Kembangkan Mobnas, Eksistensi Proton di Indonesia Diragukan
A
A
A
JAKARTA - Eksistensi Proton Holding Berhad, produsen automotif asal Malaysia yang digandeng untuk mengembangkan program mobil nasional (mobnas) Indonesia diragukan. Pasalnya, kiprah anak usaha Lotus Cars Inggris ini di Indonesia dinilai tidak bersinar.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Ki Darmaningtyas menuturkan, kerja sama yang dilakukan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara CEO PT Adiperkasa Citra Lestari AM Hendropriyono dan CEO Proton Datuk Abdul Harith Abdullah pun tidak lantas akan menguntungkan Proton. "Saya juga tidak bisa mengatakan kalau pihak Proton yang akan paling diuntungkan, karena belum ada bukti bahwa pasaran mobil Proton di Indonesia cukup prospektif," tuturnya ketika dihubungi Sindonews, Senin (9/2/2015).
Hal ini, sambung dia, dibuktikan dengan tidak berkembangnya Taxi yang menggunakan mobil keluaran Proton. "Harga purna jualnya juga rendah, sehingga kurang menarik bagi orang Indonesia," jelasnya.
Menurut Darmaningtyas, penandatanganan yang dilakukan antara Proton dengan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini juga tidak ada yang istimewa. Penandatangangan yang disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanyalah bersifat business as usual.
"Soal penandatanganan kerjasama antara Proton dengan PT Adiperkasa Citra Lestari soal bisnis biasa, tidak ada yang istimewa. Istimewanya hanya karena di depan Presiden Jokowi saja. Tapi dari segi bisnis itu biasa saja," tegas dia.
Dia menambahkan, masyarakat Indonesia sedianya telah cerdas memilih produk automotif yang unggul untuk digunakannya. Sebelum Proton, Indonesia juga punya pengalaman mengembangkan mobnas dengan PT Timor Putra Nasional yang dimiliki Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, melalui peluncuran mobil sedan merek Timor.
Namun sepak terjang mobil Timor tidak bertahan lama. Kini proyek yang didukung kebijakan resmi pemerintah lewat Keppres dan Inpres ini tidak kelihatan lagi gaungnya.
"Motor Cina juga sempat melambung di awal tahun 2000 karena harganya kompetitif, tapi karena kualitasnya jelek dan harga purna jualnya juga rendah, akhirnya menghilang begitu saja. Untuk merek-merek otomotif dan elektronik saya kira masyarakat indonesia sudah cerdas, mereka tahu mana produk yang unggul dan tidak," pungkasnya.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Ki Darmaningtyas menuturkan, kerja sama yang dilakukan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara CEO PT Adiperkasa Citra Lestari AM Hendropriyono dan CEO Proton Datuk Abdul Harith Abdullah pun tidak lantas akan menguntungkan Proton. "Saya juga tidak bisa mengatakan kalau pihak Proton yang akan paling diuntungkan, karena belum ada bukti bahwa pasaran mobil Proton di Indonesia cukup prospektif," tuturnya ketika dihubungi Sindonews, Senin (9/2/2015).
Hal ini, sambung dia, dibuktikan dengan tidak berkembangnya Taxi yang menggunakan mobil keluaran Proton. "Harga purna jualnya juga rendah, sehingga kurang menarik bagi orang Indonesia," jelasnya.
Menurut Darmaningtyas, penandatanganan yang dilakukan antara Proton dengan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini juga tidak ada yang istimewa. Penandatangangan yang disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanyalah bersifat business as usual.
"Soal penandatanganan kerjasama antara Proton dengan PT Adiperkasa Citra Lestari soal bisnis biasa, tidak ada yang istimewa. Istimewanya hanya karena di depan Presiden Jokowi saja. Tapi dari segi bisnis itu biasa saja," tegas dia.
Dia menambahkan, masyarakat Indonesia sedianya telah cerdas memilih produk automotif yang unggul untuk digunakannya. Sebelum Proton, Indonesia juga punya pengalaman mengembangkan mobnas dengan PT Timor Putra Nasional yang dimiliki Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, melalui peluncuran mobil sedan merek Timor.
Namun sepak terjang mobil Timor tidak bertahan lama. Kini proyek yang didukung kebijakan resmi pemerintah lewat Keppres dan Inpres ini tidak kelihatan lagi gaungnya.
"Motor Cina juga sempat melambung di awal tahun 2000 karena harganya kompetitif, tapi karena kualitasnya jelek dan harga purna jualnya juga rendah, akhirnya menghilang begitu saja. Untuk merek-merek otomotif dan elektronik saya kira masyarakat indonesia sudah cerdas, mereka tahu mana produk yang unggul dan tidak," pungkasnya.
(dyt)