Penjualan Mobil Listrik Masih Rendah, Toyota Yakin Hybrid Lebih Baik untuk Iklim
loading...
A
A
A
AMERIKA - Setahun lalu Toyota mengakui bahwa mereka ketinggalan dalam hal kendaraan listrik (electric vehicle/EV). CEO-nya, Akio Toyoda, mundur dari jabatan, menyebut dirinya sebagai orang "kuno" yang tidak cocok memimpin produsen mobil terbesar di dunia menyambut revolusi EV.
Namun sejak itu, perusahaan Jepang ini tidak banyak berinvestasi menuju masa depan serba elektrik. Alih-alih, mereka tetap mantap memproduksi mobil hybrid yang laris manis, meskipun kendaraan hybrid dianggap mengeluarkan lebih banyak polusi gas rumah kaca daripada EV.
Pakar otomotif mengatakan bahwa sikap Toyota menolak EV bukanlah sebuah kesalahan, melainkan strategi terencana untuk memberi konsumen apa yang mereka inginkan.
Meski penjualan EV meningkat, permasalahan seperti harga yang mahal, jangkauan baterai, dan stasiun pengisian daya yang terbatas menurunkan tingkat permintaan.
Keputusan Toyota untuk mendukung hybrid terbukti menguntungkan: mereka mengalahkan para pesaingnya, termasuk Tesla yang serba elektrik.
Secara global, Toyota menjual 11,2 juta mobil tahun lalu, lebih banyak dari produsen mobil mana pun. Sepertiganya adalah hybrid; kurang dari 1% adalah EV.
Melobi Pemerintah
Analisis InfluenceMap (organisasi pemikir kebijakan iklim) menunjukkan seberapa keras Toyota melobi pemerintah di seluruh dunia agar mobil hybrid tetap digemari selama beberapa dekade mendatang.
Di beberapa pasar paling penting, termasuk Amerika, Toyota gencar menantang keputusan yang menempatkan EV sebagai pusat transisi energi bersih di sektor transportasi.
Kepada CNN, Toyota mengatakan bahwa mereka berbagi "tujuan untuk mengurangi karbon sebanyak mungkin, sesegera mungkin."
Tetapi perusahaan tersebut sangat kritis terhadap kebijakan kendaraan listrik (EV) dari pemerintahan Presiden Joe Biden. Terutama aturan yang diusulkan tentang mewajibkan hingga dua pertiga dari penjualan mobil baru sebagai EV pada awal dekade berikutnya.
Beberapa ahli mengatakan lobi Toyota menahan industri EV, serta rencana Toyota akan memiliki implikasi besar bagi pemanasan global.
Namun sejak itu, perusahaan Jepang ini tidak banyak berinvestasi menuju masa depan serba elektrik. Alih-alih, mereka tetap mantap memproduksi mobil hybrid yang laris manis, meskipun kendaraan hybrid dianggap mengeluarkan lebih banyak polusi gas rumah kaca daripada EV.
Pakar otomotif mengatakan bahwa sikap Toyota menolak EV bukanlah sebuah kesalahan, melainkan strategi terencana untuk memberi konsumen apa yang mereka inginkan.
Meski penjualan EV meningkat, permasalahan seperti harga yang mahal, jangkauan baterai, dan stasiun pengisian daya yang terbatas menurunkan tingkat permintaan.
Keputusan Toyota untuk mendukung hybrid terbukti menguntungkan: mereka mengalahkan para pesaingnya, termasuk Tesla yang serba elektrik.
Secara global, Toyota menjual 11,2 juta mobil tahun lalu, lebih banyak dari produsen mobil mana pun. Sepertiganya adalah hybrid; kurang dari 1% adalah EV.
Melobi Pemerintah
Analisis InfluenceMap (organisasi pemikir kebijakan iklim) menunjukkan seberapa keras Toyota melobi pemerintah di seluruh dunia agar mobil hybrid tetap digemari selama beberapa dekade mendatang.Di beberapa pasar paling penting, termasuk Amerika, Toyota gencar menantang keputusan yang menempatkan EV sebagai pusat transisi energi bersih di sektor transportasi.
Kepada CNN, Toyota mengatakan bahwa mereka berbagi "tujuan untuk mengurangi karbon sebanyak mungkin, sesegera mungkin."
Tetapi perusahaan tersebut sangat kritis terhadap kebijakan kendaraan listrik (EV) dari pemerintahan Presiden Joe Biden. Terutama aturan yang diusulkan tentang mewajibkan hingga dua pertiga dari penjualan mobil baru sebagai EV pada awal dekade berikutnya.
Beberapa ahli mengatakan lobi Toyota menahan industri EV, serta rencana Toyota akan memiliki implikasi besar bagi pemanasan global.