Revisi Pajak Sedan Pacu Industri Automotif
A
A
A
JAKARTA - Usulan revisi pajak mobil sedan diharapkan memacu pertumbuhan industri automotif nasional. Dengan demikian, akan memberikan dampak positif bagi pendapatan pemerintah.
Kalangan pelaku usaha automotif menganggap rencana dikeluarkannya jenis mobil sedan dari objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) positif bagi industri. Usulan tersebut akan mendorong peningkatan pasar sedan di dalam negeri yang saat ini masih kecil yakni hanya sekitar 2%.
Sekjen Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menegaskan, kebijakan revisi PPnBM sedan secara lebih luas bisa memacu industri automotif untuk mengembangkan fasilitas produksi sedan. Namun, di sisi lain skema perpajakan terbaru sektor automotif jangan sampai membebani pemerintah.
“Harus dicari win win solution, karena pemerintah butuh pemasukan dalam rangka pembangunan, sementara industri perlu stimulus agar terus tumbuh,” ujar Kukuh kepada KORAN SINDO tadi malam.
Dia menambahkan, selama ini pasar sedan memang masih kecil. Dalam jangka pendek, ujar dia, kebijakan baru terkait PPnBM itu tidak terasa, namun dalam jangka panjang akan sangat bermanfaat. “Kebijakan itu tentu memberikan dukungan positif kepada industry untuk bertumbuh," tuturnya.
Saat ini, kata Kukuh, produsen yang masih memproduksi sedan di dalam negeri hanya tiga merek. Yakni Toyota, BMW dan Mercedes Benz. Padahal pada 1990-an ada 19 merek mobil sedan yang diproduksi di dalam negeri.
Revisi aturan PPnBM mobil sedan telah disampaikan oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto kepada Kementerian Keuangan. Menurut Airlangga, revisi tersebut diharapkan dapat mendorong produksi mobil di dalam negeri serta membuka lebar peluang ekspor.
“Rencana revisi itu masih didiskusikan dengan Kementerian Keuangan. Harapannya kuartal I ini bisa diselesaikan," ujar Airlangga di Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Dia menambahkan, selama ini produsen automotif nasional enggan memproduksi sedan salah satunya karena dikenakan PPnBM. Hal ini membuat harga mobil jenis sedan yang diproduksi di Indonesia tidak kompetitif dibandingkan dengan produksi negara lain seperti Thailand.
Menurut Airlangga, jika tarif PPnBM sedan bisa diturunkan dan setara dengan produk mobil jenis lain, diharapkan produsen nasional mau memproduksi sedan di dalam negeri. Selain itu, harga sedan juga akan lebih terjangkau untuk pasar Indonesia. "Dengan demikian bisa mendorong produksi sedan di Indonesia," ujar dia.
Menanggapi rencana revisi aturan perpajakan mobil sedan tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, penghapusan atau pembebasan PPnBM untuk mobil sedan tidak sesuai substansi PPnBM, di mana semakin mewah suatu jenis barang, maka akan semakin tinggi pembebanan atau tarif PPnBM.
"Mobil jenis lainnya yang tidak semewah sedan tetap terutang PPnBM. Jadi tidak mungkin mobil sedan dibebaskan dari PPnBM," ujar Yoga di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, terkait mobil sedan yang diekspor, sesuai ketentuan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku saat ini, tidak dikenakan PPnBM. Namun, apabila terdapat komponen PPN maupun PPnBM pada waktu perolehan atau produksi mobil, pajaknya bisa direstitusi.
"Dengan demikian dalam hal ekspor, aspek kompetitifnya tidak bisa dilihat dari faktor PPN maupun PPnBM," ujarnya.
Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, aturan mengenai ketentuan PPnBM kendaraan bermotor yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 33 Tahun 2017 memang sebaiknya direvisi.
"Jadi yang dulu membuat aturan ini kan berasumsi sedan sebagai mobil mewah. Semakin ke sini yang mewah tidak hanya sedan. MPV (multi purpose vehicle) juga ada yang mewah tetapi tarif (pajak)-nya lebih rendah dibandingkan sedan," ujarnya.
