Indonesia Berpeluang Besar Jadi Pemain Global di Industri Kendaraan Listrik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia sangat memungkinkan untuk menjadi pemain global di industri kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) karena memiliki kemampuan sumber daya terintegrasi dari hulu ke hilir.
Indonesia kaya dengan biji nikel yang menjadi bahan baku dari pembuatan baterai EV. Namun membuat baterai EV itu tidak mudah, karena itu IBC bekerjasama dengan mitra konsorsium yakni LG Group dari Korea Selatan dan Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China.
Saat ini IBC sudah membuat road map karena butuh 4-5 tahun untuk bisa memproduksi baterai. Ada beberapa hal yang akan dilakukan. Di tahap awal adalah mendorong pasar 4 roda, selanjutnya 2 roda.
“Investasi yang kita keluarkan hampir USD 15,4 miliar dan membutuhkan waktu 3 hingga 4 tahun untuk membangun industrinya. Keuntungan kita adalah semua sudah terintegrasi jadi satu di Indonesia. Hanya nilai komersialnya yang harus dikejar yang paling optimal dan paling baik untuk Indonesia,” kata Presiden Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho, dalam Forum Diskusi Salemba (FDS) yang diselenggarakan ILUNI UI secara daring, Sabtu (20/11/2021).
Forum Diskusi ini menghadirkan para alumni UI yang terlibat dalam industri kendaraan listrik, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu Presiden Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho, Pengamat Ekonomi FEB UI Toto Pranoto, Director/External Affairs Team Hyundai Motor Asia Pacific Headquarters Tri Wahono Brotosanjoyo dan Pembalap Nasional dan Pemerhati mobil listrik Fitra Eri.
Ketua Umum ILUNI UI Andre Rahadian saat membuka diskusi menekankan pentingnya Indonesia berperan dalam ekosistem industri Electric Vehicle. Apalagi, melihat peran Indonesia setelah mengikuti COP26 dan Presidensi G-20. Banyak yang bisa dilakukan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk besar dan sumber daya yang banyak, tapi juga pengimpor bensin.
“Sehingga, menurut kami sangat penting terciptanya satu ekosistem untuk membangun dan berhasilnya EV di Indonesia,” ujar Andre dalam sambutannya.
Menurut Andre, UI harus bisa berperan besar dalam menciptakan ekosistem ini. “Kita tahu banyak terobosan lahir dari universitas, karena itu untuk membangun ekosistem EV perlu peran besar dari universitas dan alumninya yang tersebar di seluruh sektor untuk memperkenalkan dari hulu ke hilir. Mengomunikasikan kepada masyarakat adanya manfaat dari EV, termasuk insentif pajak yang ada,” kata dia.
Dari sudut pandang ekonomi, pengamat ekonomi UI Toto Pranoto mengatakan masyarakat global sudah mulai beralih ke EV. Dia mencatat secara global data penjualan EV naik 43 % di tahun 2020 dengan penjualan hingga 3,2 juta unit. Banyak pabrikan dunia sudah menargetkan akan segera masuk ke pasar EV. Norwegia bahkan sudah menargetkan tahun 2025 negaranya sudah 100 persen menggunakan EV.
Indonesia kaya dengan biji nikel yang menjadi bahan baku dari pembuatan baterai EV. Namun membuat baterai EV itu tidak mudah, karena itu IBC bekerjasama dengan mitra konsorsium yakni LG Group dari Korea Selatan dan Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China.
Saat ini IBC sudah membuat road map karena butuh 4-5 tahun untuk bisa memproduksi baterai. Ada beberapa hal yang akan dilakukan. Di tahap awal adalah mendorong pasar 4 roda, selanjutnya 2 roda.
“Investasi yang kita keluarkan hampir USD 15,4 miliar dan membutuhkan waktu 3 hingga 4 tahun untuk membangun industrinya. Keuntungan kita adalah semua sudah terintegrasi jadi satu di Indonesia. Hanya nilai komersialnya yang harus dikejar yang paling optimal dan paling baik untuk Indonesia,” kata Presiden Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho, dalam Forum Diskusi Salemba (FDS) yang diselenggarakan ILUNI UI secara daring, Sabtu (20/11/2021).
Forum Diskusi ini menghadirkan para alumni UI yang terlibat dalam industri kendaraan listrik, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu Presiden Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho, Pengamat Ekonomi FEB UI Toto Pranoto, Director/External Affairs Team Hyundai Motor Asia Pacific Headquarters Tri Wahono Brotosanjoyo dan Pembalap Nasional dan Pemerhati mobil listrik Fitra Eri.
Ketua Umum ILUNI UI Andre Rahadian saat membuka diskusi menekankan pentingnya Indonesia berperan dalam ekosistem industri Electric Vehicle. Apalagi, melihat peran Indonesia setelah mengikuti COP26 dan Presidensi G-20. Banyak yang bisa dilakukan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk besar dan sumber daya yang banyak, tapi juga pengimpor bensin.
“Sehingga, menurut kami sangat penting terciptanya satu ekosistem untuk membangun dan berhasilnya EV di Indonesia,” ujar Andre dalam sambutannya.
Menurut Andre, UI harus bisa berperan besar dalam menciptakan ekosistem ini. “Kita tahu banyak terobosan lahir dari universitas, karena itu untuk membangun ekosistem EV perlu peran besar dari universitas dan alumninya yang tersebar di seluruh sektor untuk memperkenalkan dari hulu ke hilir. Mengomunikasikan kepada masyarakat adanya manfaat dari EV, termasuk insentif pajak yang ada,” kata dia.
Dari sudut pandang ekonomi, pengamat ekonomi UI Toto Pranoto mengatakan masyarakat global sudah mulai beralih ke EV. Dia mencatat secara global data penjualan EV naik 43 % di tahun 2020 dengan penjualan hingga 3,2 juta unit. Banyak pabrikan dunia sudah menargetkan akan segera masuk ke pasar EV. Norwegia bahkan sudah menargetkan tahun 2025 negaranya sudah 100 persen menggunakan EV.