Gangguan Bermedsos Picu Stres Gen Milenial
A
A
A
SAN DIEGO - Apa yang bisa memicu generasi milenial stres? Faktor utama penyebabnya ternyata jauh berbeda daripada generasi sebelumnya.
Jika dulu orang mengalami stres karena memikirkan masa depan, generasi zaman now ini stres karena terganggu saat berselancar di media sosial (medsos). Mereka bahkan tidak mampu tidur dengan nyenyak selama tiga malam per pekan.
Gangguan itu bisa karena baterai smartphone mereka dalam kondisi low, koneksi internet lelet, layar ponsel rusak, dan lupa membawa charger.Dengan kata lain smartphone dan teknologi digital kini menjadi salah satu pangkal persoalan stres.
Fakta ini merupakan temuan survei yang dilakukan sebuah perusahaan asal Amerika Serikat, Endoca. Survei itu juga menemukan, sekitar 3 dari 5 orang dari generasi milenial atau sekitar 58% mengaku merasakan hidup lebih stres bila dibandingkan dengan sebelumnya.
Mereka mengalami masalah tersebut setiap hari. Survei terhadap 2.000 orang itu juga menguak faktor lain yang menyebabkan stres di kalangan milenial. Sebagian besar merasakan tingkat stres mereka secara keseluruhan menumpuk akibat akumulasi dari aktivitas sehari-hari yang menguras emosi, mulai dari kemacetan, debat, tagihan utang hingga leletnya wifi.
Di dalam survei Endoca, kehilangan dompet atau kartu kredit menjadi faktor terbesar yang menyebabkan stres di kalangan milenial. Meski demikian 1 dari 5 responden mengatakan mereka akan lebih rentan terkena apopleksi jika smartphone rusak.
Sebab smartphone menjadi kebutuhan sehari-hari. Lebih dari 2 dari 5 responden atau sebanyak 41% juga menyatakan kerusakan layar smartphone lebih besar mengundang stres daripada kerusakan mesin mobil.
Hampir 1 dari 5 responden juga mengaku, tidak mendapatkan like di medsos dapat membuat mood mereka berubah drastis dan malas melakukan sesuatu. Faktor kedua tertinggi yang menyebabkan stres di kalangan milenial ialah berdebat dengan sahabat, terlepas itu isu politik ataupun agama.
Namun sebanyak 1/3 responden mengaku merasa sedang ditimpa “sial” ketika smartphone mereka mati dan lupa membawa charger daripada saat terkena praktik fraud pembayaran kredit. Kaum milenial juga akan mulai stres jika baterai smartphone mereka sudah berada di bawah 23%.
Kemacetan merupakan faktor ketiga yang paling tinggi menyebabkan stres. Kendati begitu sebanyak 30% responden sepakat memiliki koneksi internet yang lambat akan lebih stres daripada saat lalu lintas merayap di jalan raya.
Sekitar separuh responden mengaku mereka tidak mampu mengatasi stres dengan baik. “Stres bukanlah isu abstrak, melainkan masalah signifikan dan tidak terjadi akibat satu insiden besar. Kita harus proaktif mencari solusi sebelum hal itu memperburuk kesehatan,” kata CEO Endoca, Henry Vincenty, di endoca.com.
Berdasarkan studi Employee Assistance Program, depresi dan gelisah meningkat sebesar 74% dalam beberapa tahun terakhir. Stres juga dapat merusak kesehatan mental dan fisik hingga menyebabkan kematian prematur.
“Tingkat bunuh diri sedang tinggi,” kata Manajer Pusat Medis NYU Judith Weissman. Sejauh ini terapi stres secara medis tidak ada. Namun banyak hasil penelitian yang melacak penyebab utama stres. Saat ini faktor utama stres sebagian besar bersumber dari medsos.
Kaum milenial yang sering bermain Facebook atau Twitter rentan mengalami stres daripada orang yang bersosialisasi langsung. Pew Research Centers (PRC) akhirakhir ini melakukan penelitian atas tingkat stres para pengguna medsos.
