Bus Modern Punya Fitur Speed Limiter, Bisa Cegah Pengemudi Ugal-ugalan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bus modern dirancang dengan fitur keamanan di antaranya melengkapi mesin dengan teknologi speed limiter. Fitur ini untuk membatasi laju bus sekitar 100 km/jam sampai 115 km/jam sehingga melaju secara aman.
Fitur speed limiter berguna mencegah fenomena bus melaju melebihi kecepatan saat di jalan tol maupun jalan umum yang berpotensi menimbulkan bahaya dan korban jiwa. Terbaru, kecelakaan maut antara PO Sugeng Rahayu dan PO Eka, menyebabkan sopir meninggal dunia.
Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) dan Ketua Bidang Angkutan Orang DPP ORGANDA periode 2021-2026 mengatakan speed limiter sangat efektif mengatur kecepatan bus. Fitur ini kendali kecepatan bus bukan pada pengemudi lagi.
“Bicara efektivitas speed limiter sangat efektif untuk menjaga top speed atau kecepatan tertinggi. Limiter efektif untuk menjaga batas kecepatan bus. Kalau “ngeblong” itu pada dasarnya tidak dalam kecepatan top speed tapi lebih ke traksi mencapai top speed,” kata Sani kepada MNC Portal, Minggu (1/10/2023).
Pria yang akrab disapa Om Sani itu menegaskan fitur speed limiter sudah disediakan dan manjadi standar wajib dari setiap pabrikan. Konsumen dalam hal ini pemilik PO bus bisa saja membuka fitur tersebut asalkan bertanggung jawab penuh.
“Speed limiter sudah dipasang pabrikan pada engine management-nya. Kalau untuk brand Eropa, saat kita minta buka speed limiter harus jelas alasan operator dan ada surat pernyataan akan menanggung semua akibat yang timbul,” ujarnya.
Saat ini, banyak PO bus menggunakan sasis merek Eropa dengan alasan kenyamanan dan torsi yang lebih besar. Untuk memanjakan penumpang, Om Sani juga mengatakan bahwa pemilik bus bisa meminta menurunkan batas kecepatan.
“Untuk speed limiter, pabrikan umumnya mengatur di 100 km/jam sampai dengan 115 km/jam. Tapi, operator bus bisa meminta untuk mengurangi batas kecepatan maksimalnya sesuai kebutuhan operasionalnya,” ungkap Direktur Utama PO SAN itu.
Sementara itu, istilah “ngeblong” bukan termasuk perilaku pengemudi bus yang ugal-ugalan. Sani mengungkapkan bahwa itu dilakukan saat menyalip bus atau kendaraan lain ketika jalur lain kosong.
“Sebenarnya asumsi ngeblong itu lebih ke situasi jalan arteri non-tol, di mana saat kita akan mendahului kendaraan lain harus menggunakan lajur berlawanan. Tentunya di posisi marka terputus yang memungkinkan untuk mendahului dianggap aman,” ucapnya.
Untuk mencegah pengemudi ngeblong yang paling tepat adalah management sumber daya melalui pemahaman teknologi kendaraan dan pelayanan yang nyaman. “Semua kembali ke management perusahaan otobus-nya seperti apa,” tambahnya.
Fitur speed limiter berguna mencegah fenomena bus melaju melebihi kecepatan saat di jalan tol maupun jalan umum yang berpotensi menimbulkan bahaya dan korban jiwa. Terbaru, kecelakaan maut antara PO Sugeng Rahayu dan PO Eka, menyebabkan sopir meninggal dunia.
Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) dan Ketua Bidang Angkutan Orang DPP ORGANDA periode 2021-2026 mengatakan speed limiter sangat efektif mengatur kecepatan bus. Fitur ini kendali kecepatan bus bukan pada pengemudi lagi.
“Bicara efektivitas speed limiter sangat efektif untuk menjaga top speed atau kecepatan tertinggi. Limiter efektif untuk menjaga batas kecepatan bus. Kalau “ngeblong” itu pada dasarnya tidak dalam kecepatan top speed tapi lebih ke traksi mencapai top speed,” kata Sani kepada MNC Portal, Minggu (1/10/2023).
Pria yang akrab disapa Om Sani itu menegaskan fitur speed limiter sudah disediakan dan manjadi standar wajib dari setiap pabrikan. Konsumen dalam hal ini pemilik PO bus bisa saja membuka fitur tersebut asalkan bertanggung jawab penuh.
“Speed limiter sudah dipasang pabrikan pada engine management-nya. Kalau untuk brand Eropa, saat kita minta buka speed limiter harus jelas alasan operator dan ada surat pernyataan akan menanggung semua akibat yang timbul,” ujarnya.
Saat ini, banyak PO bus menggunakan sasis merek Eropa dengan alasan kenyamanan dan torsi yang lebih besar. Untuk memanjakan penumpang, Om Sani juga mengatakan bahwa pemilik bus bisa meminta menurunkan batas kecepatan.
“Untuk speed limiter, pabrikan umumnya mengatur di 100 km/jam sampai dengan 115 km/jam. Tapi, operator bus bisa meminta untuk mengurangi batas kecepatan maksimalnya sesuai kebutuhan operasionalnya,” ungkap Direktur Utama PO SAN itu.
Sementara itu, istilah “ngeblong” bukan termasuk perilaku pengemudi bus yang ugal-ugalan. Sani mengungkapkan bahwa itu dilakukan saat menyalip bus atau kendaraan lain ketika jalur lain kosong.
“Sebenarnya asumsi ngeblong itu lebih ke situasi jalan arteri non-tol, di mana saat kita akan mendahului kendaraan lain harus menggunakan lajur berlawanan. Tentunya di posisi marka terputus yang memungkinkan untuk mendahului dianggap aman,” ucapnya.
Untuk mencegah pengemudi ngeblong yang paling tepat adalah management sumber daya melalui pemahaman teknologi kendaraan dan pelayanan yang nyaman. “Semua kembali ke management perusahaan otobus-nya seperti apa,” tambahnya.
(wib)