Bikin Jantungan, Ini Alasan Mengapa Mobil Eropa Jarang Dipakai Harian
loading...
A
A
A
JAKARTA - Biasanya, pembeli mobil Eropa bekas hanya menjadikan mobilnya sebagai mobil hobi, bukan untuk harian. Ternyata, itu ada alasannya.
Hal tersebut diungkapkan Devin, seorang business analyst yang “nekad” menggunakan BMW 320i Sport F30 lansiran 2015 untuk pulang pergi dari rumah ke kantor.
”Setiap hari saya menempuh jarak 60 kilometer. Setelah saya menggunakan, saya baru paham mengapa kebanyakan orang memiliki mobil seperti BMW untuk jadi pajangan, mobil yang dikendarai akhir pekan, dan dijual dengan kilometer yang relatif rendah,” ujarnya.
Nah, berikut adalah alasan yang ia ungkap dari pengalamannya:
Biaya Perawatan dan Service Mahal
Ini tentu sudah dipahami bagi pemilik mobil Eropa, atau mereka yang berniat meminang mobil Eropa. ”Dijamin bikin kantong bolong. Apalagi kalau service di bengkel resmi. Untuk service ke bengkel non resmi mininmal habis Rp1 juta. Khusus saya tiga bulan sekali wajib service karena jarak jauh,” beber Devin.
Biaya Parts Mahal
Devin bercerita, ia baru saja mengganti dua ban bagian depan masing-masing Rp2,7 juta. ”Jika berjiwa pembalap seperti saya, ban depan cepat botak. Belum lagi kampas rem. Bagi yang perfectionist, pasti ingin ban RFT (Run Flat Tyre). Harga 1 ban Rp4 jutaan. Ganti keempat ban saja sama dengan motor baru,” ungkapnya.
Mengapa tidak memilih ban yang murah? ”Memang ada ban lokal yang harganya Rp1 jutaan ber buah. Tapi, dari pemakaian saya 6 bulan-1 tahun sudah botak. Jadi sama saja,” ungkapnya.
Siap Berburu Parts Online
Menurut Devin, mereka yang memilih “memelihara” mobil Eropa harus selalu siap dana cadangan juga siap untuk “hunting”. ”Karena biaya service mahal, bayangkan jika ada jeroan yang kena di kilometer tinggi. Bisa garuk-garuk kepala,” ujar Devin.
Untuk mengakalinya, pemilik setidaknya harus paham terhadap mobilnya. Juga, rajin berburu parts online atau dengan bergabung ke komunitas. ”Karena kalau harga bengkel bisa bikin jantungan,” ujarnya.
Susah Masuk Gang
Devin paling benci jika ia harus keluar masuk gang. ”Muka saya pasti berubah sebal,” ujarnya. Sebab, jalanan berlobang otomatis membuat mobilnya gesrot. ”Apalagi kalau sudah upsize velg (mengganti jadi lebih besar). Haduh, pasti nyusahin,” katanya.
Hal tersebut diungkapkan Devin, seorang business analyst yang “nekad” menggunakan BMW 320i Sport F30 lansiran 2015 untuk pulang pergi dari rumah ke kantor.
”Setiap hari saya menempuh jarak 60 kilometer. Setelah saya menggunakan, saya baru paham mengapa kebanyakan orang memiliki mobil seperti BMW untuk jadi pajangan, mobil yang dikendarai akhir pekan, dan dijual dengan kilometer yang relatif rendah,” ujarnya.
Nah, berikut adalah alasan yang ia ungkap dari pengalamannya:
Biaya Perawatan dan Service Mahal
Ini tentu sudah dipahami bagi pemilik mobil Eropa, atau mereka yang berniat meminang mobil Eropa. ”Dijamin bikin kantong bolong. Apalagi kalau service di bengkel resmi. Untuk service ke bengkel non resmi mininmal habis Rp1 juta. Khusus saya tiga bulan sekali wajib service karena jarak jauh,” beber Devin.
Biaya Parts Mahal
Devin bercerita, ia baru saja mengganti dua ban bagian depan masing-masing Rp2,7 juta. ”Jika berjiwa pembalap seperti saya, ban depan cepat botak. Belum lagi kampas rem. Bagi yang perfectionist, pasti ingin ban RFT (Run Flat Tyre). Harga 1 ban Rp4 jutaan. Ganti keempat ban saja sama dengan motor baru,” ungkapnya.
Mengapa tidak memilih ban yang murah? ”Memang ada ban lokal yang harganya Rp1 jutaan ber buah. Tapi, dari pemakaian saya 6 bulan-1 tahun sudah botak. Jadi sama saja,” ungkapnya.
Siap Berburu Parts Online
Menurut Devin, mereka yang memilih “memelihara” mobil Eropa harus selalu siap dana cadangan juga siap untuk “hunting”. ”Karena biaya service mahal, bayangkan jika ada jeroan yang kena di kilometer tinggi. Bisa garuk-garuk kepala,” ujar Devin.
Untuk mengakalinya, pemilik setidaknya harus paham terhadap mobilnya. Juga, rajin berburu parts online atau dengan bergabung ke komunitas. ”Karena kalau harga bengkel bisa bikin jantungan,” ujarnya.
Susah Masuk Gang
Devin paling benci jika ia harus keluar masuk gang. ”Muka saya pasti berubah sebal,” ujarnya. Sebab, jalanan berlobang otomatis membuat mobilnya gesrot. ”Apalagi kalau sudah upsize velg (mengganti jadi lebih besar). Haduh, pasti nyusahin,” katanya.