Meski medsos memberikan dampak besar, Profesor Keith Hampton dari Universitas Rutgers mengatakan medsos bukanlah faktor utama yang menyebabkan stres, melainkan bagian dari penyebab stres.
“Kaitan antara stres dan penggunaan media sosial rumit,” kata Hampton seperti dilansir The Digital Age.“Banyak yang mengatakan pengguna medsos merasa lebih gelisah jika tidak membuka aplikasi medsos dan melihat aktivitas temannya. Namun mereka menjadi depresi dengan kesuksesan orang lain,” tambahnya.
Hampton menambahkan, pengguna medsos merasa stres akibat peristiwa yang mereka lihat atau baca. Permasalahan tersebut timbul jika konten yang dibagikan di medsos bermuatan isu negatif. Korelasinya jelas mengingat medsos merupakan publishing event.
Dia menyebut fenomena itu sebagai pertaruhan perhatian. Selain itu kabar buruk mengenai keluarga atau teman seperti krisis keuangan atau kecelakaan dapat meningkatkan stres, apalagi jika mereka berjauhan. “Sikap membanding-bandingkan juga dapat meningkatkan stres. Hal ini sering dilakukan perempuan. Karena itu mereka lebih mudah stres,” kata Hampton.
Cara Atasi Stres
Sebagian medsos memiliki algoritma untuk memberikan kesempatan kepada penggunannya memilih konten yang mereka sukai.
“Topik yang tidak ingin masuk ke dalam feed dapat disembunyikan. Kita juga dapat meng-unfollow orang atau grup yang dapat membuat kalian stres dan mencari grup baru,” kata Hampton.
Kaum milenial yang disarankan melakukan liburan dan rekreasi alam tanpa membawa smartphone atau menggunakannya secara terbatas.
Mereka juga dinilai perlu berhati-hati dalam posting sesuatu di medsos. Sebab membagikan pengalaman negatif bisa jadi malah menyebabkan luka tersebut semakin dalam. (Muh Shamil)
Jika dulu orang mengalami stres karena memikirkan masa depan, generasi zaman now ini stres karena terganggu saat berselancar di media sosial (medsos). Mereka bahkan tidak mampu tidur dengan nyenyak selama tiga malam per pekan.
Gangguan itu bisa karena baterai smartphone mereka dalam kondisi low, koneksi internet lelet, layar ponsel rusak, dan lupa membawa charger.Dengan kata lain smartphone dan teknologi digital kini menjadi salah satu pangkal persoalan stres.
Fakta ini merupakan temuan survei yang dilakukan sebuah perusahaan asal Amerika Serikat, Endoca. Survei itu juga menemukan, sekitar 3 dari 5 orang dari generasi milenial atau sekitar 58% mengaku merasakan hidup lebih stres bila dibandingkan dengan sebelumnya.
Mereka mengalami masalah tersebut setiap hari. Survei terhadap 2.000 orang itu juga menguak faktor lain yang menyebabkan stres di kalangan milenial. Sebagian besar merasakan tingkat stres mereka secara keseluruhan menumpuk akibat akumulasi dari aktivitas sehari-hari yang menguras emosi, mulai dari kemacetan, debat, tagihan utang hingga leletnya wifi.
Di dalam survei Endoca, kehilangan dompet atau kartu kredit menjadi faktor terbesar yang menyebabkan stres di kalangan milenial. Meski demikian 1 dari 5 responden mengatakan mereka akan lebih rentan terkena apopleksi jika smartphone rusak.
Sebab smartphone menjadi kebutuhan sehari-hari. Lebih dari 2 dari 5 responden atau sebanyak 41% juga menyatakan kerusakan layar smartphone lebih besar mengundang stres daripada kerusakan mesin mobil.
