Antisipasi Kecelakaan, Mobil Bisa Saling Berkomunikasi?
A
A
A
NEW YORK - Para ahli mekanik telah memikirkan cara bagaimana jika suatu hari mobil-mobil bisa saling berkomunikasi satu sama lain, tentunya kecelakaan akan terhindarkan.
Dikutip dari AFP, Minggu (17/5/2015), jika hal ini bisa segera terealisasi, maka kendaraan akan mampu berpacu lebih aman. Terutama jika bisa mengetahui informasi tentang mobil lain, kendala, kondisi pejalan kaki dan keadaan di sekitarnya.
Namun, untuk menerapkan sistem ini masih banyak kendala yang harus dilalui. Diperlukan kerangka hukum dan alokasi spektrum nirkabel untuk memungkinkan antar kendaraan (V2V) berkomunikasi.
Pemerintah AS mengumumkan, hal ini akan segera terealisasi V2V untuk menciptakan keselamatan berkendara yang lebih baik. Selain itu juga untuk membantu memfasilitasi mobil self-driving yang segera mengaspal.
Menteri Transportasi Anthony Foxx mengatakan, ia berharap peraturan soal teknologi tersebut akan siap akhir tahun ini. "Kami percepat jadwal agar aturan yang diusulkan untuk kebutuhan teknologi V2V, sehingga memungkinkan 'berbicara' satu sama lain," kata Foxx.
Diyakini, dengan adanya teknologi ini, dapat mengurangi jumlah kecelakaan. The National Highway Traffic Safety Administration, yang telah menguji V2V sejak 2012 mengatakan, teknologi tersebut dapat menentukan apakah mobil aman berbelok ke kiri dengan menghitung kecepatan kendaraan lain yang melaju, apakah aman menyalip mobil lain dan apakah aman memasuki persimpangan dengan visibilitas yang terbatas.
Para peneliti mengatakan, sistem ini menelan biaya sekitar USD350 atau sekitar Rp4,58 juta
per mobil. Diperkirakan dapat menghindari 592.000 kecelakaan dan menyelamatkan 1.083 nyawa per tahun, jika armada mobil di AS dilengkapi dengan teknologi ini.
Asosiasi Global Produsen Mobil, yang mewakili produsen non-AS termasuk Honda, Nissan dan Toyota, menyambut baik upaya Washington untuk mempercepat proses ini. "Semakin cepat kita bergerak ke arah penyebaran komunikasi V2V, konsumen lebih cepat akan menerima manfaat dari teknologi ini dalam menyelamatkan nyawa," kata Pemimpin Asosiasi John Bozzella.
Dikutip dari AFP, Minggu (17/5/2015), jika hal ini bisa segera terealisasi, maka kendaraan akan mampu berpacu lebih aman. Terutama jika bisa mengetahui informasi tentang mobil lain, kendala, kondisi pejalan kaki dan keadaan di sekitarnya.
Namun, untuk menerapkan sistem ini masih banyak kendala yang harus dilalui. Diperlukan kerangka hukum dan alokasi spektrum nirkabel untuk memungkinkan antar kendaraan (V2V) berkomunikasi.
Pemerintah AS mengumumkan, hal ini akan segera terealisasi V2V untuk menciptakan keselamatan berkendara yang lebih baik. Selain itu juga untuk membantu memfasilitasi mobil self-driving yang segera mengaspal.
Menteri Transportasi Anthony Foxx mengatakan, ia berharap peraturan soal teknologi tersebut akan siap akhir tahun ini. "Kami percepat jadwal agar aturan yang diusulkan untuk kebutuhan teknologi V2V, sehingga memungkinkan 'berbicara' satu sama lain," kata Foxx.
Diyakini, dengan adanya teknologi ini, dapat mengurangi jumlah kecelakaan. The National Highway Traffic Safety Administration, yang telah menguji V2V sejak 2012 mengatakan, teknologi tersebut dapat menentukan apakah mobil aman berbelok ke kiri dengan menghitung kecepatan kendaraan lain yang melaju, apakah aman menyalip mobil lain dan apakah aman memasuki persimpangan dengan visibilitas yang terbatas.
Para peneliti mengatakan, sistem ini menelan biaya sekitar USD350 atau sekitar Rp4,58 juta
per mobil. Diperkirakan dapat menghindari 592.000 kecelakaan dan menyelamatkan 1.083 nyawa per tahun, jika armada mobil di AS dilengkapi dengan teknologi ini.
Asosiasi Global Produsen Mobil, yang mewakili produsen non-AS termasuk Honda, Nissan dan Toyota, menyambut baik upaya Washington untuk mempercepat proses ini. "Semakin cepat kita bergerak ke arah penyebaran komunikasi V2V, konsumen lebih cepat akan menerima manfaat dari teknologi ini dalam menyelamatkan nyawa," kata Pemimpin Asosiasi John Bozzella.
(dyt)