberikan ruang untuk melihat mau dibawa kemana kerja sama ini," jelasnya.

Lebih jauh Dody menjelaskan, pada dasarnya, kehadiran Presiden Jokowi dan PM Malaysia pada MoU tersebut wajar saja. Tapi menurutnya, komunikasi politiknya kurang pas dimana sentimen Indonesia-Malaysia sedang kurang baik, khususnya soal TKI. Sehingga, kehadiran presiden menjadi kurang baik.

"Ada apa MoU dengan perusahaan swasta ini karena belum apa-apa sudah negatif," terangnya.

Kemudian, lanjutnya, kalaupun ini merupakan pijakan untuk merintis mobil nasional Indonesia, perlu dianalisa terlebih dulu apakah teknologi ini cocok, dan kenapa tidak mmenggandeng industri induk Proton yakni Mitsubishi, Korea, atau Tiongkok.

"Proton pangsa pasarnya hanya 17,1%, jangan-jangan barang yang tidak laku di buang ke Indonesia buat dapat kebijakan-kebijakan khusus pemerintah," duganya.

Oleh karena itu, dirinya menyarankan, jika Indonesia ingin merintis industri mobil nasional maka perlu juga melibatkan seluruh unsurnya dari Indonesia. Dan Indonesia bisa belajar dari Cina, dimana industri mobil bisa berkembang pesat lantaran kebijakann pemerintah yang mewajibkan produsen mobil dari luar Cina untuk menggandeng produsen lokal Cina.

"Kalau kaya gitu ada roadmap yang jelas, jadi bangsa Indonesia enggak cuma sekedar ngejahit (merakit) aja," tandasnya.
(dol)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6810 seconds (0.1#10.140)