Siapkan Motor Listrik, Lima Tantangan Harus Diatasi
A
A
A
Motor listrik masih mencari-cari skema untuk segera diberlakukan di Indonesia. Seperti apa perkembangannya dan apa saja pekerjaan rumah yang harus diselesaikan?
Motor listrik menjadi tema yang menarik lagi tahun ini. Apalagi Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu sempat jadi pusat perhatian karena menguji motor listrik buatan Garansindo Technologies, GESITS di Istana Negara. Presiden Jokowi bahkan mengutarakan keinginannya untuk memesan motor listrik tersebut jika sudah dipasarkan. Garansindo bahkan mengklaim siap memasarkan motor listrik tersebut pada tahun depan.
Namun, seberapa siapkah motor listrik menyapa masyarakat Indonesia. Membawa motor listrik ke pasar Indonesia saat ini memang jadi sebuah dilema. Diskursusnya sudah ada dan masif, namun dasar hukum untuk ke arah motorisasi kendaraan roda dua justru belum ada.
Ini diakui oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat membuka IMOS 2018 minggu lalu. Airlangga Hartarto mengatakan elektrifikasi sepeda motor memang berbeda dengan elektrifikasi roda empat. Dia mengatakan elektrifikasi mobil sudah memiliki peta jalan di mana peraturan low cost emission vehicle (LCEV) sudah jadi dasar untuk mewujudkan hadirnya mobil listrik di Indonesia.
“Motor listrik jadi salah satu yang sedang kita pelajari, seperti kalau di industri automotif (roda empat), kita dorong melalui program LCEV. Sementara untuk motor listrik, tentu kita lihat sinkronisasinya dengan industri motor berbasis elektrik. Bisnis model dan ekosistemnya seperti apa,” ujar Airlangga.
Dia mencontohkan Taiwan yang saat ini populasi motor listriknya sangat tinggi. Di Taiwan penggunaan motor listrik begitu tinggi karena baterai yang digunakan motor listrik bisa ditukar-tukar dengan cepat dan mudah. Bisnis baterai kemudian jadi bisnis yang menguntungkan di Taiwan.
“Tentu kita lihat bisnis model yang cocok di Indonesia seperti apa,” ujarnya. Dia melanjutkan, saat ini Kemenperin sedang melakukan studi dengan New Energy Technology Development Organization (NEDO) Jepang. Kemenperin bersama NEDO akan melihat bisnis model dan demo project yang berkaitan dengan motor listrik. “Tujuannya untuk kesiapan industri motor berbasis elektrik,” sebutnya.
Kehadiran motor listrik di Indonesia memang memiliki banyak tantangan. Menurut Thomas Wijaya, Direktur Marketing PT AHM, setidaknya ada lima tantangan yang harus diperhatikan dalam menjalankan industri motor listrik. Pertama, pemerintah harus menyelesaikan terlebih dahulu regulasi motor listrik di Indonesia.
“Ini bukan hanya dari sisi produk, tapi juga secara komprehensif. Kita juga bersama pemerintah dan lembaga riset sudah melakukan studi. Tentunya, pertama, soal regulasi, bagaimana peraturan soal elektrifikasi ini di negara kita,” ujar Thomas. Kedua, adalah pembangunan infrastruktur pendukung agar motor listrik bisa berkembang di Indonesia. Ketiga, menurut Thomas, adalah faktor keselamatan bagi pengguna.
“Juga dari sisi safety-nya. Jadi, katakanlah kenyamanan dan keamanan untuk konsumen. Jadi, bagaimana kenyamanan dan keamanan konsumen harus bisa kita akomodir,” sambungnya. Keempat, dari segi biaya, yang meliputi harga bahan baku, regulasi biaya pajak.
Kelima, dari sisi limbah yang harus terbuang dengan bersih agar tidak menimbulkan sampah yang menumpuk. “Jadi, bagaimana pengolahan limbah itu harus sangat ramah lingkungan dengan motor elektrifikasi ini,” kata Thomas.
Motor listrik menjadi tema yang menarik lagi tahun ini. Apalagi Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu sempat jadi pusat perhatian karena menguji motor listrik buatan Garansindo Technologies, GESITS di Istana Negara. Presiden Jokowi bahkan mengutarakan keinginannya untuk memesan motor listrik tersebut jika sudah dipasarkan. Garansindo bahkan mengklaim siap memasarkan motor listrik tersebut pada tahun depan.
Namun, seberapa siapkah motor listrik menyapa masyarakat Indonesia. Membawa motor listrik ke pasar Indonesia saat ini memang jadi sebuah dilema. Diskursusnya sudah ada dan masif, namun dasar hukum untuk ke arah motorisasi kendaraan roda dua justru belum ada.
Ini diakui oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat membuka IMOS 2018 minggu lalu. Airlangga Hartarto mengatakan elektrifikasi sepeda motor memang berbeda dengan elektrifikasi roda empat. Dia mengatakan elektrifikasi mobil sudah memiliki peta jalan di mana peraturan low cost emission vehicle (LCEV) sudah jadi dasar untuk mewujudkan hadirnya mobil listrik di Indonesia.
“Motor listrik jadi salah satu yang sedang kita pelajari, seperti kalau di industri automotif (roda empat), kita dorong melalui program LCEV. Sementara untuk motor listrik, tentu kita lihat sinkronisasinya dengan industri motor berbasis elektrik. Bisnis model dan ekosistemnya seperti apa,” ujar Airlangga.
Dia mencontohkan Taiwan yang saat ini populasi motor listriknya sangat tinggi. Di Taiwan penggunaan motor listrik begitu tinggi karena baterai yang digunakan motor listrik bisa ditukar-tukar dengan cepat dan mudah. Bisnis baterai kemudian jadi bisnis yang menguntungkan di Taiwan.
“Tentu kita lihat bisnis model yang cocok di Indonesia seperti apa,” ujarnya. Dia melanjutkan, saat ini Kemenperin sedang melakukan studi dengan New Energy Technology Development Organization (NEDO) Jepang. Kemenperin bersama NEDO akan melihat bisnis model dan demo project yang berkaitan dengan motor listrik. “Tujuannya untuk kesiapan industri motor berbasis elektrik,” sebutnya.
Kehadiran motor listrik di Indonesia memang memiliki banyak tantangan. Menurut Thomas Wijaya, Direktur Marketing PT AHM, setidaknya ada lima tantangan yang harus diperhatikan dalam menjalankan industri motor listrik. Pertama, pemerintah harus menyelesaikan terlebih dahulu regulasi motor listrik di Indonesia.
“Ini bukan hanya dari sisi produk, tapi juga secara komprehensif. Kita juga bersama pemerintah dan lembaga riset sudah melakukan studi. Tentunya, pertama, soal regulasi, bagaimana peraturan soal elektrifikasi ini di negara kita,” ujar Thomas. Kedua, adalah pembangunan infrastruktur pendukung agar motor listrik bisa berkembang di Indonesia. Ketiga, menurut Thomas, adalah faktor keselamatan bagi pengguna.
“Juga dari sisi safety-nya. Jadi, katakanlah kenyamanan dan keamanan untuk konsumen. Jadi, bagaimana kenyamanan dan keamanan konsumen harus bisa kita akomodir,” sambungnya. Keempat, dari segi biaya, yang meliputi harga bahan baku, regulasi biaya pajak.
Kelima, dari sisi limbah yang harus terbuang dengan bersih agar tidak menimbulkan sampah yang menumpuk. “Jadi, bagaimana pengolahan limbah itu harus sangat ramah lingkungan dengan motor elektrifikasi ini,” kata Thomas.
(don)