Ditanya Soal Serbuan Pabrikan Mobil China di Indonesia, Toyota Bilang Gini
Rabu, 24 Januari 2024 - 19:46 WIB

Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam saat menjelaskan strategi mobil listrik Toyota di Toyota xEV, Karawang. Foto: Sindonews/Danang Arradian
JAKARTA - Pabrikan mobil China secara agresif melakukan penetrasi di Indonesia. Baik kendaraan listrik , maupun Internal Combustion Engine (ICE). Mulai dari Chery, Neta, Wuling, dan yang terbaru Build Your Dreams (BYD).
Nah, bagaimana pabrikan Jepang sebagai pemimpin pasar menanggapi hal ini? Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan, kehadiran pemain-pemain baru harus dilihat secara positif.
”Tapi, yang kita harapkan sebenarnya adalah bagaimana market (Indonesia) itu bisa berkembang,” ungkap Bob. Menurutnya, sudah sejak 10 tahun lalu pasar mobil Indonesia tidak tumbuh signifikan dari angka 1 juta unit per tahun.
“Padahal, pemainnya semakin banyak. Maka, dampaknya nanti akan berdarah-darah,” ungkapnya.
Dengan kehadiran elektrifikasi, Bob berharap pasar di Indonesia justru akan semakin berkembang. Bukan malah mendistrupsi. “Sehingga orang memiliki alternatif, memilih teknologi mana yang sesuai dengan preferensinya. Sesuai kondisi rumah tanggannya masing-masing,” ungkapnya.

EV Center, fasilitas edukasi teknologi elektrifikasi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Foto: TMMIN
Bob menyebut, jika Indonesia ingin menjadi produsen mobil terbesar di Asia Tenggara, sulit bersaing dengan Thailand. Faktor terbesarnya, adalah pajak di Thailand jauh lebih rendah.
“Di Thailand tidak ada pajak daerah. Sementara kita justru baru saja menaikkan PPN. Di Thailand dengan pajak yang rendah, pasar pun berkembang. Industri bergerak, pasar juga membesar. Sehingga justru akan menciptakan pajak baru bagi pemerintah,” ungkap Bob.
Sebelumnya, Sekretaris Umum Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), Kukuh Kumara, mengatakan bahwa di tahun 2023 penjualan mobil malah menurun dibanding 2022.
Nah, bagaimana pabrikan Jepang sebagai pemimpin pasar menanggapi hal ini? Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan, kehadiran pemain-pemain baru harus dilihat secara positif.
”Tapi, yang kita harapkan sebenarnya adalah bagaimana market (Indonesia) itu bisa berkembang,” ungkap Bob. Menurutnya, sudah sejak 10 tahun lalu pasar mobil Indonesia tidak tumbuh signifikan dari angka 1 juta unit per tahun.
“Padahal, pemainnya semakin banyak. Maka, dampaknya nanti akan berdarah-darah,” ungkapnya.
Dengan kehadiran elektrifikasi, Bob berharap pasar di Indonesia justru akan semakin berkembang. Bukan malah mendistrupsi. “Sehingga orang memiliki alternatif, memilih teknologi mana yang sesuai dengan preferensinya. Sesuai kondisi rumah tanggannya masing-masing,” ungkapnya.
Masalah Pajak Jadi Kendala

EV Center, fasilitas edukasi teknologi elektrifikasi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Foto: TMMIN
Bob menyebut, jika Indonesia ingin menjadi produsen mobil terbesar di Asia Tenggara, sulit bersaing dengan Thailand. Faktor terbesarnya, adalah pajak di Thailand jauh lebih rendah.
“Di Thailand tidak ada pajak daerah. Sementara kita justru baru saja menaikkan PPN. Di Thailand dengan pajak yang rendah, pasar pun berkembang. Industri bergerak, pasar juga membesar. Sehingga justru akan menciptakan pajak baru bagi pemerintah,” ungkap Bob.
Sebelumnya, Sekretaris Umum Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), Kukuh Kumara, mengatakan bahwa di tahun 2023 penjualan mobil malah menurun dibanding 2022.
Lihat Juga :