Pemerintah Akselerasi Kendaraan Listrik, Solusi atau Promosi?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia tengah giat mengakselerasi dari kendaraan berbahan fosil ke kendaraan listrik . Hal itu bertujuan untuk mengurangi emisi karbon serta mendukung pencapaian target Net Zero Emission Indonesia pada 2060.
Adapun akselerasi tersebut sudah tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) tentang penggunaan kendaraan sebagai kendaraan dinas operasional pemerintah pusat dan daerah.
Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah itu ditandatangani Jokowi pada 13 September 2022.
Selain itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir juga menginstruksikan kepada 84 perusahaan pelat merah agar memberikan dukungan akselerasi kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia (Battery Electric Vehicle/BEV).
Instruksi itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor S- 565/MBU/09/2022 tentang Dukungan Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa hingga saat ini pemerintah sudah mulai bertahap melakukan penggantian mobil dinas menjadi mobil listrik. "Sekarang sudah mulai, jadi mobil dinas kita sudah bertahap sekarang, saya sudah mulai pakai mobil listrik ada," ungkap Luhut kepada Wartawan di Gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (27/9/2022).
Namun demikian, Luhut menjelaskan bahwa penggantian mobil dinas pemerintah menjadi mobil listrik masih mengalami kendala dalam mendapatkan chipnya. "Masalahnya itu ternyata chip untuk bikin mobil itu juga susah karena itu tadi ada pertikaian di kawasan ini, sehingga chip yang dibutuhkan untuk membangun mobil Hyundai itu kekurangan," ungkapnya.
Pengamat Transportasi Darmaningtyas mengungkapkan bahwa akset kendaraan listik yang saat ini tengah digadang-gadangkan oleh pemerintah merupakan isu yang hangat diperbincangkan.
Akan tetapi, Dia mengatakan bahwa dalam pengimplementasiannya sulit untuk dilakukan, sebab harga dari kendaraan listrik maupun untuk konversi kendaraan dari kendaraan berbahan fosil ke kendaraan listrik itu sendiri masih mahal.
Selain itu, Darmaningtyas juga mengatakan, bahan bakar listrik Indonesia 63 persenya masih menggunakan batu bara. Alih-alih ingin mengurangi gas karbon, malah yang terjadi hanya pengalihan atau penundaan polusinya saja.
"Bahan bakar listrik yang 63% masih dari batu bara juga membuat EV ini tidak sepenuhnya bersih lingkungan, hanya pengalihan/penundaan polusi saja mengingat batu bara juga melahirkan limbah. Kalau saya akan dukung penuh EV kalau bahan baku listrik kita dari hidro baru menjadi amat relevan percepatan EV," katanya kepada MNC Portal, Selasa (27/9/2022).
Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Ketua FAKTA Indonesia, Azas Tigor Nainggolan menyatakan bahwa pergantian mobil berbahan fosil ke kendaraan listrik bukan solusi atas pengurangan emisi karbon ataupun kemacetan. Menurutnya, tingginya polusi emisi gas buang diakibatkan oleh kemacetan dan tingginya kendaraan bermotor pribadi baik mobil maupun sepeda motor di jalanan.
"Sehingga pergantian tersebut bukan lah solusi. Pergatian kendaraan bermotor menjadi kendaraan listrik hanya seperti ganti baju saja, khususnya kendaraan pribadi maka penggunaan kendaraan pribadi akan tetap tinggi. Kita ketahui juga bahwa produksi listrik Indonesia masih menggunakan BBM fosil juga yang disubsidi juga," katanya kepada MNC Portal, Selasa (27/9/2022).
Bahkan, Tigor mengatakan bahwa pergantian kendaraan tersebut hanya alat promosi bagi kendaraan listriklistrik bukan menjadi solusi mengurangi emis gas buang. "Bisa jadi penggantian kendaraan bermotor ke kendaraan listrik akhirnya hanya urusan membantu pemasaran kendaraan listrik bukan memecah tingginya kemacetan atau polusi emisi gas buang dan subsidi BBM," katanya.
