7 Rekomendasi Penting Guna Menyambut Era Kendaraan Listrik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia tengah mempersiapkan diri memasuki era kendaraan listrik pasca diterbitkannya Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 8 Agustus 2019 lalu.
Sejumlah persiapan dilakukan pemerintah, mulai dari menyiapkan infrastuktur ketenagalistrikan sebagai penggerak utama kendaraan, menetapkan peta jalan Indonesia 4.0, sampai menebar iming-iming insentif bagi pelaku industri otomotif untuk memproduksi kendaraan dan baterai listrik di dalam negeri.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam tiga seri diskusi media dan satu diskusi kelompok pada November sampai dengan Desember 2020, dengan menghadirkan pembicara dari pemangku kepentingan terkait seperti regulator, akademisi, ekonom, asosiasi industri, dan pelaku usaha.
“Dari rangkaian kegiatan itu, setidaknya ada tujuh rekomendasi yang dihasilkan. Rekomendasi ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi regulator dan pelaku industri otomotif dalam mempersiapkan diri memasuki era kendaraan listrik di Indonesia. Tujuan akhirnya adalah untuk menggairahkan minat masyarakat beralih ke kendaraan listrik sesuai target pemerintah,” kata Ketua FORWOT Indra Prabowo, Senin (14/12/2020).
Lebih lanjut, ke-tujuh rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perlu kolaborasi regulator dan pelaku industri
Riset Frost & Sullivan mengungkapkan 41% pengguna kendaraan di Indonesia akan beralih ke kendaraan listrik karena sudah menyadari manfaatnya dari sisi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Namun untuk bisa menjaga dan mengembangkan minat tersebut, ada sejumlah tantangan yang harus diatasi, antara lain harga mobil listrik relatif mahal, ekosistem mobil listrik belum ada, dan masih terbatasnya infrastruktur pengisian daya.
Kebijakan untuk mendukung mobil listrik juga kurang, sementara masyarakat belum memiliki pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya mobil listrik. Semua itu berujung pada rendahnya penetrasi mobil listrik ke pasar.
“Dalam upaya membangun minat dan permintaan pasar domestik terhadap kendaraan listrik, FORWIN dan FORWOT menggarisbawahi diperlukan kolaborasi antara regulator dan pelaku industri,” ujar Ketua FORWIN Sanusi.
2. Satu frekuensi kebijakan lintas instansi pemerintah dan BUMN
Salah satu kunci sukses program mobil listrik di Indonesia berada di ranah kebijakan pemerintah.
Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi antara regulator, yaitu Kemenko Maritim dan Investasi, Kemenko Perekonomian, Kemenperin, Kemenkeu, Kemenhub, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kemenkes serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) dalam menciptakan regulasi mobil listrik yang selaras dan saling menunjang satu sama lain.
Khususnya dalam menentukan prioritas capaian kendaraan ramah lingkungan terhadap penurunan emisi karbon dari sektor transportasi, efisiensi konsumsi BBM dan polusi noise/bising yang ditimbulkan oleh sektor transportasi.
3. Insentif pajak untuk industri dan konsumen
Tingginya harga kendaraan listrik menghambat minat masyarakat untuk membeli mobil listrik. Kondisi ini diakui oleh Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian dalam salah satu seri diskusi.
Untuk meningkatkan minat masyarakat, Kemenperin telah mengusulkan sejumlah insentif fiskal kepada Kementerian Keuangan, mulai dari diskon Pajak Penghasilan (PPh) produsen mobil listrik, sampai keringanan bea masuk bagi komponen yang masih diimpor. Sementara bagi konsumen, Kemenperin juga mengusulkan diberikannya diskon pajak 0% untuk pembelian mobil listrik. Namun, sampai saat ini usulan tersebut belum disetujui.
Menurut Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti, insentif diperlukan karena pandemi Covid-19 telah menekan produktivitas pelaku industri dan daya beli masyarakat.
Pigovian taxes bisa menjadi salah satu alat untuk mengkoreksi pasar dan memperbaiki kegagalan pasar. Efisiensi pasar tidak akan terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu kebijakan yang mengaturnya. Intervensi pemerintah digunakan untuk memberikan insentif dan disentif guna mencegah kegagalan pasar tersebut.
Hal senada disampaikan Riyanto, Peneliti LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Dia mengatakan, tanpa insentif maka tidak akan ada permintaan mobil listrik di Indonesia. Kalaupun ada, jumlahnya akan sangat kecil.