Menurut Yustinus, pemerintah perlu merevisi aturan PPnBM dengan memberikan batasan harga sehingga memberi perlakuan adil bagi para pemilik kendaraan mewah.
"Misalnya harga sedan di atas Rp2 miliar kena 40%, di atas Rp1 miliar kena 20%, di atas Rp500 juta kena 10%, jenis apapun. Karena sebenarnya yang paling masuk akal harga bukan jenisnya," ucapnya.
Yustinus menambahkan, usulan dari Kementerian Perindustrian bisa saja diterapkan untuk mendorong produksi sedan. Selama ini produsen automotif di dalam negeri tidak mau memproduksi sedan salah satunya karena ada pengenaan PPnBM.
"Sedan ini nantinya untuk memenuhi kebutuhan domestik, kalau ada sisa baru ekspor. Seharusnya yang seperti ini pun bisa dibebaskan,” ujarnya.
Dia menambahkan, pembebasan PPnBM mobil sedan bisa menjadi insentif bagi kepentingan industri yang pasarnya di dalam maupun di luar negeri.
Rekomendasi Gaikindo
Pada 2017, Gaikindo merekomendasikan dua skema perubahan tarif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) jenis sedan, dengan besaran antara 20-40%. Saat ini, tarif PPnBM yang berlaku untuk sedan berkisar antara 30-125%.
Skema pertama mengadopsi tarif yang diterapkan di Thailand, dengan besaran tarif pajak sebesar 20-40%. Skema ini mengacu pada pajak di Thailand yang memiliki konsep yang baik dalam pengembangan industri. Skema tersebut diklaim meminimalisasi penurunan industri (teknologi konvensional) dengan menetapkan kisaran pajak sesuai dengan daya beli masyarakat.
Adapun, skema kedua berdasarkan kajian Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dengan pengurangan tarif secara proporsional. Tarif pajak menurut skema tersebut sebesar 20-25%. Dalam kajiannya, Gaikindo meyakini penurunan tarif pajak PPnBM akan menekan harga jual, sehingga mendongkrak laju penjualan dengan prediksi peningkatan penjualan hingga 8%.
Kalangan Agen Pemegang Merek (APM) menyambut baik usulan revisi aturan PPnBM mobil sedan. Jika disetujui, skema baru PPnBM tersebut bakal memicu pertumbuhan industri automotif dalam negeri.
Executive General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto menilai, rencana pemerintah tersebut merupakan langkah positif untuk mendorong industri automotif di dalam negeri. “Kami melihatanya kebijakan ini tak hanya bagus untuk dalam negeri tetapi juga pasar ekspor,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, pascakunjungan Presiden Joko Widodo ke Australia beberapa waktu lalu, Pemerintah menilai kini saatnya industri automotif di Indonesia melakukan ekspor ke Australia. Sebab, di Negeri Kanguru itu tidak ada lagi pabrik mobil.
“Selama ini dipasok dari Thailand dan negara lainnya. Kenapa bukan dari Indonesia. Saya kira itulah salah satu semangat yang diusung pemerintah untuk kebijakan terkait PPnBM ini,” sebutnya.
Dengan kebijakan tersebut, ujar Soerjopranoto, pasar di dalam negeri akan tumbuh sehingga merangsang produsen automotif untuk menanamkan investasinya.
“Jika pasar tumbuh, pabrikan baru tentu akan berinvestasi. Nah, bukan hanya untuk pasar domestik saja tapi juga ekspor seperti ke Australia itu,” tuturnya.
Marketing and After Sales Service Director PT Honda Prospect Motor Jonfis Fandy mengaku belum bisa berkomentar terlalu banyak terkait usulan revisi perpajakan mobil jenis sedan.
"Kita belum mendapat dan membaca drafnya, jadi susah untuk membicarakannya," ungkap Jonfis.
Namun, ujar dia, secara umum penurunan PPnBM akan menurunkan harga sedan. "Tapi belum jelas seperti apa," ungkapnya.
Dia berpendapat, pengelompokkan jenis mobil sedan sebagai kelompok barang mewah memang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Hal ini karena saat ini sudah banyak mobil jenis sport utility vehicle (SUV) maupun MPV yang masuk kategori mewah.
