Tren Selfie dan Tongsis Masih Akan Populer
A
A
A
JAKARTA - Foto narcis alias selfie mewabah pada 2013, diikuti popularitas selfie stick atau tongkat narsis (tongsis) pada 2014. Tahun ini, baik tren selfie maupun tongsis diprediksi tetap akan populer, kendati sebagian negara melarang alat sederhana tersebut.
Sebagai alat bantu dalam berfoto, pengguna cukup memasang kamera atau ponsel ke ujung holder, setel timer di kamera, dan pengguna bisa mendapat hasil foto sendiri ataupun bersama-sama dengan optimal, tanpa meminta bantuan orang lain untuk mengambil foto.
Anindito Respati Giyardani mengklaim sebagai penemu pertama tongsis di Indonesia. Idenya lahir dari kecintaan masyarakat yang gemar melakukan selfie bersama dengan jumlah orang yang cukup banyak.
"Idenya simpel saja. Saya ingin tongsis bisa dimanfaatkan sebagai alat foto bersama-sama tanpa harus ada satu orang yang dikorbankan karena harus mengambil foto, atau meminta bantuan orang lain,” ungkap Babab Dito, sapaan akrabnya.
Pada 2014 majalah Time memasukkan tongsis ke dalam The 25 Best Inventions of 2014 bersanding dengan Apple Watch hingga Microsoft Surface Pro 3.
Time menyebut tongsis memberi nilai tambah terhadap kegiatan mengambil foto diri. Selama tahun lalu, tongsis begitu mendunia, hingga penggunaannya sampai dilarang di beberapa tempat. Di Paris, Roma, dan New York, tongsis tidak boleh di bawah ke dalam museum karena dikhawatirkan bisa menyenggol dan merusak benda-benda seni bernilai tinggi.
Di Korea Selatan penjualan tongsis yang tidak diregistrasi bisa dikenakan denda puluhan juta rupiah. Menariknya, sejumlah pertunjukkan konser musik kelas dunia seperti Coachella dan Lollapalooza pun melarang penggunaan tongsis. Alasannya, pertama terkait keamanan, dan kedua dianggap mengganggu interaksi antara musisi dan fans.
Lalu bagaimana di Indonesia? Diperkirakan tahun ini tongsis tetap ramai dipakai. ”Tongsis menjadi benda wajib yang harus dibawa ketika berpergian, terutama bagi mereka yang suka mengabadikan momen. Kadangkala, mengambil foto selfie tidak cukup hanya dengan jangkauan tangan,” ungkap Babab.
Dia memandang selama sosial media masih marak dan keinginan berfoto masih tinggi, tongsis akan tetap digunakan. Ungkapan Babab bisa dilihat dari maraknya penggunaan tongsis oleh komunitas, seperti GoPro Indonesia (GoProID).
Anggota GoProID Yogyakarta, Lutfi Rahmad mengatakan, tongsis tetap banyak digunakan pengguna kamera aksi GoPro sebagai alat bantu hunting foto. Alasannya sederhana, tongsis membantu untuk mengambil gambar dengan jangkauan view cukup luas.
”Rasanya hampir semua anggota GoProID punya tongsis. Bahkan, saya punya dua model untuk kamera biasa dan khusus yang memiliki mounting GoPro. Kami merasa sangat terbantu,” ungkap Lutfi, yang memiliki akun Instagram @geligelo ini.
Anggota GoProID Yogyakarta lainnya, Muhammad Ikhsan, mengaku selalu membawa tongsis ketika bepergian. ”Dengan cakupan view luas, foto saya bisa memperlihatkan latar tempat atau lokasi foto yang indah, bukan semata-mata selfie,” ungkapnya.
”Selain itu, ketika kita berada di lokasi yang sepi dan tidak ada orang, tetap bisa mengabadikan foto dengan nyaman,” tambah pemilik akun Instagram @ikhsan_sr ini.
Sebagai alat bantu dalam berfoto, pengguna cukup memasang kamera atau ponsel ke ujung holder, setel timer di kamera, dan pengguna bisa mendapat hasil foto sendiri ataupun bersama-sama dengan optimal, tanpa meminta bantuan orang lain untuk mengambil foto.
Anindito Respati Giyardani mengklaim sebagai penemu pertama tongsis di Indonesia. Idenya lahir dari kecintaan masyarakat yang gemar melakukan selfie bersama dengan jumlah orang yang cukup banyak.
"Idenya simpel saja. Saya ingin tongsis bisa dimanfaatkan sebagai alat foto bersama-sama tanpa harus ada satu orang yang dikorbankan karena harus mengambil foto, atau meminta bantuan orang lain,” ungkap Babab Dito, sapaan akrabnya.
Pada 2014 majalah Time memasukkan tongsis ke dalam The 25 Best Inventions of 2014 bersanding dengan Apple Watch hingga Microsoft Surface Pro 3.
Time menyebut tongsis memberi nilai tambah terhadap kegiatan mengambil foto diri. Selama tahun lalu, tongsis begitu mendunia, hingga penggunaannya sampai dilarang di beberapa tempat. Di Paris, Roma, dan New York, tongsis tidak boleh di bawah ke dalam museum karena dikhawatirkan bisa menyenggol dan merusak benda-benda seni bernilai tinggi.
Di Korea Selatan penjualan tongsis yang tidak diregistrasi bisa dikenakan denda puluhan juta rupiah. Menariknya, sejumlah pertunjukkan konser musik kelas dunia seperti Coachella dan Lollapalooza pun melarang penggunaan tongsis. Alasannya, pertama terkait keamanan, dan kedua dianggap mengganggu interaksi antara musisi dan fans.
Lalu bagaimana di Indonesia? Diperkirakan tahun ini tongsis tetap ramai dipakai. ”Tongsis menjadi benda wajib yang harus dibawa ketika berpergian, terutama bagi mereka yang suka mengabadikan momen. Kadangkala, mengambil foto selfie tidak cukup hanya dengan jangkauan tangan,” ungkap Babab.
Dia memandang selama sosial media masih marak dan keinginan berfoto masih tinggi, tongsis akan tetap digunakan. Ungkapan Babab bisa dilihat dari maraknya penggunaan tongsis oleh komunitas, seperti GoPro Indonesia (GoProID).
Anggota GoProID Yogyakarta, Lutfi Rahmad mengatakan, tongsis tetap banyak digunakan pengguna kamera aksi GoPro sebagai alat bantu hunting foto. Alasannya sederhana, tongsis membantu untuk mengambil gambar dengan jangkauan view cukup luas.
”Rasanya hampir semua anggota GoProID punya tongsis. Bahkan, saya punya dua model untuk kamera biasa dan khusus yang memiliki mounting GoPro. Kami merasa sangat terbantu,” ungkap Lutfi, yang memiliki akun Instagram @geligelo ini.
Anggota GoProID Yogyakarta lainnya, Muhammad Ikhsan, mengaku selalu membawa tongsis ketika bepergian. ”Dengan cakupan view luas, foto saya bisa memperlihatkan latar tempat atau lokasi foto yang indah, bukan semata-mata selfie,” ungkapnya.
”Selain itu, ketika kita berada di lokasi yang sepi dan tidak ada orang, tetap bisa mengabadikan foto dengan nyaman,” tambah pemilik akun Instagram @ikhsan_sr ini.
(dmd)