Tokyo Motor Show: Mobil Listrik Harus Kecil dan Murah
A
A
A
TOKYO - Ternyata ada persamaan tren mobil listrik di Tokyo Motor Show (TMS) 2019 dan kei car: sama-sama berukuran kompak. Juga sama-sama ditujukan untuk berkendara jarak pendek serta penggunaan harian.
Saat ini pabrikan mobil di seluruh dunia memang sedang berlomba-lomba beralih ke kendaraan listrik. Karena dianggap ramah lingkungan, rendah emisi, serta hemat energi dibandingkan bahan bakar fosil seperti bensin atau solar.
Tapi, cara pabrikan Jepang beralih ke listrik sedikit berbeda dibanding General Motors, VW, atau pemain global lainnya yang berfokus ke kendaraan listrik berukuran normal, bahkan SUV, untuk bisa bersaing dengan pemimpin pasar seperti Tesla Model 3.
Di Tokyo Motor Show, Honda, Nissan, hingga Toyota terlihat sama-sama memamerkan mobil listrik (electric vehicles/EV) berukuran kompak, dirancang untuk jarak dekat, dengan kecepatan terbatas (misalnya 60 km/jam).
Ini sebenarnya wajar. Kendaraan kompak dibutuhkan untuk melalui jalanan kota Jepang yang kecil-kecil, tempat parkir yang padat dan terbatas, juga kondisi penduduk yang sebagian besar berusia tua.
Filosofi Kei Car
Konsep itu sebenarnya sama dengan kei car, model kelas mini yang sangat populer di Jepang. Bermesin 660 cc, dimensi tinggi maksimal 2 meter dan lebar maksimal 1,48 meter, serta harga yang relatif terjangkau (biasanya dimulai dari USD10.000) itu sangat diminati, mengakomodir sepertiga penjualan mobil di Jepang selama 2018 silam.
Honda N-Box, yang juga termasuk kei car, misalnya, menjadi mobil terlaris di Jepang dengan penjualan 241,870 unit sepanjang tahun lalu. Tidak hanya di kota-kota besar, di kawasan pedesaan dan kota-kota kecil saya juga banyak bertemu kei car. Dan mobil seperti ini menjalankan fungsinya dengan sangat baik. Irit, kompak tapi kabinnya lega, murah dan bersubsidi, serta praktis untuk berkeliling kota-kota kecil di Jepang yang tidak macet.
Maka, di TMS 2019, pabrikan Jepang seolah sepakat, mobil listrik idealnya punya filosofi sama dengan kei car. Kecil, untuk jarak pendek, atau penggunaan harian. Bisa untuk mobil kedua. Sementara mobil pertama untuk kebutuhan jarak jauh, ada mobil hybrid atau berbahan bakar hidrogen seperti Toyota Clarity dan Mirai.
Nissan, pabrikan terbesar kedua di Jepang, memperlihatkan bagaimana model IMk dengan tampilan kei car atau mini car. Begitu juga dengan Honda, lewat Honda e yang berkonsep ”lebih kecil lebih baik”. Honda e adalah mobil hatchback elektrik empat penumpang yang dikenalkan di awal 2019.
Honda berencana menjual Honda e di pasar Eropa dan Jepang pada 2020 dengan harga USD32.000, bersaing dengan Tesla Model 3 yang dibanderol mulai USD39.000.
Sebenarnya strategi mobil listrik berukuran kompak bukan hal baru. Smart, anak perusahaan Daimler AG, sudah merilis mobil listrik bertenaga baterai di varian Fortwo mereka yang hanya punya 2 penumpang bertahun-tahun lalu. Tapi, peminatnya sedikit. Dengan banderol USD20.000, harganya sama dengan sedan empat penumpang di Amerika.
Pasar Domestik Jepang
Bisa jadi, elektrik kompak saat ini hanya relevan untuk pasar domestik Jepang. Tapi, baik Honda, Nissan, dan Toyota optimistis produk mereka kedepannya juga akan diminati secara global. Termasuk di pasar Eropa, Amerika, dan China. Seiring aturan emisi kendaraan yang semakin ketat.
Satoshi Nagashima, managing partner di Roland Berger Japan, menyebut bahwa kebutuhan mobil listrik kecil di Jepang sudah sangat terasa. ”Karena Jepang mengahadapi masalah soal besarnya populasi warga berusia lanjut, dan mobilitas,” ungkap Satoshi. ”Kendaraan kecil untuk jarak pendek punya pasar niche disini. Ini akan jadi persaingan para pabrikan kedepannya,” tambahnya.
Saya sendiri sempat mengobrol dengan salah Tatsuya, salah seorang pemilik kendaraan listrik yang sedang mencharge baterai di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di tempat istirahat (rest area) dalam perjalanan dari Tokyo menuju Motegi. Menurut Tatsuya, alasannya beralih ke kendaraan listrik adalah jauh lebih hemat dibanding bensin. ”Dan selama menggunakannya, saya tidak menemui kesulitan yang berarti,” ungkapnya.
Target Besar
President dan CEO Honda Takahiro Hachigo sudah punya target besar. Pabrikan ketiga di Jepang itu menargetkan dua pertiga dari mobilnya yang dipasarkan global pada 2030 adalah mobil listrik. Di Eropa, semua varian Honda sudah harus mobil listrik atau minimal hybrid di 2025.
Pada 2030, Honda juga menargetkan 15 persen dari penjualan mereka adalah listrik. Bandingkan dengan 2018, ketika total kendaraan listrik dan hybrid mereka secara global hanya 7 persen. ”Strategi beralih ke listrik ini kami sebut Honda e:Technology,” ujar Hachigo di Tokyo Motor Show 2019.
