Terdampak Pandemi Corona, Masih Ada Harapan buat Automotif

Kamis, 16 April 2020 - 13:00 WIB
loading...
Terdampak Pandemi Corona, Masih Ada Harapan buat Automotif
Pandemi Covid-19 berdampak besar untuk industri automotif. Target penjualannya terpaksa tergerus setengah dibandingkan tahun lalu. Foto/SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 berdampak besar untuk industri automotif. Target penjualannya terpaksa tergerus setengah dibandingkan tahun lalu. Pabrik automotif pun terpaksa menghentikan sementara aktivitasnya. Tetapi, masih ada harapan bagi industri automotif, mengapa?

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) terpaksa menelan pil pahit. Target penjualan kendaraan bermotor yang ditargetkan mencapai 1,05 juta unit tahun ini terpaksa direvisi. Pandemi virus corona memaksa mereka memasang target baru, yakni 600.000 unit.

Penurunan target ini terbilang realistis. Pasalnya, sebelum wabah Covid-19 menyerang, penjualan kendaraan roda empat sudah melambat. Pada Januari, data Gaikindo menyebutkan bahwa penjualan keseluruhan tercatat sejumlah 79.983 unit. Angka itu menurun 2,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 82.155 unit.

Pada Februari, angkanya turun lagi menjadi 79.573 unit, kontras dengan capaian tahun lalu periode sama yang mencapai 81.809 unit. Tentu saja dengan kondisi saat ini, terutama saat pemerintah mengumumkan adanya pasien pertama Covid-19 pada awal Maret lalu, penjualan langsung turun. Tidak mengherankan jika Gaikindo langsung merevisi ulang target mereka. “China, Februari saja turun sampai 90%, tapi ya mau apa, ini kan bencana seluruh dunia," ujar Yohannes Nangoi, Ketua Umum Gaikindo.

Situasi semakin tidak ideal karena pandemi memaksa pelaku industri automotif menghentikan aktivitas mereka, sebut saja PT Astra Daihatsu Motor, PT Honda Prospect Motor, dan PT Toyota Motor Manufacturing Industries (TMMIN). Bukan tidak mungkin pabrikan lain yang memang memiliki pabrik di Indonesia perlahan-lahan mengikuti langkah tersebut.

Business Innovation, Marketing, and Sales Director PT HPM Yusak Billy menjelaskan, dalam kondisi pasar yang sedang turun saat ini, sangat penting untuk tetap menjaga level stok dan pasokan untuk konsumen agar tetap seimbang dengan permintaan pasar. Karena itu, mereka mau tidak mau melakukan penyesuaian dengan menghentikan sementara aktivitas produksi di pabrik selama 14 hari, mulai 13 April 2020.

“Selama masa ini, hanya lini produksi yang berhenti beroperasi, sementara operasional lain di pabrik dan head office masih tetap berjalan sesuai aturan pemerintah. Kami juga terus memonitor permintaan di pasar untuk mempersiapkan strategi yang tepat dalam menjalankan aktivitas produksi pada bulan-bulan mendatang,” ujar Yusak.

Direktur Eksekutif Indef (Institute for Development of Economics and Finance) Tauhid Ahmad mengatakan, saat ini penghentian aktivitas produksi memang bukan hal yang mengejutkan lagi. Pasalnya, tingkat konsumsi masyarakat memang terus menurun.

Saat ini masyarakat lebih memilih mengonsumsi makanan ketimbang nonmakanan. Jadi, sama sekali tidak ada pikiran menggunakan uang yang ada untuk konsumsi nonmakanan seperti membeli mobil baru.

Berkaca pada pengalaman sebelumnya, industri automotif memang sangat rentan pada pengaruh dari luar. Dia mencontohkan krisis finansial yang terjadi pada 2008. Krisis yang terjadi pada November 2008 itu membuat produksi industri automotif menurun drastis.

“Bulan November produksi 57.000 unit dan sampai tiga bulan menjadi 32.200 unit. Turunnya sangat besar, padahal itu hanya krisis keuangan. Ini lebih dari krisis keuangan, wajar jika penurunan (target) lebih dari separuh, karena penurunan di seluruh sektor juga akan lebih dari separuh,” ujarnya.

Hanya, dia mengatakan bahwa industri automotif masih punya harapan. Pasalnya, dari pengalaman krisis sebelumnya, industri automotif masih bisa terus berjalan. Hal ini terjadi karena industri automotif Indonesia banyak ditopang penanaman modal asing (PMA).

Tentu akan ada banyak pengorban yang dilakukan untuk bertahan, seperti melakukan efisiensi sumber daya manusia (SDM). Namun, dia mengatakan, industri juga perlu memperhatikan industri pendukung dan supplier. Sebab, banyak dari mereka tidak memiliki kemampuan finansial yang kuat.

“Saya sih optimistis automotif punya pasar besar, masih bisa bertahan, yang kasihan supplier. Supplier akan mengalami penurunan terdampak, kekuatan mempertahankan bahan baku dan financing tidak sekuat pusat,” bebernya.

Industri automotif juga bisa bertahan dengan mengandalkan kemampuan masyarakat menengah atas yang memang tidak terlalu terganggu krisis. Dia menilai hal ini akan memengaruhi produsen automotif dalam melakukan strategi penjualan. Konsumen loyal menjadi target utama penjualan automotif ketimbang pegawai bergaji tetap. Alasannya, minat membeli dari kalangan pegawai terganggu dengan ketidakstabilan konsumsi selama korona dan kecemasan tidak mendapat gaji ke-13.

"Misalnya, sekarang gaji pegawai tetap hampir keseluruhan ada yang terganggu. Contoh, PNS mulai digoyang oleh golongan lain yang tetap mendapat gaji 13 untuk THR, tapi golongan empat atau pejabat di atasnya akan berkurang, jadi akan berdampak untuk pembelian. Artinya, kemampuan mereka untuk melakukan pembelian kredit juga akan berdampak," tutur dia.

Namun, hal itu semua tetap bergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19. Semakin lama pemerintah mengatasi pandemi, waktu pemulihan akan semakin mundur. Jika pada Mei pemerintah tidak mampu melakukannya, krisis gelombang kedua bisa saja muncul dan itu yang perlu diantisipasi.

“Strategi yang perlu kita lakukan adalah mendorong pemerintah dalam menangani Covid-19 secara khusus. Setelah itu, baru bicara ekonomi karena semakin besar penanganan Covid-19 secara kesehatan, recovery ekonomi lebih baik,” ucapnya. (Wahyu Sibarani)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2181 seconds (0.1#10.140)