Perang Mobil Listrik Dimulai, Musk Gelontor 4 Miliar Euro

Selasa, 19 November 2019 - 07:22 WIB
Perang Mobil Listrik Dimulai, Musk Gelontor 4 Miliar Euro
Perang Mobil Listrik Dimulai, Musk Gelontor 4 Miliar Euro
A A A
Bukan Elon Musk kalau tidak membuat gebrakan dalam berbisnis. Pekan lalu dia mengumumkan rencana investasi 4 miliar euro untuk pabrik barunya di Berlin, Jerman. Pabrik raksasa itu akan memproduksi 15.000 mobil setiap tahunnya pada 2021. Ambisi besar dan cita-cita masa depan selalu melekat pada Musk. Pekan lalu Musk berhasil menempatkan 60 satelit baru di orbit Bumi dengan SpaceX.
Itu menjadi bagian Starlink Constellation milik Musk yang akan mengirimkan 42.000 satelit. Melalui SpaceX, Musk pun berniat untuk mengirim misi ke Mars pada Juli 2033. Untuk rencana pembangunan pabrik raksasa di Berlin, Tesla membangun medan pertarungan baru untuk membangun supremasi mobil listrik.

Medan tersebut tepat dibangun di jantung produsen mobil Eropa seperti Volkswagen, Daimler, dan BMW. Padahal, Berlin bukanlah kota mobil. Namun, Tesla menghidupkan pemandangan teknologi karena Tesla bukan lagi produsen mobil, melainkan produsen teknologi.

Pilihan Berlin bagi Musk memang sangat masuk akal. Jerman merupakan pasar mobil listrik terbesar di Eropa. Orang Jerman suka mengendarai mobil dan peduli dengan lingkungan. Di Jerman, pemerintah memberikan insentif besar bagi pembeli mobil listrik. Subsidi untuk pembeli mobil listrik dinaikkan dari 6.000 euro dari 4.000 euro dan diperpanjang hingga 2025.

Musk juga ingin langsung berhadapan dengan rival produsen mobil listrik langsung di Jerman. Volkswagen meluncurkan strategi total untuk memproduksi mobil listrik untuk melawan Tesla. September lalu, perusahaan raksasa Jerman meluncurkan ID.3, mobil listrik pertama dengan platform baru.

Berlin juga akan dibanjiri mobil listrik Golf yang diproduksi VW yang tersedia untuk WeShare, perusahaan berbagai mobil di Jerman. Secara penjualan mobil listrik di seluruh dunia, Tesla telah menjual 220.000 mobil listrik pada 2018. Menurut data LMC Automotive, pesaing terdekatnya adalah BAIC Group, perusahaan milik pemerintah China, menjual 70.000.

Sementara aliansi Renault, Nissan dan Mitsubishi Motor, menjual 130.000 mobil listrik. Volkswagen BMW dan Daimler masing-masing menjual 26.000, 33.000 dan 14.400 mobil listrik. Adapun Toyota sebagai produsen mobil terbesar kedua di dunia lebih fokus memilih mobil hibrida dan hanya menjual 1.000 mobil listrik.

Pertanyaannya adalah apakah Tesla mampu mempertahankan pertarungan global mobil listrik dengan rencana investasi ke Berlin? Tidak ada konsensus di antara eksekutif industri dan analis yang menyebutkan adanya adopsi massal terhadap mobil listrik karena faktor subsidi pemerintah, tekanan dari otoritas, dan murahnya produksi baterai.

"Faktor tersebut menjadi industri tradisional berpindah ke mobil listrik lebih serius dan lebih cepat dibandingkan apa yang diperkirakan sebelumnya," kata Max Waburton, analis firma peneliti dari Bernstein. "Dan itu kini benar-benar terjadi,"ujarnya.

Menurut Bernstein, penurunan harga baterai memicu produsen mobil fokus memproduksi mobil listrik dan menggantikan mobil bensin dan diesel pada 2020. Ditambah lagi, menurut Al Bedwell, direktur LMC Automotive, memandang investasi besar-besaran telah dikucurkan ke mobil listrik. "Saya sudah meneliti perkembangan mobil listrik selama 20 tahun. Perasaan saya melihat, perkembangan ini tidak terhentikan," ujarnya.

Bedwell mengungkapkan, produsen mobil tradisional bergerak menuju mobil listrik karena regulasi Uni Eropa yang mewajibkan pabrik mobil mengurangi emisi karbondioksida awal tahun depan. Di China, pasar terbesar mobil listrik, pemerintahan juga mengimplementasi pembatasan emisi.

Pekan lalu Musk mengungkapkan rencana pembangunan rencana pabrik raksasa atau Gigafactory di Berlin. Langkah tersebut setelah dia berinvestasi besar untuk pabrik Tesla di China yang baru mulai beroperasi sekitar tiga pekan lalu. Sebelumnya, Tesla telah memiliki pabrik perakitan di Belanda. Di Jerman, pabrik Tesla akan lebih besar.

“Semua orang mengetahui kalau teknologi Jerman memang luar biasa dan itu menjadi alasan perlunya membangun Gigafactory Eropa di Jerman,” ujar Musk. Dia mengesampingkan Inggris sebagai lokasi pabrik karena adanya skandal Brexit (Britain Exit). “Brexit membuat investasi terlalu berisiko untuk membangun Gigafactory di Inggris,” ujarnya.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7999 seconds (0.1#10.140)