Mobil Listrik China Serbu Indonesia, Toyota Mulai Gerah?
loading...
A
A
A
TANGERANG - Setelah ditolak Amerika Serikat dan Eropa, produsen kendaraan listrik (EV) buatan China kini berharap banyak dengan pasar Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Namun sepertinya pasar Indonesia mulai gerah dengan membanjirnya mobil-mobil China di Indonesia, apalagi Pemerintah Indonesia memberi perlakuan istimewa terhadap mobil-mobil China dengan pemberian insentif.
Hai ini rupanya membuat Toyota memberikan warning kepada Pemerintah Indonesia. Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan bahwa seharusnya yang berhak mendapat insentif hanya mobil produksi dalam negeri. Mengingat produsen yang melakukan perakitan secara lokal telah berinvestasi besar.
"Berikanlah insentif kepada produk-produk yang bisa mengurangi emisi. Kedua, berikanlah insentif kepada produk-produk yang memang sudah diproduksi di dalam negeri, bukan yang import," kata Anton di arena GIIAS 2024, ICE BSD City, Tangerang, belum lama ini.
"Kalau produksi, saatnya kita berikan support karena itu berkontribusi langsung kepada ekonomi nasional," lanjutnya.
Mobil listrik saat ini mendapat kebijakan insentif berupa pembebasan pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk pembelian mobil listrik secara impor utuh (Completely Built-Up/CBU) dan terurai lengkap (Completely Knocked-Down/CKD).
Tapi, bagi produsen yang masih melakukan impor dan ingin menikmati insentif, maka harus berkomitmen membangun pabrik dalam lima tahun ke depan. Ini untuk memastikan bahwa mereka hadir bukan hanya untuk berjualan tapi juga ikut membangun ekosistem kendaraan listrik.
Uni Eropa mengikutinya dengan mengenakan tarif hingga 38 persen mulai tanggal 4 Juli pada tiga produsen kendaraan listrik Tiongkok: SAIC, Geely, dan BYD.
Keputusan tersebut diambil setelah penyelidikan anti-persaingan menemukan bahwa produsen mobil tersebut mendapat keuntungan dari "subsidi yang tidak adil" dari Beijing.
Hal ini mengancam akan melemahkan sektor manufaktur kendaraan listrik di Eropa, di mana harga kendaraan termurah buatan lokal bisa tiga kali lipat harga model China.
Menghadapi semakin sempitnya peluang di pasar Barat, para produsen mobil China mengincar prospek pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan di Asia Tenggara.
Di Asia Tenggara, terdapat peningkatan jumlah kelas menengah yang mulai beralih ke kendaraan listrik.
“Sikap geopolitik Asia Tenggara yang relatif netral memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan asal Tiongkok untuk tumbuh,” Gary Ng, ekonom senior di Natixis Corporate and Investment Bank di Hong Kong, mengatakan kepada This Week in Asia.
Namun sepertinya pasar Indonesia mulai gerah dengan membanjirnya mobil-mobil China di Indonesia, apalagi Pemerintah Indonesia memberi perlakuan istimewa terhadap mobil-mobil China dengan pemberian insentif.
Hai ini rupanya membuat Toyota memberikan warning kepada Pemerintah Indonesia. Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan bahwa seharusnya yang berhak mendapat insentif hanya mobil produksi dalam negeri. Mengingat produsen yang melakukan perakitan secara lokal telah berinvestasi besar.
"Berikanlah insentif kepada produk-produk yang bisa mengurangi emisi. Kedua, berikanlah insentif kepada produk-produk yang memang sudah diproduksi di dalam negeri, bukan yang import," kata Anton di arena GIIAS 2024, ICE BSD City, Tangerang, belum lama ini.
"Kalau produksi, saatnya kita berikan support karena itu berkontribusi langsung kepada ekonomi nasional," lanjutnya.
Mobil listrik saat ini mendapat kebijakan insentif berupa pembebasan pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk pembelian mobil listrik secara impor utuh (Completely Built-Up/CBU) dan terurai lengkap (Completely Knocked-Down/CKD).
Tapi, bagi produsen yang masih melakukan impor dan ingin menikmati insentif, maka harus berkomitmen membangun pabrik dalam lima tahun ke depan. Ini untuk memastikan bahwa mereka hadir bukan hanya untuk berjualan tapi juga ikut membangun ekosistem kendaraan listrik.
Uni Eropa mengikutinya dengan mengenakan tarif hingga 38 persen mulai tanggal 4 Juli pada tiga produsen kendaraan listrik Tiongkok: SAIC, Geely, dan BYD.
Keputusan tersebut diambil setelah penyelidikan anti-persaingan menemukan bahwa produsen mobil tersebut mendapat keuntungan dari "subsidi yang tidak adil" dari Beijing.
Hal ini mengancam akan melemahkan sektor manufaktur kendaraan listrik di Eropa, di mana harga kendaraan termurah buatan lokal bisa tiga kali lipat harga model China.
Menghadapi semakin sempitnya peluang di pasar Barat, para produsen mobil China mengincar prospek pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan di Asia Tenggara.
Di Asia Tenggara, terdapat peningkatan jumlah kelas menengah yang mulai beralih ke kendaraan listrik.
“Sikap geopolitik Asia Tenggara yang relatif netral memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan asal Tiongkok untuk tumbuh,” Gary Ng, ekonom senior di Natixis Corporate and Investment Bank di Hong Kong, mengatakan kepada This Week in Asia.
(wbs)