Tembus 22 Juta Viewer dan Tuai Kritikan Netizen, Sutradara Tilik Curhat Virtual

Selasa, 08 September 2020 - 22:44 WIB
loading...
Tembus 22 Juta Viewer...
Salah satu adegan film Tilik yang menjadi tranding topic di Youtube. FOTO/ IST
A A A
JAKARTA - Sukses Film Tilik menuai pujian namun tak sedikit pula yang mengkritik karena sepanjang perjalanan menjenguk Bu Lurah, Bu Tejo dan ibu-ibu lainnya bergunjing, berprasangka buruk kepada warga yang masih berstatus lajang, yaitu Dian..(Baca juga: Mendiang Malik Fajar Dikenal Inovatif dan Tegas )

Mendengar kata Bu Tejo pasti Blutizen sudah tidak asing lagi kan, Bu Tejo adalah pemeran utama dari film Tilik yang belakangan ini sedang viral di media sosial hingga kalangan masyarakat.(Baca juga: 2Lubang Hitam Terkuat Mau Tabrakan, Bahayakah untuk Warga Bumi? )

Kampus Budi Luhur berkesempatan mengundang sang sutradara yakni Wahyu Agung Prasetyo untuk berbagi cerita seputar film Tilik yang sekarang sudah tembus 22 juta viewer.
Tembus 22 Juta Viewer dan Tuai Kritikan Netizen, Sutradara Tilik Curhat Virtual

Webinar yang dihadiri oleh Kasih Hanggoro, MBA selaku Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti, Dr. Ir. Wendi Usino, M.Sc., M.M selaku Rektor Unversitas Budi Luhur dan di pandu oleh Dr. Yusran, M. Si selaku Kepala Pusat Studi Kebudiluhuran serta peserta calon mahasiswa baru angkatan 2020 dengan mengangkat tema “Belajar Cerdas Berbudi Luhur dari Film Tilik.

Film Tilik sukses menuai pujian namun tak sedikit pula yang mengkritik karena sepanjang perjalanan menjenguk Bu Lurah, Bu Tejo dan ibu-ibu lainnya bergunjing, berprasangka buruk kepada warga yang masih berstatus lajang, yaitu Dian.

“Kami sangat open dengan kritikan masyarakat terhadap film ini, karena menurut kami tidak ada karya yang tak luput dari kritikan, begitu pula dengan film Tilik ini, tapi kritikan itu bisa mendewasakan ketika akan membuat karya lagi ke depannya.” Jelas Wahyu Agung Prasetyo.
Selain kritikan, penonton pun dibuat bingung dengan pesan moral dari film ini, banyak pula yang menyebut bahwa film “Tilik” memiliki pesan yang multi tafsir.

“Nah kemudian ketika ada stigma jelak, stigma baik, film ini sudah sangat eksplisit di dialog-dialog tertentu, ketika kita sudah cermat dan menelaah film ini, kemungkinan tafsirnya bisa sama dengan kami yang membuat filmnya. Nah ketika film ini sudah kami lempar di publik dan jadi konsumsi publik, saya pikir itu sudah hak interprestasi publik juga.” Kata Wahyu Agung Prasetyo sutradara film Tilik.

Ketika diajak berkolaborasi oleh Dr. Yusran, M.Si untuk membuat film pendek yang berkaitan dengan nilai-nilai kebudiluhuran, sutradara dari film Tilik ini sangat senang dan antusias.
“Dengan senang hati, saya akan menyambut itu dengan hangat pak.” Ujar Wahyu.

Tentunya hal ini merupakan cara positif dalam memanfaatkan kondisi-kondisi yang ada di lingkungan kita, menjadi sebuah inspirasi karya anak bangsa dengan melakukan sesuatu yang inspiratif mulai dari ide yang sederhana. Seperti harapan dari Rektor Universitas Budi Luhur.

“Saya harapkan ini menjadi inspirasi bagi mahasiswa Budi Luhur, saya mengambil kesimpulan cerita dari film Tilik ini yakni tidak ada hitam, tidak ada putih, semuanya abu-abu, kebenaran itu relatif sifatnya. Jadi tidak ada tokoh benar, tidak ada tokoh salah, tidak ada penjahat, tidak ada jagoan, intinya ini kisah nyata yang ada di masyarakat.” Jelas Dr. Kok Ir. Wendi Usino, M.Sc., M.M selaku Rektor Universitas Budi Luhur.

Dalam kesempatan yang sama Kasih Hanggoro, MBA selaku Ketua BPH Yayasan Budi Luhur Cakti mengatakan bahwa lewat film ini mengingatkan kita untuk tidak menghakimi sebelum tahu kebenaranya.

“Pertama di film ini kan tujuannya saling tolong menolong untuk menimbulkan rasa cinta kasih dengan menjenguk orang sakit. Kedua penting bagi saya disetiap dialognya ada prasangka buruk terhadap seseorang, yang intinya jangan menghakimi sebelum kejadian itu terjadi atau ketidak tahuan kita, yang paling benar yaitu mencari terlebih dahulu.” Kata Kasih Hanggoro, MBA selaku Ketua BPH Yayasan Budi Luhur Cakti.

Film Tilik mencoba memeras alam bawah sadar dan menyaringnya dalam sebuah pahatan Cerdas Berbudi Luhur. Seperti nilai-nilai kebudiluhuran dalam bermasyarakat dan mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga sikap dan perbuatan kepada sesama.
Yuk Blutizen kita sama-sama menjadi penyejuk di masyarakat apalagi dalam keadaan sekarang ini, kita tingkatkan cinta kasih atau welas kasih, simpati dan empati kepada sesama.
(wbs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2722 seconds (0.1#10.140)