4. Proses transisi membutuhkan mobil hybrid
Untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap mobil listrik, dibutuhkan proses edukasi dan sosialisasi. Nissan Indonesia dalam surveinya menemukan, masih banyak pemilik kendaraan yang mempertanyakan faktor keamanan dari baterai mobil listrik terhadap guncangan dan rendaman banjir. Selain itu masih banyak juga yang merasa was-was kehabisan daya listrik saat berkendara.
Oleh karena itu, salah satu strategi dalam membangun permintaan pasar domestik untuk mobil listrik adalah melakukan pengenalan melalui transisi dengan kendaraan hybrid yang menggunakan motor listrik sebagai penggerak satu-satunya roda kendaraan, seperti dilakukan oleh Nissan melalui teknologi e-Power.
5. Pastikan kesiapan IKM pendukung
FORWOT dan FORWIN mendorong Pemerintah agar dapat memastikan kesiapan industri pendukung khususnya skala kecil menengah (IKM) sehingga tetap dapat berkontribusi di era kendaraan listrik.
GAIKINDO mencatat saat ini kapasitas produksi terpasang industri otomotif nasional mencapai 2,4 juta unit per tahun, sementara utilisasinya baru 54% atau 1,3 juta unit per tahun.
Dengan tingkat utilisasi 54%, GAIKINDO memperkirakan ada penyerapan 1,5 juta tenaga kerja di sektor hulu sampai hilir industri otomotif dan pendukungnya yang umumnya IKM. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah, sehingga industri otomotif nasional bisa menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja dengan bertambahnya utilisasi.
6. Transparansi kuota impor CBU mobil listrik dan Hybrid
FORWOT dan FORWIN juga mendorong transparansi kebijakan kuota impor mobil listrik dan hybrid CBU dari pemerintah. Sehingga bisa memberi peluang yang adil bagi semua pemain mobil listrik dalam negeri, serta tercipta persaingan usaha yang sehat dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi konsumen.
7. Gencarkan edukasi masyarakat
Industri otomotif dan regulator diharapkan lebih gencar lagi memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai mobil listrik dari berbagai aspek, baik ekonomi, sosial budaya, teknologi, kesehatan, serta lingkungan hidup.
Sejumlah persiapan dilakukan pemerintah, mulai dari menyiapkan infrastuktur ketenagalistrikan sebagai penggerak utama kendaraan, menetapkan peta jalan Indonesia 4.0, sampai menebar iming-iming insentif bagi pelaku industri otomotif untuk memproduksi kendaraan dan baterai listrik di dalam negeri.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam tiga seri diskusi media dan satu diskusi kelompok pada November sampai dengan Desember 2020, dengan menghadirkan pembicara dari pemangku kepentingan terkait seperti regulator, akademisi, ekonom, asosiasi industri, dan pelaku usaha.
“Dari rangkaian kegiatan itu, setidaknya ada tujuh rekomendasi yang dihasilkan. Rekomendasi ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi regulator dan pelaku industri otomotif dalam mempersiapkan diri memasuki era kendaraan listrik di Indonesia. Tujuan akhirnya adalah untuk menggairahkan minat masyarakat beralih ke kendaraan listrik sesuai target pemerintah,” kata Ketua FORWOT Indra Prabowo, Senin (14/12/2020).
Lebih lanjut, ke-tujuh rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perlu kolaborasi regulator dan pelaku industri
Riset Frost & Sullivan mengungkapkan 41% pengguna kendaraan di Indonesia akan beralih ke kendaraan listrik karena sudah menyadari manfaatnya dari sisi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Namun untuk bisa menjaga dan mengembangkan minat tersebut, ada sejumlah tantangan yang harus diatasi, antara lain harga mobil listrik relatif mahal, ekosistem mobil listrik belum ada, dan masih terbatasnya infrastruktur pengisian daya.
Kebijakan untuk mendukung mobil listrik juga kurang, sementara masyarakat belum memiliki pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya mobil listrik. Semua itu berujung pada rendahnya penetrasi mobil listrik ke pasar.
“Dalam upaya membangun minat dan permintaan pasar domestik terhadap kendaraan listrik, FORWIN dan FORWOT menggarisbawahi diperlukan kolaborasi antara regulator dan pelaku industri,” ujar Ketua FORWIN Sanusi.
