Studi: Mayoritas Warga Amerika Ternyata Ogah Beli Mobil Listrik
loading...
A
A
A
AMERIKA - Walau Amerika menjadi salah satu negara dengan perkembangan mobil listrik tercepat, tapi studi terbaru membuktikan sebaliknya terkait penerimaan konsumen.
Faktanya, mayoritas warga Amerika masih ogah membeli mobil listrik dalam jangka panjang. Bahkan, mereka yang sudah memiliki mobil listrik pun merasa kapok dan bakal kembali ke mobil bensin.
Terlepas dari hal tersebut, penjualan kendaraan listrik di Amerika saat ini sedang meroket. Diprediksi bakal mencapai 1 juta unit tahun ini.
Pemberitaan terhadai industri dan ekosistem mobil listrik di Amerika pun terus ramai, diiringi banyaknya model mobil listrik baru diluncurkan ke pasar. Mulai dari truk, mobil sport, dan lainnya.
Hanya saja, mayoritas warga Amerika mengaku belum mau beralih dari mobil internal combustion engine (ICE).
Hal tersebut terlihat dari polling Yahoo Finance dan Ipso. Sekitar 57 persen responsen mengaku ogah membeli mobil listrik ketika akan berganti mobil baru. Dalam survei ini, mobil listrik dikategorikan full electric dan plug-in hybrid yang punya baterai besar. Jadi, mobil hybrid tidak termasuk.
Dari angka tersebut, 36% mengatakan bahwa tidak tertarik untuk beralih ke mobil listrik. Sementara 21% masih ragu-ragu. Adapun 31 persen menyebut bahwa mereka ingin membeli mobil listrik.
Apa alasan warga Amerika enggan beli mobil listrik? Sebenarnya masih sama dengan Indonesia.
Pertama, harga mobil listrik yang masih mahal, lalu jarak tempuh yang terbatas, serta infrastruktur pengecasan yang belum merata.
Bahkan, mereka yang sudah memiliki mobil listrik pun tidak selalu loyal. Jika harus beli mobil lagi, mereka bisa kembali lagi ke mobil bensin. Itu yang didapat dari riset S&P Global Mobility.
52.1% pemilik mobil listrik (termasuk loyalis Tesla) mengatakan akan membeli mobil listrik untuk kendaraan berikutnya. Artinya, separuhnya tetap lebih suka membeli mobil bensin.
Sebagian konsumen juga menganggap memiliki mobil listrik dan ICE dianggap paling masuk akal. Mobil listrik untuk kebutuhan jarak pendek, sementara mobil standar untuk perjalanan jarak jauh.
“Masalahnya, pabrikan menggelontorkan bujet sangat besar untuk mengembangkan mobil listrik. Jadi, mereka tidak mau pemilik mobil listrik kembali lagi ke mobil bensin,” ujar Tom Libby, associate director S&P GlobalMobility.
Faktanya, mayoritas warga Amerika masih ogah membeli mobil listrik dalam jangka panjang. Bahkan, mereka yang sudah memiliki mobil listrik pun merasa kapok dan bakal kembali ke mobil bensin.
Terlepas dari hal tersebut, penjualan kendaraan listrik di Amerika saat ini sedang meroket. Diprediksi bakal mencapai 1 juta unit tahun ini.
Pemberitaan terhadai industri dan ekosistem mobil listrik di Amerika pun terus ramai, diiringi banyaknya model mobil listrik baru diluncurkan ke pasar. Mulai dari truk, mobil sport, dan lainnya.
Hanya saja, mayoritas warga Amerika mengaku belum mau beralih dari mobil internal combustion engine (ICE).
Hal tersebut terlihat dari polling Yahoo Finance dan Ipso. Sekitar 57 persen responsen mengaku ogah membeli mobil listrik ketika akan berganti mobil baru. Dalam survei ini, mobil listrik dikategorikan full electric dan plug-in hybrid yang punya baterai besar. Jadi, mobil hybrid tidak termasuk.
Dari angka tersebut, 36% mengatakan bahwa tidak tertarik untuk beralih ke mobil listrik. Sementara 21% masih ragu-ragu. Adapun 31 persen menyebut bahwa mereka ingin membeli mobil listrik.
Apa alasan warga Amerika enggan beli mobil listrik? Sebenarnya masih sama dengan Indonesia.
Pertama, harga mobil listrik yang masih mahal, lalu jarak tempuh yang terbatas, serta infrastruktur pengecasan yang belum merata.
Bahkan, mereka yang sudah memiliki mobil listrik pun tidak selalu loyal. Jika harus beli mobil lagi, mereka bisa kembali lagi ke mobil bensin. Itu yang didapat dari riset S&P Global Mobility.
52.1% pemilik mobil listrik (termasuk loyalis Tesla) mengatakan akan membeli mobil listrik untuk kendaraan berikutnya. Artinya, separuhnya tetap lebih suka membeli mobil bensin.
Sebagian konsumen juga menganggap memiliki mobil listrik dan ICE dianggap paling masuk akal. Mobil listrik untuk kebutuhan jarak pendek, sementara mobil standar untuk perjalanan jarak jauh.
“Masalahnya, pabrikan menggelontorkan bujet sangat besar untuk mengembangkan mobil listrik. Jadi, mereka tidak mau pemilik mobil listrik kembali lagi ke mobil bensin,” ujar Tom Libby, associate director S&P GlobalMobility.
(dan)