Penjualan Mobil Merek Jepang di Thailand dan China Turun Drastis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Produsen mobil Jepang menghadapi tantangan besar pada bulan Juli ketika kelima perusahaan otomotif mereka yang beroperasi di China melaporkan penurunan penjualan.
Tren yang sama juga terjadi di Thailand, dimana mereka sebelumnya menguasai pangsa pasar yang dominan.
Toyota melaporkan penurunan penjualan sebesar 6,1 persen di China dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, hanya sekitar 143 ribu kendaraan terjual.
Sementara Honda menghadapi situasi yang lebih sulit dengan penurunan penjualan sebesar 41,3 persen, yakni terjual kurang dari 53 ribu unit.
Penurunan ini mencerminkan pergeseran permintaan kendaraan listrik (EV) di Tiongkok, yang memaksa produsen mobil Jepang untuk mengevaluasi kembali strategi mereka.
Hal ini termasuk langkah untuk meninggalkan pasar China sepenuhnya atau mengurangi produksi di negara tersebut.
Skenario serupa juga terjadi di Thailand, di mana kendaraan listrik buatan China semakin mendominasi pasar.
Kelima produsen mobil Jepang yang melaporkan penjualan di Thailand mencatat penurunan dua digit pada bulan Juli.
Toyota, yang memegang pangsa pasar terbesar di Thailand, melaporkan penurunan penjualan sebesar 12,9 persen.
Suzuki mencatatkan penurunan paling signifikan dengan penurunan sebesar 62,2 persen.
Sedangkan Nissan, Honda, dan Mitsubishi masing-masing melaporkan penurunan penjualan sebesar 49,3 persen, 27,9 persen, dan 31,2 persen.
Seperti halnya di China, produsen mobil Jepang juga berencana menutup atau menggabungkan pabriknya di Thailand akibat penurunan ini.
Namun, untuk penjualan global, delapan produsen mobil Jepang melaporkan kinerja beragam pada bulan Juli.
Mazda, Daihatsu, Subaru, dan Mitsubishi membukukan peningkatan penjualan, terutama karena kuatnya permintaan di Amerika Serikat.
Sementara Toyota, Honda, Nissan, dan Suzuki melaporkan penurunan penjualan.
Tren yang sama juga terjadi di Thailand, dimana mereka sebelumnya menguasai pangsa pasar yang dominan.
Toyota melaporkan penurunan penjualan sebesar 6,1 persen di China dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, hanya sekitar 143 ribu kendaraan terjual.
Sementara Honda menghadapi situasi yang lebih sulit dengan penurunan penjualan sebesar 41,3 persen, yakni terjual kurang dari 53 ribu unit.
Penurunan ini mencerminkan pergeseran permintaan kendaraan listrik (EV) di Tiongkok, yang memaksa produsen mobil Jepang untuk mengevaluasi kembali strategi mereka.
Hal ini termasuk langkah untuk meninggalkan pasar China sepenuhnya atau mengurangi produksi di negara tersebut.
Skenario serupa juga terjadi di Thailand, di mana kendaraan listrik buatan China semakin mendominasi pasar.
Kelima produsen mobil Jepang yang melaporkan penjualan di Thailand mencatat penurunan dua digit pada bulan Juli.
Toyota, yang memegang pangsa pasar terbesar di Thailand, melaporkan penurunan penjualan sebesar 12,9 persen.
Suzuki mencatatkan penurunan paling signifikan dengan penurunan sebesar 62,2 persen.
Sedangkan Nissan, Honda, dan Mitsubishi masing-masing melaporkan penurunan penjualan sebesar 49,3 persen, 27,9 persen, dan 31,2 persen.
Seperti halnya di China, produsen mobil Jepang juga berencana menutup atau menggabungkan pabriknya di Thailand akibat penurunan ini.
Namun, untuk penjualan global, delapan produsen mobil Jepang melaporkan kinerja beragam pada bulan Juli.
Mazda, Daihatsu, Subaru, dan Mitsubishi membukukan peningkatan penjualan, terutama karena kuatnya permintaan di Amerika Serikat.
Sementara Toyota, Honda, Nissan, dan Suzuki melaporkan penurunan penjualan.
(wbs)