Langkah KPPU Memproses Dugaan Praktik Monopoli Pelumas Tuai Dukungan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) sebagai organisasi yang mewadahi produsen dan distributor pelumas (oli) di Tanah Air mendukung penyelesaian secara tuntas dan transparan dugaan praktik monopoli pelumas yang melibatkan PT Astra Honda Motor (AHM) melalui persidangan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
BACA JUGA - Tragis! Hilang 4 Tahun Lalu, Indonesia Baru Ribut Cari Harta Karun
Hasil dari upaya hukum dalam penyelesaian dugaan kasus ini dinilai akan lebih fair bagi semua pelaku usaha karena dilakukan sesuai koridor hukum atau konstitusi yang ada.
“Tentu kami sangat menghargai upaya-upaya yang dilakukan oleh KPPU. Karena langkah tersebut merupakan amanah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, sehingga jika terjadi perselisihan yang menyangkut persaingan usaha di antara para pelaku usaha di pasar, cara-cara yang sesuai dengan koridor hukum ini merupakan langkah yang terbaik. Karena fair, dan berdasar aturan main yang sah. PERDIPPI sebagai wadah bagi para pelaku usaha di sektor produk pelumas tentu bersikap obyektif dan berdiri di tengah-tengah semua anggota,” papar Ketua Dewan Penasehat PERDIPPI, Paul Toar dalam kererangan persnya di Jakarta Senin 27/7/2020. BACA JUGA - Harta Karun Berceceran, Perairan ASEAN Sampai Indonesia Jadi Incaran
Sementara, keluhan soal adanya sikap monopoli di jaringan bengkel milik AHM yakni AHASS atas pemasaran minyak pelumas juga dilayangkan oleh anggota PERDIPPI lainnya. Oleh karena itu, lanjut Paul, di tengah keterbukaan dan dalam rangka membangun iklim usaha yang sehat, penyelesaian dari dugaan yang mengarah ke perselisihan tersebut perlu diselesaikan secara transparan dan obyektif.
“Dan kami kira, KPPU sebagai lembaga yang diberikan otoritas dan amanah oleh undang-undang merupakan wasit yang tepat untuk penyelesaian persoalan. Karena bagaimana pun, iklim usaha yang sehat juga akan membuat industri maju. Jika industri maju bukan hanya konsumen saja yang diuntungkan tetapi juga perekonomian secara luas juga akan berkembang,” papar Paul..
Menurut dia, sebagai wadah bagi para pelaku usaha minyak pelumas di Tanah Air, telah mendapatkan laporan tentang adanya keluhan dari sejumlah produsen maupun distributor minyak pelumas soal adanya dugaan praktik monopoli di AHASS oleh AHM sejak tahun 2011. Semua keluhan-keluhan yang disampaikan pelapor tersebut terus dipelajari dan diselidiki untuk dicari penyelesaiannya.
Di antara pelaku usaha yang mengeluhkan adanya praktik – yang diduga sebagai tindak monopoli oleh AHM – itu adalah STP dan Repsol. Menurut STP, praktik monopoli tersebut tidak sehat. "Praktik-praktik menutup jaringan secara ekslusif itu sangat tidak sehat," ungkap Christian, perwakilan dari pelumas STP Indonesia.
Sementara, Distributor Repsol Oil di Indonesia, yakni Sukabumi Trading Company (STC) merasakan market-nya terkikis oleh pola garansi yang diberlakukan oleh APM sepeda motor merek Honda tersebut. Repsol mengaku dengan dikuasainya genuine oil di masa garansi kendaraan berdampak kepada persepsi (mind) konsumen. Sehingga after market juga dikuasai oleh merek yang bersangkutan. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi jaringan AHASS, dan semua bengkel otomotif.” ujar perwakilan STC, Kong Mau Sentosa.
Namun, Paul mengaku tidak tahu persis sejak kapan KPPU melakukan investigasi atas dugaan tersebut. Termasuk kemungkinan adanya kaitan dengan pengembangan dari kasus-kasus lain.
"Tetapi yang pasti, karena kebebasan memilih sebuah produk yang terbaik akan membawa kepuasan kepada konsumen yang dijamin dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jadi, kami sangat mendukung hak-hak konsumen tersebut, demi kepentingan masyarakat dan industri nasional, maupun perekonomian nasional,” tandas Paul.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan lembaganya akan terus memantau praktik bisnis yang tidak sehat dan dijalankan oleh genuine oil. Dia juga menggarisbawahi pola yang digunakan oleh agen pemegang merek otomotif saat memasarkan genuine oil dalam satu paket garansi kendaraan.
Pasalnya, kata Tulus, hal itu telah menciptakan persepsi di benak (mindset) masyarakat atau konsumen saat melihat praktik tersebut sebagai praktik bisnis yang biasa atau normal saja. "YLKI akan membongkar masalah ini, dan mendidik konsumen sebagai saksi hukum, mewakili konsumen rakyat Indonesia," tandas Tulus.