"Jika mau memecah tingginya kemacetan, polusi emisi gas buang dan subsidi BBM maka pemerintah harus membangun sistem layanan transportasi publik yang aman, nyaman dan akses terintegrasi baik secara merata di seluruh Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan bahwa akselerasi kendaraan listrik saat ini masih setengah-setengah. Hal itu terlihat dari percepatan penggunaan kendaraan listrik yang hanya dilakukan di pemerintahan saja. Padahal seharusnya, Presiden juga mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Penggunaan Kendaraan Listrik berbasis Bateri sebagai Angkutan Umum Penumpang.
"Perpres (peraturan presiden) untuk angkutan umum lebih penting. Pengguna angkutan umum lebih banyak daripada mobil dinas. Selain bisa digunakan oleh masyarakat umum, kendaraan umum listrik juga berpotensi untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak (BBM)," katanya.
Djoko mengatakan, terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 harus dibarengi dengan penyediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang merata. Hal itu bertujuan agar kendaraan listrik bisa digunakan di seluruh Indonesia. "Jangan sampai sudah membeli, namun tidak digunakan karena kesulitan pengisian energinya. Pengalaman masa lalu penggunaan energi gas tersendat juga disebabkan tidak tersedianya stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG)," katanya.
Lebih lanjut, Djoko mendorong pemerintah juga perlu mempertimbangkan mitigasi risiko dari penggunaan kendaraan listrik. "Mitigasi risiko ini terutama terkait dampak apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan listrik," katanya.
Di samping itu, Djoko juga mengingatkan pemerintah untuk tidak melupakan beberapa daerah penghasil nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai untuk penggerak kendaraan listrik, seperti Kab. Kolaka (Sulawesi Tengah), Kab. Morowali (Prov. Sulawesi Tengah), Kab. Luwu (Prov. Sulawesi Selatan), Kab, Halmahera Timur (Pro. Maluku Utara) dan Pulau Gag di Kab. Raja Ampat (Prov. Papua Barat).
Hal itu bertujuan untuk membuktikan bahwa manfaat nikel yang ditambang dapat dinikmati masyarakatnya di daerah tersebut. Hal yang dapat dilakukan pemerintah pada daerah tersebut yakni mendorong Kementerian Perhubungan untuk membuatkan program angkutan umum dengan armada bus listrik di beberapa daerah.
Adapun akselerasi tersebut sudah tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) tentang penggunaan kendaraan sebagai kendaraan dinas operasional pemerintah pusat dan daerah.
Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah itu ditandatangani Jokowi pada 13 September 2022.
Selain itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir juga menginstruksikan kepada 84 perusahaan pelat merah agar memberikan dukungan akselerasi kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia (Battery Electric Vehicle/BEV).
Instruksi itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor S- 565/MBU/09/2022 tentang Dukungan Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa hingga saat ini pemerintah sudah mulai bertahap melakukan penggantian mobil dinas menjadi mobil listrik. "Sekarang sudah mulai, jadi mobil dinas kita sudah bertahap sekarang, saya sudah mulai pakai mobil listrik ada," ungkap Luhut kepada Wartawan di Gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (27/9/2022).
Namun demikian, Luhut menjelaskan bahwa penggantian mobil dinas pemerintah menjadi mobil listrik masih mengalami kendala dalam mendapatkan chipnya. "Masalahnya itu ternyata chip untuk bikin mobil itu juga susah karena itu tadi ada pertikaian di kawasan ini, sehingga chip yang dibutuhkan untuk membangun mobil Hyundai itu kekurangan," ungkapnya.
Pengamat Transportasi Darmaningtyas mengungkapkan bahwa akset kendaraan listik yang saat ini tengah digadang-gadangkan oleh pemerintah merupakan isu yang hangat diperbincangkan.
Akan tetapi, Dia mengatakan bahwa dalam pengimplementasiannya sulit untuk dilakukan, sebab harga dari kendaraan listrik maupun untuk konversi kendaraan dari kendaraan berbahan fosil ke kendaraan listrik itu sendiri masih mahal.
Selain itu, Darmaningtyas juga mengatakan, bahan bakar listrik Indonesia 63 persenya masih menggunakan batu bara. Alih-alih ingin mengurangi gas karbon, malah yang terjadi hanya pengalihan atau penundaan polusinya saja.
