Cenits Dorong Optimalisasi Energi Terbarukan untuk Kendaraan Listrik
A
A
A
JAKARTA - Saat ini merupakan masa transisi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Dalam kaitannya dengan transportasi, kendaraan listrik diyakini sebagai kendaraan masa depan. Konsekuensinya, kebutuhan listrik akan sangat besar. Proyek listrik 35.000 Megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah memang bisa menjadi salah satu solusi kebutuhan besar terhadap listrik sebagai sumber tenaga kendaraan mobil pribadi maupun transportasi massal.
Sayangnya, kebanyakan pembangkit listrik masih penggunaan batubara yang menyumbangkan kenaikan emisi karbon. Untuk itu, Centre for Energy and Innovation Technology Studies (Cenits) mendorong optimalisasi energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik sektor transportasi di masa mendatang. ”Kami ingin sebagai sumber energi dari kendaraan listrik berbasis energi terbarukan,” ujar Founder Cenits, Soni Fahruri, dalam diskusi bertema Mencari Solusi Energi Sektor Transportasi di Era Revolusi Industri 4.0, Selasa (23/4) malam.
Menurut Soni, kebutuhan listrik bisa dipenuhi melalui Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) yang bersumber dari solar PV atau panel surya. Memang, komponen terbesar dalam investasi solar PV adalaah ketersediaan lahan. Namun hal ini bisa diatasi dengan memanfaatkan lahan kosong sepanjang jalan tol, atap gedung dan rumah. “Jadi, investasi lahan menjadi seakan nol,” katanya.
Advisor CENITS, Danang Wahyu Widodo, menyampaikan bahwa di balik keniscayaan disrupsi energi pada sektor transportasi, ada merupakan peluang bisnis baru yang seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik. Menurut dia, Indonesia merupakan market incaran produsen mobil di dunia, khususnya untuk kendaraan listrik berjenis full electric battery seperti Mitsubishi, Nissan, BMW, Tesla, Chevrolet, dan Wuling.
Banyaknya produk yang akan masuk membuka peluang bisnis pengelolaan baterai bekas atau limbah mobil listrik. ”Hal ini perlu jauh-jauh sudah dipikirkan. Bahkan Tesla mengelontorkan dana yang sangat besar untuk melakukan riset dalam pengelolaan limbah baterai,” katanya.
Di tempat yang sama, Vice President PT PLN (Persero), Zainal Arifin menjelaskan PLN sudah terlibat dalam penyediaan SPLU pada forum APEC pada 2013 di Bali. SPLU PLN untuk mobil listrik sudah siap diproduksi secara massal dan sejumlah purwarupa pun telah tersedia di lingkungan PLN.
Menurut Zainal, PLN bahkan sudah menyiapkan SPLU untuk sepeda motor listrik dan UMKM. Saat ini ini jumlahnya sudah mencapai 1.500 unit yang tersebar di wilayah Jakarta Raya. PLN, katanya, memberikan potongan harga untuk waktu pengisian listrik antara pukul 22.00 hingga 05.00 WIB. Selain itu, PLN memberikan insentif bagi pemilik kendaraan listrik yang melakukan pengisian di rumah. ”Kami sedang mengembangkan model bisnis kerja sama dalam penyediaan SPLU,” kata alumnus ITS Surabaya itu.
Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi menyampaikan bahwa sektor industri kendaraan listrik masih perlu banyak pembenahan. Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan peraturan presiden sebagai payung hukum pengembangan kendaraan listrik. ”Tentu kami berharap perpres yang sedang disiapkan akan mampu mempercepat pengembangan kendaaran listrik,” ujarnya.
Sayangnya, kebanyakan pembangkit listrik masih penggunaan batubara yang menyumbangkan kenaikan emisi karbon. Untuk itu, Centre for Energy and Innovation Technology Studies (Cenits) mendorong optimalisasi energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik sektor transportasi di masa mendatang. ”Kami ingin sebagai sumber energi dari kendaraan listrik berbasis energi terbarukan,” ujar Founder Cenits, Soni Fahruri, dalam diskusi bertema Mencari Solusi Energi Sektor Transportasi di Era Revolusi Industri 4.0, Selasa (23/4) malam.
Menurut Soni, kebutuhan listrik bisa dipenuhi melalui Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) yang bersumber dari solar PV atau panel surya. Memang, komponen terbesar dalam investasi solar PV adalaah ketersediaan lahan. Namun hal ini bisa diatasi dengan memanfaatkan lahan kosong sepanjang jalan tol, atap gedung dan rumah. “Jadi, investasi lahan menjadi seakan nol,” katanya.
Advisor CENITS, Danang Wahyu Widodo, menyampaikan bahwa di balik keniscayaan disrupsi energi pada sektor transportasi, ada merupakan peluang bisnis baru yang seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik. Menurut dia, Indonesia merupakan market incaran produsen mobil di dunia, khususnya untuk kendaraan listrik berjenis full electric battery seperti Mitsubishi, Nissan, BMW, Tesla, Chevrolet, dan Wuling.
Banyaknya produk yang akan masuk membuka peluang bisnis pengelolaan baterai bekas atau limbah mobil listrik. ”Hal ini perlu jauh-jauh sudah dipikirkan. Bahkan Tesla mengelontorkan dana yang sangat besar untuk melakukan riset dalam pengelolaan limbah baterai,” katanya.
Di tempat yang sama, Vice President PT PLN (Persero), Zainal Arifin menjelaskan PLN sudah terlibat dalam penyediaan SPLU pada forum APEC pada 2013 di Bali. SPLU PLN untuk mobil listrik sudah siap diproduksi secara massal dan sejumlah purwarupa pun telah tersedia di lingkungan PLN.
Menurut Zainal, PLN bahkan sudah menyiapkan SPLU untuk sepeda motor listrik dan UMKM. Saat ini ini jumlahnya sudah mencapai 1.500 unit yang tersebar di wilayah Jakarta Raya. PLN, katanya, memberikan potongan harga untuk waktu pengisian listrik antara pukul 22.00 hingga 05.00 WIB. Selain itu, PLN memberikan insentif bagi pemilik kendaraan listrik yang melakukan pengisian di rumah. ”Kami sedang mengembangkan model bisnis kerja sama dalam penyediaan SPLU,” kata alumnus ITS Surabaya itu.
Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi menyampaikan bahwa sektor industri kendaraan listrik masih perlu banyak pembenahan. Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan peraturan presiden sebagai payung hukum pengembangan kendaraan listrik. ”Tentu kami berharap perpres yang sedang disiapkan akan mampu mempercepat pengembangan kendaaran listrik,” ujarnya.
(mim)