Toyota Indonesia Tegaskan Mobil Buatan China Tak Berhak Diberi Insentif
Jum'at, 26 Juli 2024 - 11:28 WIB
TANGERANG - Pemerintah Indonesia saat ini berupaya keras untuk meningkatkan penggunaan kendaraan listrik . Sejumlah kebijkan insentif dikeluarkan, termasuk memberikan keringanan pajak bea masuk bagi mobil listrik impor.
Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan bahwa seharusnya yang berhak mendapat insentif hanya mobil produksi dalam negeri. Mengingat produsen yang melakukan perakitan secara lokal telah berinvestasi besar.
"Berikanlah insentif kepada produk-produk yang bisa mengurangi emisi. Kedua, berikanlah insentif kepada produk-produk yang memang sudah diproduksi di dalam negeri, bukan yang import," kata Anton di arena GIIAS 2024, ICE BSD City, Tangerang, belum lama ini.
"Kalau produksi, saatnya kita berikan support karena itu berkontribusi langsung kepada ekonomi nasional," lanjutnya.
Mobil listrik saat ini mendapat kebijakan insentif berupa pembebasan pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk pembelian mobil listrik secara impor utuh (Completely Built-Up/CBU) dan terurai lengkap (Completely Knocked-Down/CKD).
Tapi, bagi produsen yang masih melakukan impor dan ingin menikmati insentif, maka harus berkomitmen membangun pabrik dalam lima tahun ke depan. Ini untuk memastikan bahwa mereka hadir bukan hanya untuk berjualan tapi juga ikut membangun ekosistem kendaraan listrik.
Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Putu Juli Ardika mengatakan pihaknya sedang harmonisasi pajak kendaraan yang rendah emisi. Payung besarnya saat ini selain mengurangi emisi karbon, juga ketergantungan dengan impor bahan bakar.
"Kalau kita lihat memang battery electric vehicles bisa menghemat sampai dengan 100 persen bahan bakar yang digunakan di kendaraannya. Cuma kejadiannya di bawah karena tadi 60 persen kandungan listrik kita listrik yang fossil itu belum bisa mengurangi karbon emisi CO2," ujarnya.
Bahkan, Putu juga akan menyarankan insentif mobil hybrid untuk dipercepat karena terbukti ikut menekan emisi. Bahkan, kendaraan jenis tersebut juga bisa mengurangi impor minyak mentah yang digunakan sebagai bahan bakar.
"Hal yang menarik sebenarnya kita masih banyak sekali ruang bahwa PHEV jadi plug in itu bisa mengurangi konsumsi bahan bakar 70 persen, hybrid sampai 49 persen dibandingkan ICE, kalau kendaraan ICE, bisa kita migrasikan ke hybrid ini 50 persen bahan bakar kita bisa hemat, dan 50 persen emisi bisa kita kendalikan," ucapnya.
Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan bahwa seharusnya yang berhak mendapat insentif hanya mobil produksi dalam negeri. Mengingat produsen yang melakukan perakitan secara lokal telah berinvestasi besar.
"Berikanlah insentif kepada produk-produk yang bisa mengurangi emisi. Kedua, berikanlah insentif kepada produk-produk yang memang sudah diproduksi di dalam negeri, bukan yang import," kata Anton di arena GIIAS 2024, ICE BSD City, Tangerang, belum lama ini.
"Kalau produksi, saatnya kita berikan support karena itu berkontribusi langsung kepada ekonomi nasional," lanjutnya.
Mobil listrik saat ini mendapat kebijakan insentif berupa pembebasan pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk pembelian mobil listrik secara impor utuh (Completely Built-Up/CBU) dan terurai lengkap (Completely Knocked-Down/CKD).
Tapi, bagi produsen yang masih melakukan impor dan ingin menikmati insentif, maka harus berkomitmen membangun pabrik dalam lima tahun ke depan. Ini untuk memastikan bahwa mereka hadir bukan hanya untuk berjualan tapi juga ikut membangun ekosistem kendaraan listrik.
Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Putu Juli Ardika mengatakan pihaknya sedang harmonisasi pajak kendaraan yang rendah emisi. Payung besarnya saat ini selain mengurangi emisi karbon, juga ketergantungan dengan impor bahan bakar.
"Kalau kita lihat memang battery electric vehicles bisa menghemat sampai dengan 100 persen bahan bakar yang digunakan di kendaraannya. Cuma kejadiannya di bawah karena tadi 60 persen kandungan listrik kita listrik yang fossil itu belum bisa mengurangi karbon emisi CO2," ujarnya.
Bahkan, Putu juga akan menyarankan insentif mobil hybrid untuk dipercepat karena terbukti ikut menekan emisi. Bahkan, kendaraan jenis tersebut juga bisa mengurangi impor minyak mentah yang digunakan sebagai bahan bakar.
"Hal yang menarik sebenarnya kita masih banyak sekali ruang bahwa PHEV jadi plug in itu bisa mengurangi konsumsi bahan bakar 70 persen, hybrid sampai 49 persen dibandingkan ICE, kalau kendaraan ICE, bisa kita migrasikan ke hybrid ini 50 persen bahan bakar kita bisa hemat, dan 50 persen emisi bisa kita kendalikan," ucapnya.
(wbs)
tulis komentar anda