Mantan Bos Astra Berbagi Trik Bawa Perusahaan Keluar dari Krisis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wabah virus Corona dinilai sebagai krisis terhebat yang pernah dihadapi umat manusia. Namun kita semua harus punya harapan agar bisa keluar dari krisis COVID .
Hal ini yang disampaikan pengusaha ternama yang juga pendiri Grup Triputra, TP Rachmat, saat menjadi pembicara dalam webinar bertopik “Leadership Challenges in the Double-Disruption Era: Wisdom from the Senior”.
Dalam webinar ini mantan CEO Group Astra itu berbagi pengalaman bagaimana seorang pemimpin perusahaan atau CEO, bisa membawa organisasinya keluar dari krisis. Baik pada krisis ekonomi 1998 maupun saat menghadapi pandemik yang masih berlangsung sampai sekarang.
"Hope adalah harapan dan conviction yaitu keyakinan bahwa krisis akan berakhir menjadi kata kunci yang membedakan kualitas pemimpin," ungkapnya.
Pengusaha legendaris yang biasa disapa Teddy Rachmat itu, mengatakan, harapan dan keyakinan pemimpin tersebut akan membawa perusahaan keluar dari krisis akibat pandemik. Karena dengan dua hal tersebut seorang pemimpin akan mampu mengendalikan apa yang disebutnya "gas dan rem" dalam perusahaan. "Kapan dia harus menginjak gas dan rem agar perusahaan tetap kompeten, kontekstual, dan relevan dengan situasi kini dan pasca-pandemik," tambahnya.
Terkait krisis COVID-19, Rachmat menilai krisis akibat pandemi saat ini masih jauh lebih baik dibanding krisis ekonomi 1998. "Saat ini tidak tidak terjadi negative spread, NPL 2020 hanya 3-5%, inflasi hanya 1,68%, tidak ada lembaga perbankan yang harus tutup, dan investmen grade 2020 berada di triple B, yang jauh lebih tinggi dari dari level selective default pada 1998," bebernya.
Dia juga berbagi nilai penting yang harus dimiliki seorang CEO dalam situasi krisis, yakni core values, business model, core competence, dan cash flow. "Krisis untuk menguji seberapa kuat dan dalam keyakinan kita pada core values yang kita yakini," katanya.
Namun, kata dia, disrupsi akibat pandemi juga harus terus dicermati karena akan menguji business model, core competence, serta cash flow perusahaan. Supaya perusahaan terhindar dari optimistis yang tidak realistis yang menyebabkan perusahaan tidak dapat bertahan sampai krisis berakhir.
"Krisis dapat menjadi sarana menempa kualitas anda sebagai pribadi maupun sebagai pemimpin," ujar TP Rachmat.
Di kesempatan yang sama, Partner Dunamis Organization Services dan Head of Franklin Covey Indonesia, Tommy Sudjarwadi, menguatarakan, yang menjadi mitra SWA Media dalam mencari CEO terbaik, mengemukakan, pada kondisi turbulensi hanya CEO yang bisa membangun "trust" di kalangan karyawan yang bisa membawa perusahaan selamat.
Hal ini yang disampaikan pengusaha ternama yang juga pendiri Grup Triputra, TP Rachmat, saat menjadi pembicara dalam webinar bertopik “Leadership Challenges in the Double-Disruption Era: Wisdom from the Senior”.
Dalam webinar ini mantan CEO Group Astra itu berbagi pengalaman bagaimana seorang pemimpin perusahaan atau CEO, bisa membawa organisasinya keluar dari krisis. Baik pada krisis ekonomi 1998 maupun saat menghadapi pandemik yang masih berlangsung sampai sekarang.
"Hope adalah harapan dan conviction yaitu keyakinan bahwa krisis akan berakhir menjadi kata kunci yang membedakan kualitas pemimpin," ungkapnya.
Pengusaha legendaris yang biasa disapa Teddy Rachmat itu, mengatakan, harapan dan keyakinan pemimpin tersebut akan membawa perusahaan keluar dari krisis akibat pandemik. Karena dengan dua hal tersebut seorang pemimpin akan mampu mengendalikan apa yang disebutnya "gas dan rem" dalam perusahaan. "Kapan dia harus menginjak gas dan rem agar perusahaan tetap kompeten, kontekstual, dan relevan dengan situasi kini dan pasca-pandemik," tambahnya.
Terkait krisis COVID-19, Rachmat menilai krisis akibat pandemi saat ini masih jauh lebih baik dibanding krisis ekonomi 1998. "Saat ini tidak tidak terjadi negative spread, NPL 2020 hanya 3-5%, inflasi hanya 1,68%, tidak ada lembaga perbankan yang harus tutup, dan investmen grade 2020 berada di triple B, yang jauh lebih tinggi dari dari level selective default pada 1998," bebernya.
Dia juga berbagi nilai penting yang harus dimiliki seorang CEO dalam situasi krisis, yakni core values, business model, core competence, dan cash flow. "Krisis untuk menguji seberapa kuat dan dalam keyakinan kita pada core values yang kita yakini," katanya.
Namun, kata dia, disrupsi akibat pandemi juga harus terus dicermati karena akan menguji business model, core competence, serta cash flow perusahaan. Supaya perusahaan terhindar dari optimistis yang tidak realistis yang menyebabkan perusahaan tidak dapat bertahan sampai krisis berakhir.
"Krisis dapat menjadi sarana menempa kualitas anda sebagai pribadi maupun sebagai pemimpin," ujar TP Rachmat.
Di kesempatan yang sama, Partner Dunamis Organization Services dan Head of Franklin Covey Indonesia, Tommy Sudjarwadi, menguatarakan, yang menjadi mitra SWA Media dalam mencari CEO terbaik, mengemukakan, pada kondisi turbulensi hanya CEO yang bisa membangun "trust" di kalangan karyawan yang bisa membawa perusahaan selamat.