2. Satu frekuensi kebijakan lintas instansi pemerintah dan BUMN
Salah satu kunci sukses program mobil listrik di Indonesia berada di ranah kebijakan pemerintah.
Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi antara regulator, yaitu Kemenko Maritim dan Investasi, Kemenko Perekonomian, Kemenperin, Kemenkeu, Kemenhub, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kemenkes serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) dalam menciptakan regulasi mobil listrik yang selaras dan saling menunjang satu sama lain.
Khususnya dalam menentukan prioritas capaian kendaraan ramah lingkungan terhadap penurunan emisi karbon dari sektor transportasi, efisiensi konsumsi BBM dan polusi noise/bising yang ditimbulkan oleh sektor transportasi.
3. Insentif pajak untuk industri dan konsumen
Tingginya harga kendaraan listrik menghambat minat masyarakat untuk membeli mobil listrik. Kondisi ini diakui oleh Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian dalam salah satu seri diskusi.
Untuk meningkatkan minat masyarakat, Kemenperin telah mengusulkan sejumlah insentif fiskal kepada Kementerian Keuangan, mulai dari diskon Pajak Penghasilan (PPh) produsen mobil listrik, sampai keringanan bea masuk bagi komponen yang masih diimpor. Sementara bagi konsumen, Kemenperin juga mengusulkan diberikannya diskon pajak 0% untuk pembelian mobil listrik. Namun, sampai saat ini usulan tersebut belum disetujui.
Menurut Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti, insentif diperlukan karena pandemi Covid-19 telah menekan produktivitas pelaku industri dan daya beli masyarakat.
Pigovian taxes bisa menjadi salah satu alat untuk mengkoreksi pasar dan memperbaiki kegagalan pasar. Efisiensi pasar tidak akan terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu kebijakan yang mengaturnya. Intervensi pemerintah digunakan untuk memberikan insentif dan disentif guna mencegah kegagalan pasar tersebut.
Hal senada disampaikan Riyanto, Peneliti LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Dia mengatakan, tanpa insentif maka tidak akan ada permintaan mobil listrik di Indonesia. Kalaupun ada, jumlahnya akan sangat kecil.
4. Proses transisi membutuhkan mobil hybrid
Untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap mobil listrik, dibutuhkan proses edukasi dan sosialisasi. Nissan Indonesia dalam surveinya menemukan, masih banyak pemilik kendaraan yang mempertanyakan faktor keamanan dari baterai mobil listrik terhadap guncangan dan rendaman banjir. Selain itu masih banyak juga yang merasa was-was kehabisan daya listrik saat berkendara.
Oleh karena itu, salah satu strategi dalam membangun permintaan pasar domestik untuk mobil listrik adalah melakukan pengenalan melalui transisi dengan kendaraan hybrid yang menggunakan motor listrik sebagai penggerak satu-satunya roda kendaraan, seperti dilakukan oleh Nissan melalui teknologi e-Power.
5. Pastikan kesiapan IKM pendukung
FORWOT dan FORWIN mendorong Pemerintah agar dapat memastikan kesiapan industri pendukung khususnya skala kecil menengah (IKM) sehingga tetap dapat berkontribusi di era kendaraan listrik.
GAIKINDO mencatat saat ini kapasitas produksi terpasang industri otomotif nasional mencapai 2,4 juta unit per tahun, sementara utilisasinya baru 54% atau 1,3 juta unit per tahun.
Dengan tingkat utilisasi 54%, GAIKINDO memperkirakan ada penyerapan 1,5 juta tenaga kerja di sektor hulu sampai hilir industri otomotif dan pendukungnya yang umumnya IKM. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah, sehingga industri otomotif nasional bisa menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja dengan bertambahnya utilisasi.
6. Transparansi kuota impor CBU mobil listrik dan Hybrid
FORWOT dan FORWIN juga mendorong transparansi kebijakan kuota impor mobil listrik dan hybrid CBU dari pemerintah. Sehingga bisa memberi peluang yang adil bagi semua pemain mobil listrik dalam negeri, serta tercipta persaingan usaha yang sehat dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi konsumen.
7. Gencarkan edukasi masyarakat
Industri otomotif dan regulator diharapkan lebih gencar lagi memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai mobil listrik dari berbagai aspek, baik ekonomi, sosial budaya, teknologi, kesehatan, serta lingkungan hidup.
(wbs)