Tak Kejar Insentif, BMW Yakin Mobil Listriknya Laku
loading...
A
A
A
BERLIN - CEO BMW Group Oliver Zipse menegaskan bahwa isu politik mengenai mobil listrik di seluruh dunia tak akan mempengaruhi strategi perusahaan.
Ia meyakini kendaraan listrik produsen asal Jerman itu akan laku keras di Eropa dan Amerika Serikat.
Seperti diketahui, beberapa negara memberikan insentif besar-besaran untuk kendaraan listrik. Pemerintah Indonesia saja sedang menggodok wacana untuk memberikan insentif berupa subsidi pembelian berbagai kendaraan listrik.
“Kami tidak akan mengubah strategi kami secara substansial karena politik saat ini. Mobil kami memiliki siklus hidup mungkin tujuh tahun, terkadang bahkan lebih lama. Itu kira-kira dua atau tiga proses administrasi,” kata Zipse dikutip dari CarBuzz.
Selama pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat, sebelumnya Zipse mengakui ada dorongan untuk membangun pabrik baru di AS. Tetapi, BMW dengan tegas menolak karena tidak sama dengan tujuan mereka.
“Kami berdiskusi dengan pemerintahan sebelumnya, dan mereka mencoba mendorong kami untuk mengimplementasikan pabrik di Amerika Serikat, yang tidak kami miliki saat ini,” ujarnya.
Zipse mengatakan bahwa jika BMW sepakat, maka akan ada konsekuensi finansial dan produk di masa mendatang. “Kami memiliki pemikiran kami sendiri, dan terkadang Anda harus mengikuti strategi Anda,” ucapnya.
Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) dan insentif pajak kendaraan listrik yang diberikan AS hanya untuk mobil yang dibuat di Amerika. Negara-negara dengan perjanjian perdagangan bebas dengan AS juga akan mendapatkannya.
Namun, Oliver Zipse dengan tegas mengungkapkan bahwa BMW akan mendesak pemerintah AS untuk memberlakukannya untuk produsen yang tak memiliki pabrik di Negeri Paman Sam, seperti yang dilakukan di negara-negara Eropa.
“Kami akan meminta level playing field selama Anda dapat pelanggan dari Amerika. Eropa tidak membedakan dari mana mobil itu berasal. Anda mendapat insentif atau keringanan pajak jika Anda menjual mobil di Eropa,” ungkapnya.
Baca Juga
Ia meyakini kendaraan listrik produsen asal Jerman itu akan laku keras di Eropa dan Amerika Serikat.
Seperti diketahui, beberapa negara memberikan insentif besar-besaran untuk kendaraan listrik. Pemerintah Indonesia saja sedang menggodok wacana untuk memberikan insentif berupa subsidi pembelian berbagai kendaraan listrik.
“Kami tidak akan mengubah strategi kami secara substansial karena politik saat ini. Mobil kami memiliki siklus hidup mungkin tujuh tahun, terkadang bahkan lebih lama. Itu kira-kira dua atau tiga proses administrasi,” kata Zipse dikutip dari CarBuzz.
Selama pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat, sebelumnya Zipse mengakui ada dorongan untuk membangun pabrik baru di AS. Tetapi, BMW dengan tegas menolak karena tidak sama dengan tujuan mereka.
“Kami berdiskusi dengan pemerintahan sebelumnya, dan mereka mencoba mendorong kami untuk mengimplementasikan pabrik di Amerika Serikat, yang tidak kami miliki saat ini,” ujarnya.
Zipse mengatakan bahwa jika BMW sepakat, maka akan ada konsekuensi finansial dan produk di masa mendatang. “Kami memiliki pemikiran kami sendiri, dan terkadang Anda harus mengikuti strategi Anda,” ucapnya.
Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) dan insentif pajak kendaraan listrik yang diberikan AS hanya untuk mobil yang dibuat di Amerika. Negara-negara dengan perjanjian perdagangan bebas dengan AS juga akan mendapatkannya.
Namun, Oliver Zipse dengan tegas mengungkapkan bahwa BMW akan mendesak pemerintah AS untuk memberlakukannya untuk produsen yang tak memiliki pabrik di Negeri Paman Sam, seperti yang dilakukan di negara-negara Eropa.
“Kami akan meminta level playing field selama Anda dapat pelanggan dari Amerika. Eropa tidak membedakan dari mana mobil itu berasal. Anda mendapat insentif atau keringanan pajak jika Anda menjual mobil di Eropa,” ungkapnya.
(wbs)