Kendaraan Listrik Akan Memicu Krisis Air di Seluruh Dunia
loading...
A
A
A
BEIJING - Saat dunia mulai berencana untuk memakai kendaraan listrik dan menyimpan sumber daya terbarukan, ancaman besar mengintai: apa yang akan terjadi penambangan besaer-besaran litium ?
Di satu sisi, litium adalah komponen kunci dalam baterai yang dibutuhkan untuk kendaraan listrik dan penyimpanan energi terbarukan, yang sangat penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Namun, di sisi lain, proses ekstraksi dan produksi litium memerlukan sejumlah besar air dan berpotensi mencemari sumber daya air, terutama di daerah yang sudah mengalami kekurangan air.
"Mitigasi perubahan iklim terkadang dapat mempersulit masyarakat dan lingkungan yang sudah berada di bawah tekanan ekstrem untuk dapat beradaptasi dengan perubahan iklim," kata James J.A. Blair, seorang profesor madya geografi dan antropologi di California State Polytechnic University yang memimpin penelitian tersebut.
“Di tempat-tempat yang mengalami kekeringan atau suhu panas ekstrem yang merupakan pemicu stres iklim yang signifikan, kita perlu benar-benar menyadari masalah pasokan air yang terkait dengan beberapa industri yang dimaksudkan untuk mendukung transisi energi.”
Proses penambangan litium, mulai dari ekstraksi mineral hingga pemrosesan, memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan, terutama pada kualitas dan kuantitas air.
Masyarakat yang tinggal di dekat tambang litium, seringkali masyarakat adat atau komunitas marginal, seringkali menanggung beban lingkungan yang tidak proporsional.
Saat ini baterai ion litium (Li) merupakan jenis yang paling banyak dipakai oleh mobil listrik, dan megabaterai ini juga digunakan untuk menyimpan energi yang terbarukan. Permasalahannya, baterai litium sangat susah didaur ulang.
Salah satu alasannya adalah, metode daur ulang baterai yang lebih tradisional, seperti baterai timbal-asam, tidak bekerja dengan baik untuk baterai Li.
Di satu sisi, litium adalah komponen kunci dalam baterai yang dibutuhkan untuk kendaraan listrik dan penyimpanan energi terbarukan, yang sangat penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Namun, di sisi lain, proses ekstraksi dan produksi litium memerlukan sejumlah besar air dan berpotensi mencemari sumber daya air, terutama di daerah yang sudah mengalami kekurangan air.
"Mitigasi perubahan iklim terkadang dapat mempersulit masyarakat dan lingkungan yang sudah berada di bawah tekanan ekstrem untuk dapat beradaptasi dengan perubahan iklim," kata James J.A. Blair, seorang profesor madya geografi dan antropologi di California State Polytechnic University yang memimpin penelitian tersebut.
“Di tempat-tempat yang mengalami kekeringan atau suhu panas ekstrem yang merupakan pemicu stres iklim yang signifikan, kita perlu benar-benar menyadari masalah pasokan air yang terkait dengan beberapa industri yang dimaksudkan untuk mendukung transisi energi.”
Proses penambangan litium, mulai dari ekstraksi mineral hingga pemrosesan, memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan, terutama pada kualitas dan kuantitas air.
Masyarakat yang tinggal di dekat tambang litium, seringkali masyarakat adat atau komunitas marginal, seringkali menanggung beban lingkungan yang tidak proporsional.
Saat ini baterai ion litium (Li) merupakan jenis yang paling banyak dipakai oleh mobil listrik, dan megabaterai ini juga digunakan untuk menyimpan energi yang terbarukan. Permasalahannya, baterai litium sangat susah didaur ulang.
Salah satu alasannya adalah, metode daur ulang baterai yang lebih tradisional, seperti baterai timbal-asam, tidak bekerja dengan baik untuk baterai Li.