TPP Ancaman Sekaligus Peluang Bagi Industri Automotif
A
A
A
JAKARTA - Pasar automotif Indonesia memang saat ini memang sudah mulai menggeliat, meskipun kondisi ekonomi masih belum "sembuh benar". Menyikapi hal ini tentunya dibutuhkan sebuah strategi untuk penguatan kembali pasar automotif Tanah Air.
Apalagi Indonesia akan mengikuti skema kerjasama perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik atau Trans-Pacific Partnership (TPP) yang diikuti 12 negara. Diantaranya Amerika Serikat (AS), Australia, Brunei Darussalam, Chile, Jepang, Kanada, Malaysia, Meksiko, Peru, Selandia Baru, Singapura dan Vietnam.
Terkait skema kerjasama ini, Sekjen Institut Otomotif Indonesia Yanuarto WH mengungkapkan, salah satu ancaman nyata adalah terganggunya pasar “mobil murah” (low cost green car/LCGC) oleh mobil kecil (kei car) asal Jepang. Bukan tanpa alasan, melihat tren dan kemampuan masyarakat Indonesia masih di bawah dibanding beberapa negara lainnya, sudah pasti segmen ini paling kena dampaknya.
“Melihat GDP per kapita kita saat ini masih sekitar 3.500. Ini artinya, berada di medium low atau range harga untuk membeli mobil di bawah Rp200 juta. Di Jepang ada juga produk seperti LCGC, sehingga kalau dengan kondisi sekarang ada kemungkinan kita ekspor LCGC kesana atau Kei Car yang bisa masuk ke Indonesia,” ujar Yanuarto, saat acara Focus Group Discussion (FGD) oleh Forwin di Kemenperin, Rabu (1/6/2016).
Menurut Yanuarto, setelah bergabung dengan TPP, biaya impor kendaraan antar member otomatis menjadi lebih murah. Sehingga, tidak menutup kemungkinan kendaraan dari negara anggota TPP ikut dijual di Indonesia.
“Kalau Jepang mau ekspor kei car ke Indonesia itu artinya ancaman bagi kita karena akan bersaing dengan LCGC. Namun, kita masih punya waktu, bagaimana kita membuat peraturan dan strategi untuk melindungi industri otomotif nasional,” kata Yanuarto.
Sementara Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kemperin, I Gusti Putu Suryawirawan berpendapat lain, dengan adanya TPP akan membuat market automotif lebih besar, ini peluang dan membuka akses pasar.
"Bagi produsen automotif di Indonesia, TPP adalah peluang untuk meningkatkan akses pasar, memperbesar investasi serta mengembangkan daya saing akibat penurunan tarif bea masuk," ujarnya.
Dia mengatakan, saat ini dua negara dengan kapasitas produksi terbesar di Asia Tenggara yakni Indonesia dan Thailand belum memutuskan masuk ke dalam TPP. Namun jika Thailand masuk, maka Negeri Gajah Putih itu bersama negara ASEAN yang sudah lebih dulu bergabung akan meningkatkan kapasitas produksi automotifnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap pangsa pasar dan industri automotif di Indonesia.
Apalagi Indonesia akan mengikuti skema kerjasama perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik atau Trans-Pacific Partnership (TPP) yang diikuti 12 negara. Diantaranya Amerika Serikat (AS), Australia, Brunei Darussalam, Chile, Jepang, Kanada, Malaysia, Meksiko, Peru, Selandia Baru, Singapura dan Vietnam.
Terkait skema kerjasama ini, Sekjen Institut Otomotif Indonesia Yanuarto WH mengungkapkan, salah satu ancaman nyata adalah terganggunya pasar “mobil murah” (low cost green car/LCGC) oleh mobil kecil (kei car) asal Jepang. Bukan tanpa alasan, melihat tren dan kemampuan masyarakat Indonesia masih di bawah dibanding beberapa negara lainnya, sudah pasti segmen ini paling kena dampaknya.
“Melihat GDP per kapita kita saat ini masih sekitar 3.500. Ini artinya, berada di medium low atau range harga untuk membeli mobil di bawah Rp200 juta. Di Jepang ada juga produk seperti LCGC, sehingga kalau dengan kondisi sekarang ada kemungkinan kita ekspor LCGC kesana atau Kei Car yang bisa masuk ke Indonesia,” ujar Yanuarto, saat acara Focus Group Discussion (FGD) oleh Forwin di Kemenperin, Rabu (1/6/2016).
Menurut Yanuarto, setelah bergabung dengan TPP, biaya impor kendaraan antar member otomatis menjadi lebih murah. Sehingga, tidak menutup kemungkinan kendaraan dari negara anggota TPP ikut dijual di Indonesia.
“Kalau Jepang mau ekspor kei car ke Indonesia itu artinya ancaman bagi kita karena akan bersaing dengan LCGC. Namun, kita masih punya waktu, bagaimana kita membuat peraturan dan strategi untuk melindungi industri otomotif nasional,” kata Yanuarto.
Sementara Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kemperin, I Gusti Putu Suryawirawan berpendapat lain, dengan adanya TPP akan membuat market automotif lebih besar, ini peluang dan membuka akses pasar.
"Bagi produsen automotif di Indonesia, TPP adalah peluang untuk meningkatkan akses pasar, memperbesar investasi serta mengembangkan daya saing akibat penurunan tarif bea masuk," ujarnya.
Dia mengatakan, saat ini dua negara dengan kapasitas produksi terbesar di Asia Tenggara yakni Indonesia dan Thailand belum memutuskan masuk ke dalam TPP. Namun jika Thailand masuk, maka Negeri Gajah Putih itu bersama negara ASEAN yang sudah lebih dulu bergabung akan meningkatkan kapasitas produksi automotifnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap pangsa pasar dan industri automotif di Indonesia.
(dol)