"Bahan bakar listrik yang 63% masih dari batu bara juga membuat EV ini tidak sepenuhnya bersih lingkungan, hanya pengalihan/penundaan polusi saja mengingat batu bara juga melahirkan limbah. Kalau saya akan dukung penuh EV kalau bahan baku listrik kita dari hidro baru menjadi amat relevan percepatan EV," katanya kepada MNC Portal, Selasa (27/9/2022).
Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Ketua FAKTA Indonesia, Azas Tigor Nainggolan menyatakan bahwa pergantian mobil berbahan fosil ke kendaraan listrik bukan solusi atas pengurangan emisi karbon ataupun kemacetan. Menurutnya, tingginya polusi emisi gas buang diakibatkan oleh kemacetan dan tingginya kendaraan bermotor pribadi baik mobil maupun sepeda motor di jalanan.
"Sehingga pergantian tersebut bukan lah solusi. Pergatian kendaraan bermotor menjadi kendaraan listrik hanya seperti ganti baju saja, khususnya kendaraan pribadi maka penggunaan kendaraan pribadi akan tetap tinggi. Kita ketahui juga bahwa produksi listrik Indonesia masih menggunakan BBM fosil juga yang disubsidi juga," katanya kepada MNC Portal, Selasa (27/9/2022).
Bahkan, Tigor mengatakan bahwa pergantian kendaraan tersebut hanya alat promosi bagi kendaraan listriklistrik bukan menjadi solusi mengurangi emis gas buang. "Bisa jadi penggantian kendaraan bermotor ke kendaraan listrik akhirnya hanya urusan membantu pemasaran kendaraan listrik bukan memecah tingginya kemacetan atau polusi emisi gas buang dan subsidi BBM," katanya.
"Jika mau memecah tingginya kemacetan, polusi emisi gas buang dan subsidi BBM maka pemerintah harus membangun sistem layanan transportasi publik yang aman, nyaman dan akses terintegrasi baik secara merata di seluruh Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan bahwa akselerasi kendaraan listrik saat ini masih setengah-setengah. Hal itu terlihat dari percepatan penggunaan kendaraan listrik yang hanya dilakukan di pemerintahan saja. Padahal seharusnya, Presiden juga mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Penggunaan Kendaraan Listrik berbasis Bateri sebagai Angkutan Umum Penumpang.
"Perpres (peraturan presiden) untuk angkutan umum lebih penting. Pengguna angkutan umum lebih banyak daripada mobil dinas. Selain bisa digunakan oleh masyarakat umum, kendaraan umum listrik juga berpotensi untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak (BBM)," katanya.
Djoko mengatakan, terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 harus dibarengi dengan penyediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang merata. Hal itu bertujuan agar kendaraan listrik bisa digunakan di seluruh Indonesia. "Jangan sampai sudah membeli, namun tidak digunakan karena kesulitan pengisian energinya. Pengalaman masa lalu penggunaan energi gas tersendat juga disebabkan tidak tersedianya stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG)," katanya.
Lebih lanjut, Djoko mendorong pemerintah juga perlu mempertimbangkan mitigasi risiko dari penggunaan kendaraan listrik. "Mitigasi risiko ini terutama terkait dampak apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan listrik," katanya.
Di samping itu, Djoko juga mengingatkan pemerintah untuk tidak melupakan beberapa daerah penghasil nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai untuk penggerak kendaraan listrik, seperti Kab. Kolaka (Sulawesi Tengah), Kab. Morowali (Prov. Sulawesi Tengah), Kab. Luwu (Prov. Sulawesi Selatan), Kab, Halmahera Timur (Pro. Maluku Utara) dan Pulau Gag di Kab. Raja Ampat (Prov. Papua Barat).
Hal itu bertujuan untuk membuktikan bahwa manfaat nikel yang ditambang dapat dinikmati masyarakatnya di daerah tersebut. Hal yang dapat dilakukan pemerintah pada daerah tersebut yakni mendorong Kementerian Perhubungan untuk membuatkan program angkutan umum dengan armada bus listrik di beberapa daerah.
(wsb)