Selain itu, Honda e, mobil listrik terbaru Honda, itu juga dilengkapi personal assistant, teknologi kecerdasan buatan yang membuat mobil tidak lagi sekadar kendaraan. Tapi juga “teman” pagi pengemudinya.
Saat ini pabrikan mobil di seluruh dunia memang sedang berlomba-lomba beralih ke kendaraan listrik. Karena dianggap ramah lingkungan, rendah emisi, serta hemat energi dibandingkan bahan bakar fosil seperti bensin atau solar.
Tapi, cara pabrikan Jepang beralih ke listrik sedikit berbeda dibanding General Motors, VW, atau pemain global lainnya yang berfokus ke kendaraan listrik berukuran normal, bahkan SUV, untuk bisa bersaing dengan pemimpin pasar seperti Tesla Model 3.
Di Tokyo Motor Show, Honda, Nissan, hingga Toyota terlihat sama-sama memamerkan mobil listrik (electric vehicles/EV) berukuran kompak, dirancang untuk jarak dekat, dengan kecepatan terbatas (misalnya 60 km/jam).
Ini sebenarnya wajar. Kendaraan kompak dibutuhkan untuk melalui jalanan kota Jepang yang kecil-kecil, tempat parkir yang padat dan terbatas, juga kondisi penduduk yang sebagian besar berusia tua.
Filosofi Kei Car
Konsep itu sebenarnya sama dengan kei car, model kelas mini yang sangat populer di Jepang. Bermesin 660 cc, dimensi tinggi maksimal 2 meter dan lebar maksimal 1,48 meter, serta harga yang relatif terjangkau (biasanya dimulai dari USD10.000) itu sangat diminati, mengakomodir sepertiga penjualan mobil di Jepang selama 2018 silam.
Honda N-Box, yang juga termasuk kei car, misalnya, menjadi mobil terlaris di Jepang dengan penjualan 241,870 unit sepanjang tahun lalu. Tidak hanya di kota-kota besar, di kawasan pedesaan dan kota-kota kecil saya juga banyak bertemu kei car. Dan mobil seperti ini menjalankan fungsinya dengan sangat baik. Irit, kompak tapi kabinnya lega, murah dan bersubsidi, serta praktis untuk berkeliling kota-kota kecil di Jepang yang tidak macet.
Maka, di TMS 2019, pabrikan Jepang seolah sepakat, mobil listrik idealnya punya filosofi sama dengan kei car. Kecil, untuk jarak pendek, atau penggunaan harian. Bisa untuk mobil kedua. Sementara mobil pertama untuk kebutuhan jarak jauh, ada mobil hybrid atau berbahan bakar hidrogen seperti Toyota Clarity dan Mirai.
Nissan, pabrikan terbesar kedua di Jepang, memperlihatkan bagaimana model IMk dengan tampilan kei car atau mini car. Begitu juga dengan Honda, lewat Honda e yang berkonsep ”lebih kecil lebih baik”. Honda e adalah mobil hatchback elektrik empat penumpang yang dikenalkan di awal 2019.
Honda berencana menjual Honda e di pasar Eropa dan Jepang pada 2020 dengan harga USD32.000, bersaing dengan Tesla Model 3 yang dibanderol mulai USD39.000.
Sebenarnya strategi mobil listrik berukuran kompak bukan hal baru. Smart, anak perusahaan Daimler AG, sudah merilis mobil listrik bertenaga baterai di varian Fortwo mereka yang hanya punya 2 penumpang bertahun-tahun lalu. Tapi, peminatnya sedikit. Dengan banderol USD20.000, harganya sama dengan sedan empat penumpang di Amerika.
Pasar Domestik Jepang
Bisa jadi, elektrik kompak saat ini hanya relevan untuk pasar domestik Jepang. Tapi, baik Honda, Nissan, dan Toyota optimistis produk mereka kedepannya juga akan diminati secara global. Termasuk di pasar Eropa, Amerika, dan China. Seiring aturan emisi kendaraan yang semakin ketat.
Satoshi Nagashima, managing partner di Roland Berger Japan, menyebut bahwa kebutuhan mobil listrik kecil di Jepang sudah sangat terasa. ”Karena Jepang mengahadapi masalah soal besarnya populasi warga berusia lanjut, dan mobilitas,” ungkap Satoshi. ”Kendaraan kecil untuk jarak pendek punya pasar niche disini. Ini akan jadi persaingan para pabrikan kedepannya,” tambahnya.
Saya sendiri sempat mengobrol dengan salah Tatsuya, salah seorang pemilik kendaraan listrik yang sedang mencharge baterai di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di tempat istirahat (rest area) dalam perjalanan dari Tokyo menuju Motegi. Menurut Tatsuya, alasannya beralih ke kendaraan listrik adalah jauh lebih hemat dibanding bensin. ”Dan selama menggunakannya, saya tidak menemui kesulitan yang berarti,” ungkapnya.
Target Besar
President dan CEO Honda Takahiro Hachigo sudah punya target besar. Pabrikan ketiga di Jepang itu menargetkan dua pertiga dari mobilnya yang dipasarkan global pada 2030 adalah mobil listrik. Di Eropa, semua varian Honda sudah harus mobil listrik atau minimal hybrid di 2025.
Pada 2030, Honda juga menargetkan 15 persen dari penjualan mereka adalah listrik. Bandingkan dengan 2018, ketika total kendaraan listrik dan hybrid mereka secara global hanya 7 persen. ”Strategi beralih ke listrik ini kami sebut Honda e:Technology,” ujar Hachigo di Tokyo Motor Show 2019.
Selain itu, Honda e, mobil listrik terbaru Honda, itu juga dilengkapi personal assistant, teknologi kecerdasan buatan yang membuat mobil tidak lagi sekadar kendaraan. Tapi juga “teman” pagi pengemudinya.
(wbs)