Hampir 1 dari 5 responden juga mengaku, tidak mendapatkan like di medsos dapat membuat mood mereka berubah drastis dan malas melakukan sesuatu. Faktor kedua tertinggi yang menyebabkan stres di kalangan milenial ialah berdebat dengan sahabat, terlepas itu isu politik ataupun agama.
Namun sebanyak 1/3 responden mengaku merasa sedang ditimpa “sial” ketika smartphone mereka mati dan lupa membawa charger daripada saat terkena praktik fraud pembayaran kredit. Kaum milenial juga akan mulai stres jika baterai smartphone mereka sudah berada di bawah 23%.
Kemacetan merupakan faktor ketiga yang paling tinggi menyebabkan stres. Kendati begitu sebanyak 30% responden sepakat memiliki koneksi internet yang lambat akan lebih stres daripada saat lalu lintas merayap di jalan raya.
Sekitar separuh responden mengaku mereka tidak mampu mengatasi stres dengan baik. “Stres bukanlah isu abstrak, melainkan masalah signifikan dan tidak terjadi akibat satu insiden besar. Kita harus proaktif mencari solusi sebelum hal itu memperburuk kesehatan,” kata CEO Endoca, Henry Vincenty, di endoca.com.
Berdasarkan studi Employee Assistance Program, depresi dan gelisah meningkat sebesar 74% dalam beberapa tahun terakhir. Stres juga dapat merusak kesehatan mental dan fisik hingga menyebabkan kematian prematur.
“Tingkat bunuh diri sedang tinggi,” kata Manajer Pusat Medis NYU Judith Weissman. Sejauh ini terapi stres secara medis tidak ada. Namun banyak hasil penelitian yang melacak penyebab utama stres. Saat ini faktor utama stres sebagian besar bersumber dari medsos.
Kaum milenial yang sering bermain Facebook atau Twitter rentan mengalami stres daripada orang yang bersosialisasi langsung. Pew Research Centers (PRC) akhirakhir ini melakukan penelitian atas tingkat stres para pengguna medsos.
Meski medsos memberikan dampak besar, Profesor Keith Hampton dari Universitas Rutgers mengatakan medsos bukanlah faktor utama yang menyebabkan stres, melainkan bagian dari penyebab stres.
“Kaitan antara stres dan penggunaan media sosial rumit,” kata Hampton seperti dilansir The Digital Age.“Banyak yang mengatakan pengguna medsos merasa lebih gelisah jika tidak membuka aplikasi medsos dan melihat aktivitas temannya. Namun mereka menjadi depresi dengan kesuksesan orang lain,” tambahnya.
Hampton menambahkan, pengguna medsos merasa stres akibat peristiwa yang mereka lihat atau baca. Permasalahan tersebut timbul jika konten yang dibagikan di medsos bermuatan isu negatif. Korelasinya jelas mengingat medsos merupakan publishing event.
Dia menyebut fenomena itu sebagai pertaruhan perhatian. Selain itu kabar buruk mengenai keluarga atau teman seperti krisis keuangan atau kecelakaan dapat meningkatkan stres, apalagi jika mereka berjauhan. “Sikap membanding-bandingkan juga dapat meningkatkan stres. Hal ini sering dilakukan perempuan. Karena itu mereka lebih mudah stres,” kata Hampton.
Cara Atasi Stres
Sebagian medsos memiliki algoritma untuk memberikan kesempatan kepada penggunannya memilih konten yang mereka sukai.
“Topik yang tidak ingin masuk ke dalam feed dapat disembunyikan. Kita juga dapat meng-unfollow orang atau grup yang dapat membuat kalian stres dan mencari grup baru,” kata Hampton.
Kaum milenial yang disarankan melakukan liburan dan rekreasi alam tanpa membawa smartphone atau menggunakannya secara terbatas.
Mereka juga dinilai perlu berhati-hati dalam posting sesuatu di medsos. Sebab membagikan pengalaman negatif bisa jadi malah menyebabkan luka tersebut semakin dalam. (Muh Shamil)
(nfl)