"Definisi itu sebenarnya sudah zaman lalu," ujarnya. (Anton C/Oktiani Endarwati/Danang Arradian)
Kalangan pelaku usaha automotif menganggap rencana dikeluarkannya jenis mobil sedan dari objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) positif bagi industri. Usulan tersebut akan mendorong peningkatan pasar sedan di dalam negeri yang saat ini masih kecil yakni hanya sekitar 2%.
Sekjen Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menegaskan, kebijakan revisi PPnBM sedan secara lebih luas bisa memacu industri automotif untuk mengembangkan fasilitas produksi sedan. Namun, di sisi lain skema perpajakan terbaru sektor automotif jangan sampai membebani pemerintah.
“Harus dicari win win solution, karena pemerintah butuh pemasukan dalam rangka pembangunan, sementara industri perlu stimulus agar terus tumbuh,” ujar Kukuh kepada KORAN SINDO tadi malam.
Dia menambahkan, selama ini pasar sedan memang masih kecil. Dalam jangka pendek, ujar dia, kebijakan baru terkait PPnBM itu tidak terasa, namun dalam jangka panjang akan sangat bermanfaat. “Kebijakan itu tentu memberikan dukungan positif kepada industry untuk bertumbuh," tuturnya.
Saat ini, kata Kukuh, produsen yang masih memproduksi sedan di dalam negeri hanya tiga merek. Yakni Toyota, BMW dan Mercedes Benz. Padahal pada 1990-an ada 19 merek mobil sedan yang diproduksi di dalam negeri.
Revisi aturan PPnBM mobil sedan telah disampaikan oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto kepada Kementerian Keuangan. Menurut Airlangga, revisi tersebut diharapkan dapat mendorong produksi mobil di dalam negeri serta membuka lebar peluang ekspor.
“Rencana revisi itu masih didiskusikan dengan Kementerian Keuangan. Harapannya kuartal I ini bisa diselesaikan," ujar Airlangga di Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Dia menambahkan, selama ini produsen automotif nasional enggan memproduksi sedan salah satunya karena dikenakan PPnBM. Hal ini membuat harga mobil jenis sedan yang diproduksi di Indonesia tidak kompetitif dibandingkan dengan produksi negara lain seperti Thailand.
Menurut Airlangga, jika tarif PPnBM sedan bisa diturunkan dan setara dengan produk mobil jenis lain, diharapkan produsen nasional mau memproduksi sedan di dalam negeri. Selain itu, harga sedan juga akan lebih terjangkau untuk pasar Indonesia. "Dengan demikian bisa mendorong produksi sedan di Indonesia," ujar dia.
Menanggapi rencana revisi aturan perpajakan mobil sedan tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, penghapusan atau pembebasan PPnBM untuk mobil sedan tidak sesuai substansi PPnBM, di mana semakin mewah suatu jenis barang, maka akan semakin tinggi pembebanan atau tarif PPnBM.
"Mobil jenis lainnya yang tidak semewah sedan tetap terutang PPnBM. Jadi tidak mungkin mobil sedan dibebaskan dari PPnBM," ujar Yoga di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, terkait mobil sedan yang diekspor, sesuai ketentuan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku saat ini, tidak dikenakan PPnBM. Namun, apabila terdapat komponen PPN maupun PPnBM pada waktu perolehan atau produksi mobil, pajaknya bisa direstitusi.
"Dengan demikian dalam hal ekspor, aspek kompetitifnya tidak bisa dilihat dari faktor PPN maupun PPnBM," ujarnya.
Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, aturan mengenai ketentuan PPnBM kendaraan bermotor yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 33 Tahun 2017 memang sebaiknya direvisi.
"Jadi yang dulu membuat aturan ini kan berasumsi sedan sebagai mobil mewah. Semakin ke sini yang mewah tidak hanya sedan. MPV (multi purpose vehicle) juga ada yang mewah tetapi tarif (pajak)-nya lebih rendah dibandingkan sedan," ujarnya.
Menurut Yustinus, pemerintah perlu merevisi aturan PPnBM dengan memberikan batasan harga sehingga memberi perlakuan adil bagi para pemilik kendaraan mewah.
