Kemenperin: Indonesia Tak Langsung Lompat Gunakan Mobil Listrik
A
A
A
JAKARTA - Bahan bakar fosil atau BBM yang ada di Indonesia saat ini diprediksi hanya akan bertahan sampai 12 tahun mendatang. Mau tidak mau kondisi ini membuat Indonesia harus menjajaki era kendaraan bebahan bakar listrik.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun telah miliki roadmap (peta jalan) yang akan dijadikan sebagai acuan industri automotif nasional melakoni era mobil listrik. Menurut Putu Juli Ardika, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan, Ditjen ILMATE, Kementerian Perindustrian, dalam sebuah Focus Group Discussion mengatakan, tahapan yang dibuat pemerintah tidak langsung menuju mobil listrik. Melainkan melalui hybrid dan plug-in hybrid, kemudian Battery Electric Vehicle (BEV).
Dari riset lembaga penelitian McKinsey Global Institute dan Nomura Research Institute, Indonesia akan menjadi negara produsen mobil internal comustion enginee (ICE) dan Low Carbon Emmission Vechicle (LCEV), baik itu Hybrid, Plug-in Hybrid, maupun BEV di dunia. Juga, Menurut data yang dimiliki Kementerian Perindustrian, mobil hybrid, hybrid-plugin, dan mobil listrik akan menjadi kendaraan yang paling laku nantinya pada 2040.
"Mengenai pengembangan mobil listrik ini memang perlu segera diterbitkan peraturan presiden. Sehingga terdapat acuan regulasi yang jelas dalam pengembangannya," harap Putu di Jakarta, baru-baru ini.
Mengenai pajak, lanjut Putu, jika ingin merakit di dalam negeri akan ada aturan yang berbeda dengan mobil konvensional biasa. "Kalo sekarang kita mau ke mobil listrik kita bedakan aturannya. Untuk IKD dan CKD baru ada untuk kendaraan konvensional. Untuk itu kita masih kembangkan lagi, semoga secepatnya segera jadi," tambahnya.
"Selain itu, saat ini masih dibutuhkan sosialisasi yang tepat kepada calon para pengguna mengenai mekanisme dan apa sebenarnya kendaraan listrik ini," pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Agus Pambagyo, pengamat kebijakan publik baik mengatakan, mobil listrik di Indonesia memang perlu dikembangkan. Dengan catatan asal Indonesia bukan hanya dijadikan pasar karena harus mengimpor berbagai komponen pendukungnya.
"Intinya jangan lagi kita hanya menjadi konsumen. Namun bisa turut membangun industrinya di dalam negeri," kata Agus.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun telah miliki roadmap (peta jalan) yang akan dijadikan sebagai acuan industri automotif nasional melakoni era mobil listrik. Menurut Putu Juli Ardika, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan, Ditjen ILMATE, Kementerian Perindustrian, dalam sebuah Focus Group Discussion mengatakan, tahapan yang dibuat pemerintah tidak langsung menuju mobil listrik. Melainkan melalui hybrid dan plug-in hybrid, kemudian Battery Electric Vehicle (BEV).
Dari riset lembaga penelitian McKinsey Global Institute dan Nomura Research Institute, Indonesia akan menjadi negara produsen mobil internal comustion enginee (ICE) dan Low Carbon Emmission Vechicle (LCEV), baik itu Hybrid, Plug-in Hybrid, maupun BEV di dunia. Juga, Menurut data yang dimiliki Kementerian Perindustrian, mobil hybrid, hybrid-plugin, dan mobil listrik akan menjadi kendaraan yang paling laku nantinya pada 2040.
"Mengenai pengembangan mobil listrik ini memang perlu segera diterbitkan peraturan presiden. Sehingga terdapat acuan regulasi yang jelas dalam pengembangannya," harap Putu di Jakarta, baru-baru ini.
Mengenai pajak, lanjut Putu, jika ingin merakit di dalam negeri akan ada aturan yang berbeda dengan mobil konvensional biasa. "Kalo sekarang kita mau ke mobil listrik kita bedakan aturannya. Untuk IKD dan CKD baru ada untuk kendaraan konvensional. Untuk itu kita masih kembangkan lagi, semoga secepatnya segera jadi," tambahnya.
"Selain itu, saat ini masih dibutuhkan sosialisasi yang tepat kepada calon para pengguna mengenai mekanisme dan apa sebenarnya kendaraan listrik ini," pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Agus Pambagyo, pengamat kebijakan publik baik mengatakan, mobil listrik di Indonesia memang perlu dikembangkan. Dengan catatan asal Indonesia bukan hanya dijadikan pasar karena harus mengimpor berbagai komponen pendukungnya.
"Intinya jangan lagi kita hanya menjadi konsumen. Namun bisa turut membangun industrinya di dalam negeri," kata Agus.
(mim)