Mengapa Instentif Mobil Hybrid Jalan di Tempat?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Seharusnya, insentif mobil hybrid akan bisa menggairahkan pasar mobil di Indonesia yang turun. Meski demikian, wacana insentif mobil hybrid ini ditanggapi pemerintah Indonesia “setengah hati” alias berjalan di tempat.
Padahal, terlepas dari tren peralihan mobil listrik, justru mobil hybrid yang lebih banyak diterima oleh konsumen. Buktinya, berdasarkan data Gaikindo penjualan wholesales tipe hibrida (HEV dan PHEV) melonjak ke 52.504 unit sepanjang 2023 ketimbang capaian periode sebelumnya sebanyak 10.344 unit.
Pada Maret 2024, volume penjualan wholesale mobil hybrid electric vehicle (HEV) di pasar domestik mencapai 4,37 ribu unit. Volume penjualan mobil hybrid dari produsen ke distributor tersebut naik 29% secara bulanan (month-on-month/mom), setelah sempat turun pada Februari 2024
Seperti diketahui, mobil hybrid menggunakan teknologi mesin pembakaran internal yang digabungkan dengan motor listrik penggerak lengkap dengan baterai. Mobil ini masih menggunakan BBM sebagai sumber daya utama sehingga diminati masyarakat Indonesia.
Penggunaan teknologi hybrid juga membuat mobil ini menjadi irit bahan bakar sekaligus ramah lingkungan. Mengingat, motor listrik penggerak yang akan akan bekerja, sementara mesin pembakaran hanya dijadikan sebagai generator untuk mengisi baterai.
Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Putu Juli mengatakan, pemberian insentif mobil hybrid memang membutuhkan koordinasi antarkementerian.
Hal ini dilakukan agar pemberian insentifnya optimal dalam mendorong percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Inilah alasan mengapa insentif mobil hybrid terkesan “jalan di tempat”. Sebab, koordinasi antar kementerian ini belum mencapai mufakat.
“Kalau memang secara nasional Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) masih bisa dinegosiasikan tanpa harus wanprestasi atau mengingkari kebijakan KBLBB kita, ini perlu suatu diskusi," kata Putu dalam Forum Editor Otomotif di BSD, Tangerang, Senin (22/7/2024).
Putu mengungkapkan pemberian insentif PPnBM pada mobil HEV sangat penting seiring dengan pasar otomotif nasional yang melambat di sepanjang 2024.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada enam bulan pertama 2024 pasar mobil baru turun 19 persen secara tahunan.
"Sementara di luar Jawa, Sumatera misalnya, naik 20 persen pada periode sama. Diikuti Kalimantan sekitar 21 persen, dan Sulawesi 64 persen. Jadi, di luar Jawa itu pasarnya sedang meningkat. Sehingga kalau HEV bisa untuk diakselerasi ke sana pasar akan naik," ucapnya.
Plh. Direktur Pelayanan Fasilitas Berusaha BKPM Andi Subhan, yang mengatakan insentif PPnBM pada mobil hybrid bisa saja dilakukan. Terlebih, ada multiplier effect yang sangat luar ketika kebijakan tersebut tepat sasaran.
"Menarik tadi permintaan PPnBM bisa diturunkan. Kenapa tidak? Kalau memang itu harus bisa menjamin bahwa kestabilan untuk sektor otomotif bisa berjalan dengan baik, khususnya terkait ekosistem KBLBB,"tuturnya.
Padahal, terlepas dari tren peralihan mobil listrik, justru mobil hybrid yang lebih banyak diterima oleh konsumen. Buktinya, berdasarkan data Gaikindo penjualan wholesales tipe hibrida (HEV dan PHEV) melonjak ke 52.504 unit sepanjang 2023 ketimbang capaian periode sebelumnya sebanyak 10.344 unit.
Pada Maret 2024, volume penjualan wholesale mobil hybrid electric vehicle (HEV) di pasar domestik mencapai 4,37 ribu unit. Volume penjualan mobil hybrid dari produsen ke distributor tersebut naik 29% secara bulanan (month-on-month/mom), setelah sempat turun pada Februari 2024
Seperti diketahui, mobil hybrid menggunakan teknologi mesin pembakaran internal yang digabungkan dengan motor listrik penggerak lengkap dengan baterai. Mobil ini masih menggunakan BBM sebagai sumber daya utama sehingga diminati masyarakat Indonesia.
Penggunaan teknologi hybrid juga membuat mobil ini menjadi irit bahan bakar sekaligus ramah lingkungan. Mengingat, motor listrik penggerak yang akan akan bekerja, sementara mesin pembakaran hanya dijadikan sebagai generator untuk mengisi baterai.
Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Putu Juli mengatakan, pemberian insentif mobil hybrid memang membutuhkan koordinasi antarkementerian.
Hal ini dilakukan agar pemberian insentifnya optimal dalam mendorong percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Inilah alasan mengapa insentif mobil hybrid terkesan “jalan di tempat”. Sebab, koordinasi antar kementerian ini belum mencapai mufakat.
“Kalau memang secara nasional Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) masih bisa dinegosiasikan tanpa harus wanprestasi atau mengingkari kebijakan KBLBB kita, ini perlu suatu diskusi," kata Putu dalam Forum Editor Otomotif di BSD, Tangerang, Senin (22/7/2024).
Putu mengungkapkan pemberian insentif PPnBM pada mobil HEV sangat penting seiring dengan pasar otomotif nasional yang melambat di sepanjang 2024.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada enam bulan pertama 2024 pasar mobil baru turun 19 persen secara tahunan.
"Sementara di luar Jawa, Sumatera misalnya, naik 20 persen pada periode sama. Diikuti Kalimantan sekitar 21 persen, dan Sulawesi 64 persen. Jadi, di luar Jawa itu pasarnya sedang meningkat. Sehingga kalau HEV bisa untuk diakselerasi ke sana pasar akan naik," ucapnya.
Plh. Direktur Pelayanan Fasilitas Berusaha BKPM Andi Subhan, yang mengatakan insentif PPnBM pada mobil hybrid bisa saja dilakukan. Terlebih, ada multiplier effect yang sangat luar ketika kebijakan tersebut tepat sasaran.
"Menarik tadi permintaan PPnBM bisa diturunkan. Kenapa tidak? Kalau memang itu harus bisa menjamin bahwa kestabilan untuk sektor otomotif bisa berjalan dengan baik, khususnya terkait ekosistem KBLBB,"tuturnya.
(dan)