"Misalnya harga sedan di atas Rp2 miliar kena 40%, di atas Rp1 miliar kena 20%, di atas Rp500 juta kena 10%, jenis apapun. Karena sebenarnya yang paling masuk akal harga bukan jenisnya," ucapnya.
Yustinus menambahkan, usulan dari Kementerian Perindustrian bisa saja diterapkan untuk mendorong produksi sedan. Selama ini produsen automotif di dalam negeri tidak mau memproduksi sedan salah satunya karena ada pengenaan PPnBM.
"Sedan ini nantinya untuk memenuhi kebutuhan domestik, kalau ada sisa baru ekspor. Seharusnya yang seperti ini pun bisa dibebaskan,” ujarnya.
Dia menambahkan, pembebasan PPnBM mobil sedan bisa menjadi insentif bagi kepentingan industri yang pasarnya di dalam maupun di luar negeri.
Rekomendasi Gaikindo
Pada 2017, Gaikindo merekomendasikan dua skema perubahan tarif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) jenis sedan, dengan besaran antara 20-40%. Saat ini, tarif PPnBM yang berlaku untuk sedan berkisar antara 30-125%.
Skema pertama mengadopsi tarif yang diterapkan di Thailand, dengan besaran tarif pajak sebesar 20-40%. Skema ini mengacu pada pajak di Thailand yang memiliki konsep yang baik dalam pengembangan industri. Skema tersebut diklaim meminimalisasi penurunan industri (teknologi konvensional) dengan menetapkan kisaran pajak sesuai dengan daya beli masyarakat.
Adapun, skema kedua berdasarkan kajian Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dengan pengurangan tarif secara proporsional. Tarif pajak menurut skema tersebut sebesar 20-25%. Dalam kajiannya, Gaikindo meyakini penurunan tarif pajak PPnBM akan menekan harga jual, sehingga mendongkrak laju penjualan dengan prediksi peningkatan penjualan hingga 8%.
Kalangan Agen Pemegang Merek (APM) menyambut baik usulan revisi aturan PPnBM mobil sedan. Jika disetujui, skema baru PPnBM tersebut bakal memicu pertumbuhan industri automotif dalam negeri.
Executive General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto menilai, rencana pemerintah tersebut merupakan langkah positif untuk mendorong industri automotif di dalam negeri. “Kami melihatanya kebijakan ini tak hanya bagus untuk dalam negeri tetapi juga pasar ekspor,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, pascakunjungan Presiden Joko Widodo ke Australia beberapa waktu lalu, Pemerintah menilai kini saatnya industri automotif di Indonesia melakukan ekspor ke Australia. Sebab, di Negeri Kanguru itu tidak ada lagi pabrik mobil.
“Selama ini dipasok dari Thailand dan negara lainnya. Kenapa bukan dari Indonesia. Saya kira itulah salah satu semangat yang diusung pemerintah untuk kebijakan terkait PPnBM ini,” sebutnya.
Dengan kebijakan tersebut, ujar Soerjopranoto, pasar di dalam negeri akan tumbuh sehingga merangsang produsen automotif untuk menanamkan investasinya.
“Jika pasar tumbuh, pabrikan baru tentu akan berinvestasi. Nah, bukan hanya untuk pasar domestik saja tapi juga ekspor seperti ke Australia itu,” tuturnya.
Marketing and After Sales Service Director PT Honda Prospect Motor Jonfis Fandy mengaku belum bisa berkomentar terlalu banyak terkait usulan revisi perpajakan mobil jenis sedan.
"Kita belum mendapat dan membaca drafnya, jadi susah untuk membicarakannya," ungkap Jonfis.
Namun, ujar dia, secara umum penurunan PPnBM akan menurunkan harga sedan. "Tapi belum jelas seperti apa," ungkapnya.
Dia berpendapat, pengelompokkan jenis mobil sedan sebagai kelompok barang mewah memang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Hal ini karena saat ini sudah banyak mobil jenis sport utility vehicle (SUV) maupun MPV yang masuk kategori mewah.
"Definisi itu sebenarnya sudah zaman lalu," ujarnya. (Anton C/Oktiani Endarwati/Danang Arradian)
(nfl)