Ikuti Langkah AS, Jepang Danai Industri Otomotifnya untuk Keluar dari China

Selasa, 21 April 2020 - 09:49 WIB
loading...
Ikuti Langkah AS, Jepang Danai Industri Otomotifnya untuk Keluar dari China
Pabrik perakitan mobil Jepang. FOTO/ DOK SINDOnews
A A A
TOKYO - Pemerintah Jepang telah mengalokasikan paket stimulus ekonomi USD 2,2 miliar dalam bentuk subsidi dan pinjaman langsung untuk membantu perusahaan-perusahaan manufaktur dan otomotif Jepang keluar dari China.

Langkah ini dilakukan karena beberapa rantai pasokan yang terganggu oleh wabah COVID-19 sejak Februari.

Dari jumlah tersebut, Jepang telah mengalokasikan USD 2 miliar bagi perusahaan untuk merelokasi produksi ke Jepang. Sementara sisanya tersedia untuk perusahaan Jepang yang ingin memindahkan operasinya ke negara lain.

Pemerintah yang dipimpin oleh Shinzo Abe membuat keputusan ketika Presiden China Xi Jinping dikatakan akan mengunjungi Jepang awal bulan ini. Masih belum jelas bagaimana mengubah pendekatan kebijakan ini akan mempengaruhi hubungan Jepang dengan China, salah satu mitra dagang terbesarnya.

Saat ini, banyak perusahaan AS yang keluar dari China, meskipun tidak menerima bantuan pemerintah AS.

“Perusahaan sudah lama ingin meninggalkan China. Itu sebabnya kami melakukan penelitian ini sekarang untuk mendapatkan data nyata. Pandemi itu menyebabkan rantai pasokan sangat terpengaruh,"

"Jadi ketika mereka dapat menyajikan perhitungan tentang risiko pasokan, banyak yang merasa mereka harus meninggalkan China," kata salah satu perusahaan konsultan global Kearney Patrick Van den Bossche seperti dilansir dari Blomberg Selasa (21/4/2020).

Dalam kerangka globalisasi saat ini, ketergantungan pada rantai pasokan dari China oleh perusahaan-perusahaan Eropa dan AS harus ditanggapi dengan serius.

China sekarang sedang mencari cara untuk memperbaiki reputasinya yang rusak parah setelah wabah COVID-19 yang lain, setelah SARS menyerbu dunia pada tahun 2002-3002. Saat ini, hubungan China dengan AS dan Eropa Barat tidak lagi sekuat sebelumnya.
Mazda CX30

Jadi, para ahli berpikir negara-negara ini harus mengikuti jejak Jepang yang menyediakan dana khusus untuk perusahaan mereka di luar Jepang.

“Untuk alasan keamanan saja, saya pikir banyak perusahaan manufaktur penting perlu keluar dari China, terutama dalam situasi darurat seperti hari ini. Saya melihat ini sebagai hal yang baik untuk ekonomi dunia, tetapi ini adalah berita buruk bagi China. China akan membutuhkan lebih banyak permintaan domestik, "kata profesor keuangan sebuah perusahaan bisnis internasional yang berbasis di Paris, INSEAD, Lily Fang kepada bisnis Today.

Selama dua bulan terakhir, jutaan pekerja di China telah di-PHK. Tidak hanya mereka yang bekerja di pabrik milik asing, tetapi juga produsen China mulai pindah ke Vietnam.

Sementara banyak perusahaan ingin dan telah meninggalkan Tiongkok, kemampuan ekonomi dan sisi penawaran Tiongkok sulit untuk ditiru atau diganti.

“Ada beberapa industri seperti elektronik yang membutuhkan banyak waktu sebelum sumber daya baru dapat mencapai tingkat seperti China. China adalah raksasa, tetapi telah menerima banyak ancaman dan ini telah membuka peluang bagi negara lain.

"Jadi, negara mana yang mampu membelinya?" tantang Patrick Van den Bossche.
(wbs)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2302 seconds (0.1#10.140)