Efektifkah Pembatasan Usia Kendaraan Atasi Kemacetan?

Kamis, 10 Januari 2019 - 08:12 WIB
Efektifkah Pembatasan Usia Kendaraan Atasi Kemacetan?
Efektifkah Pembatasan Usia Kendaraan Atasi Kemacetan?
A A A
JAKARTA - Rencana pembatasan usia kendaraan pribadi kembali mengemuka. Langkah tersebut dinilai bisa menjadi solusi mengurangi kemacetan yang kerap dikeluhkan masyarakat terutama di kota-kota besar di Tanah Air.

Namun, pembatasan usia kendaraan pribadi harus diikuti ketersediaan sarana transportasi umum. Perlu kajian mendalam agar kebijakan tersebut bisa mengakomodasi semua pemangku kepentingan.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan, di negara lain seperti Singapura kebijakan pembatasan kendaraan sudah berjalan efektif. Kalau di Indonesia belum ada payung hukum yang mengatur soal batas usia kendaraan pribadi. Selama ini beleid yang ada hanya mengatur pembatasan usia kendaraan umum berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22/2009. Dalam undang-undang tersebut usia maksimal kendaraan umum 25 tahun untuk bus reguler, 10 tahun untuk bus pariwisata, dan 5 tahun untuk taksi.

“Makanya, saya kira ini ide yang bagus. Sejumlah negara bahkan punya lembaga yang khusus menghancurkan kendaraan yang sudah masuk usia atau tidak layak. Pembatasan usia kendaraan pribadi misalkan 10 tahun, 15 tahun, atau berapa itu penting,” ujar Budi di Jakarta kemarin.

Wacana pembatasan usia kendaraan pribadi ini pernah disampaikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2015. Pemprov DKI saat itu mengusulkan perubahan Perda Nomor 5/2014 tentang Transportasi. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa usia kendaraan angkutan umum dibatasi 10 tahun. Saat itu sempat diusulkan perubahan agar usia kendaraan pribadi juga dibatasi, tidak boleh berusia di atas 10 tahun.

Usulan serupa pernah juga disampaikan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang ingin agar usia kendaraan pribadi dibatasi penggunaannya. Harapannya, aturan ini mendorong industri automotif agar lebih berkembang. Namun, sejumlah usulan tersebut menguap begitu saja tanpa ada kelanjutan yang jelas hingga sekarang.

Budi menambahkan, pembatasan usia kendaraan pribadi merupakan bagian dari manajemen produksi yang harus dilakukan sebuah negara. Apalagi Indonesia sedang berbenah meningkatkan kualitas angkutan umum dan membangun infrastruktur transportasi massal.

Menurut Budi, jika penggunaan kendaraan pribadi tidak dibatasi, angkutan massal yang telah dibangun akan percuma. Artinya, pemerintah ke depan harus membuat manajemen lalu lintas pembatasan kendaraan pribadi di wilayah masing-masing.

Budi mencontohkan, dalam waktu dekat sejumlah fasilitas transportasi massal di DKI akan beroperasi secara penuh. Di antaranya mass rapid transit (MRT) Jakarta, light rail transit (LRT) Jabodebek, dan pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek.

Di luar negeri, beberapa negara sudah mencoba menerapkan pembatasan usia kendaraan. Di India, misalnya, batas usia kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan raya ialah 10 sampai 15 tahun, tergantung jenis kendaraan dan bahan bakar yang digunakan. Namun, mulai tahun depan aturan tersebut direvisi di mana batasnya akan dinaikkan menjadi 20 tahun.

Pemerintah China juga mencoba menerapkan peraturan transportasi yang ketat guna mengurangi polusi udara dan kemacetan. Pemerintah setempat berhasil merongsokkan sekitar 34.000 kendaraan yang berusia lebih dari 10 tahun pada 2016. Pemiliknya mendapatkan insentif untuk membeli mobil model baru.

Namun, di Inggris pemerintahnya justru menolak rancangan undang-undang perongsokan mobil yang melampaui usia 10-15 tahun. Mereka hanya meminta kendaraan tersebut diperiksa secara rutin dan tidak melanggar aturan lain yang sudah ditetapkan. Jika memenuhi kualifikasi, mobil itu boleh beroperasi. “Kami memang menetapkan batas usianya sekitar 15 tahun. Tapi, untuk menentukan ‘kedaluwarsanya’ kendaraan tentu sebaiknya lewat uji berkala kelayakan kendaraan,” ungkap Kementerian Transportasi Inggris, dikutip Financialexpress.com.

Usulan pembatasan usia kendaraan mendapat sambutan positif dari kalangan produsen automotif. Aturan tersebut dinilai akan mendorong permintaan produksi kendaraan di tengah stagnasi industri automotif dalam tiga tahun terakhir. “Tentu ada sisi positifnya kebijakan pembatasan usia kendaraan itu, secara produksi bisa lebih menguntungkan,” ujar Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto.