BACA JUGA - Tragis! Hilang 4 Tahun Lalu, Indonesia Baru Ribut Cari Harta Karun
Hasil dari upaya hukum dalam penyelesaian dugaan kasus ini dinilai akan lebih fair bagi semua pelaku usaha karena dilakukan sesuai koridor hukum atau konstitusi yang ada.
“Tentu kami sangat menghargai upaya-upaya yang dilakukan oleh KPPU. Karena langkah tersebut merupakan amanah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, sehingga jika terjadi perselisihan yang menyangkut persaingan usaha di antara para pelaku usaha di pasar, cara-cara yang sesuai dengan koridor hukum ini merupakan langkah yang terbaik. Karena fair, dan berdasar aturan main yang sah. PERDIPPI sebagai wadah bagi para pelaku usaha di sektor produk pelumas tentu bersikap obyektif dan berdiri di tengah-tengah semua anggota,” papar Ketua Dewan Penasehat PERDIPPI, Paul Toar dalam kererangan persnya di Jakarta Senin 27/7/2020. BACA JUGA - Harta Karun Berceceran, Perairan ASEAN Sampai Indonesia Jadi Incaran
Sementara, keluhan soal adanya sikap monopoli di jaringan bengkel milik AHM yakni AHASS atas pemasaran minyak pelumas juga dilayangkan oleh anggota PERDIPPI lainnya. Oleh karena itu, lanjut Paul, di tengah keterbukaan dan dalam rangka membangun iklim usaha yang sehat, penyelesaian dari dugaan yang mengarah ke perselisihan tersebut perlu diselesaikan secara transparan dan obyektif.
“Dan kami kira, KPPU sebagai lembaga yang diberikan otoritas dan amanah oleh undang-undang merupakan wasit yang tepat untuk penyelesaian persoalan. Karena bagaimana pun, iklim usaha yang sehat juga akan membuat industri maju. Jika industri maju bukan hanya konsumen saja yang diuntungkan tetapi juga perekonomian secara luas juga akan berkembang,” papar Paul..
Menurut dia, sebagai wadah bagi para pelaku usaha minyak pelumas di Tanah Air, telah mendapatkan laporan tentang adanya keluhan dari sejumlah produsen maupun distributor minyak pelumas soal adanya dugaan praktik monopoli di AHASS oleh AHM sejak tahun 2011. Semua keluhan-keluhan yang disampaikan pelapor tersebut terus dipelajari dan diselidiki untuk dicari penyelesaiannya.
Di antara pelaku usaha yang mengeluhkan adanya praktik – yang diduga sebagai tindak monopoli oleh AHM – itu adalah STP dan Repsol. Menurut STP, praktik monopoli tersebut tidak sehat. "Praktik-praktik menutup jaringan secara ekslusif itu sangat tidak sehat," ungkap Christian, perwakilan dari pelumas STP Indonesia.
Sementara, Distributor Repsol Oil di Indonesia, yakni Sukabumi Trading Company (STC) merasakan market-nya terkikis oleh pola garansi yang diberlakukan oleh APM sepeda motor merek Honda tersebut. Repsol mengaku dengan dikuasainya genuine oil di masa garansi kendaraan berdampak kepada persepsi (mind) konsumen. Sehingga after market juga dikuasai oleh merek yang bersangkutan. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi jaringan AHASS, dan semua bengkel otomotif.” ujar perwakilan STC, Kong Mau Sentosa.
Namun, Paul mengaku tidak tahu persis sejak kapan KPPU melakukan investigasi atas dugaan tersebut. Termasuk kemungkinan adanya kaitan dengan pengembangan dari kasus-kasus lain.
"Tetapi yang pasti, karena kebebasan memilih sebuah produk yang terbaik akan membawa kepuasan kepada konsumen yang dijamin dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jadi, kami sangat mendukung hak-hak konsumen tersebut, demi kepentingan masyarakat dan industri nasional, maupun perekonomian nasional,” tandas Paul.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan lembaganya akan terus memantau praktik bisnis yang tidak sehat dan dijalankan oleh genuine oil. Dia juga menggarisbawahi pola yang digunakan oleh agen pemegang merek otomotif saat memasarkan genuine oil dalam satu paket garansi kendaraan.
Pasalnya, kata Tulus, hal itu telah menciptakan persepsi di benak (mindset) masyarakat atau konsumen saat melihat praktik tersebut sebagai praktik bisnis yang biasa atau normal saja. "YLKI akan membongkar masalah ini, dan mendidik konsumen sebagai saksi hukum, mewakili konsumen rakyat Indonesia," tandas Tulus.
(wbs)