Namun, pemerintah harus realistis jika ingin menerapkan kebijakan baru terkait pembatasan usia kendaraan agar tidak memberatkan masyarakat. Sebab, tidak sedikit kendaraan berusia di atas 10 tahun masih sehat dan laik jalan karena perawatan yang baik. "Kita harus kaji dengan matang dan melibatkan semua sektor pada stakeholder terkait," pungkasnya.

Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil hingga November 2018 baru mencapai 960.000 unit dari target 1,2 juta unit hingga akhir 2018. Sekjen Gaikindo Kukuh Kumara menegaskan, wacana pembatasan mobil usia tua harus melalui studi dan evaluasi yang matang mengingat populasi mobil di Indonesia sangat besar.

Di Jakarta saja, setiap harinya kendaraan bermotor yang masuk ibu kota ini mencapai 18 juta unit. Sementara infrastruktur jalan dari tahun ke tahun tidak bertambah secara signifikan sehingga kemacetan tidak bisa dihindarkan. “(Solusi) harus menitikberatkan pada masalah aspek keamanannya, bukan hanya soal macetnya," kata Kukuh.

Untuk itu, Kementerian Perhubungan perlu melakukan studi perbandingan ke negara-negara lain di ASEAN. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan solusi yang tepat bagi kebijakan yang disiapkan. "Jangan langsung lempar wacana ke publik. Harus ada studi dulu," desak Kukuh.

Pengamat automotif yang juga instruktur safety driving, Jusri Palubuhu, menilai pembatasan umur kendaraan harus didasarkan pada kebutuhan. Dia mencontohkan beberapa daerah yang tingkat kemacetannya parah seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Medan. “Jangan langsung di seluruh Indonesia, karena banyak daerah yang populasi kendaraannya masih rendah,” ujarnya.

Perlu Aturan Jelas
Sekretaris Jenderal Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono. Di daerah tertentu pembatasan usia kendaraan idealnya harus sudah mulai dilakukan. Terutama di daerah yang rawan kemacetan seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek); Jawa Tengah, dan beberapa daerah di Sumatera.

“Tapi kebijakan itu akan terlaksana ideal jika infrastruktur angkutan massal sudah terpenuhi. Sehingga tidak ada alasan orang tetap menggunakan kendaraan pribadi,” ungkap Ateng.

Dia menambahkan, selama ini kepadatan kendaraan tidak merugikan travel time, tapi menimbulkan polusi udara melalui gas buang yang berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Dia juga menyarankan agar perangkat aturan harus disiapkan dari sisi pengawasan dan pelaksanaannya. “Selain itu, bagi pemegang merek kendaraan, pembatasan usia kendaraan ini akan sangat menguntungkan, karena produksi jadi pasti dan terjaga,” ucapnya.

Direktur Angkutan dan Multi Moda Direktorat Darat Kemenhub Ahmad Yani mengatakan, di Indonesia usia ekonomis kendaraan diatur oleh agen pemegang merek (APM). Kendaraan di atas usia lima tahun harus mendapatkan perawatan besar dan memakan biaya tinggi. "Sehingga lebih efisien jika kendaraan yang sudah tua tidak lagi digunakan," katanya.

Hal yang berbeda ada di negara lain. Mereka memiliki mesin penghancur kendaraan sehingga kendaraan yang sudah tidak terpakai bisa di hancurkan. Pemilik kendaraan sebelum membeli unit kendaraan baru harus memiliki sertifikat penghancuran dari lembaga terkait. "Kalau di Indonesia belum ada lembaga penghancuran kendaraan," katanya.

Bahkan, di negara lain kendaraan lebih tua harus membayar pajak lebih mahal. Biaya perawatan dan operasionalnya pun lebih mahal. Di Indonesia, hal yang terjadi justru sebaliknya.

Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno memperkirakan, pembatasan usia kendaraan sebagai instrumen pengendali kepadatan kendaraan tidak akan berjalan efektif. Menurutnya, selain tidak memiliki dasar aturan yang jelas, wacana itu juga berpotensi menguntungkan salah satu pihak, yakni industri automotif. “Sehingga masyarakat akan skeptis karena memunculkan dugaan kebijakan transaksional,” ujar Agus.

Dia menambahkan, upaya mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutan umum akan efektif jika transportasi publik tersedia dan andal. Aturan lain yang bisa diterapkan adalah skema jalan berbayar elektronik (ERP), tarif parkir yang mahal, serta pajak progresif kendaraan bermotor.

Ketua Indonesia Automotive Society (IAS) Nurdiansyah Ian Hasbara mendukung diberlakukannya pembatasan usia kendaraan. Sudah saatnya Indonesia mengimplementasikan pembatasan usia kendaraan. Hanya, dia mengingatkan, kebijakan baru tersebut akan berkaitan dengan berbagai faktor termasuk kebiasaan masyarakat menggunakan transportasi umum.

Menurut Nurdiansyah, pembatasan usia kendaraan akan sukses apabila infrastruktur dan sistem moda transportasi umum di Indonesia terlebih dulu disiapkan. (Ichsan Amin/Hafid Fuad/Anton C)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7280 seconds (0.1#10.140)