Jangan Abaikan Prestasi Anak Bangsa
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan industri diharapkan tidak mengabaikan berbagai prestasi dan inovasi yang dihasilkan anak bangsa. Karya yang mereka tunjukkan terbukti unggul dan berpotensi untuk di kembangkan untuk kepentingan lebih luas.
Salah satu bukti keunggulan karya itu ditunjukkan kendaraan hasil inovasi Tim Sapu Angin dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berhasil memenangi kejuaraan tingkat internasional di London, Inggris baru-baru ini. ITS memenangi kejuaraan Shell Eco Marathon Drivers’ World Championship (DWC) 2018 di Sirkuit Queen Elizabeth Olympic Park, London, kemarin.
Tim Sapu Angin ITS berhasil menyisihkan kontestan lain yang berasal dari benua Amerika dan Eropa. Adapun di belakang Tim Sapu Angin ditempati Tim Sask Eco UC dari Kanada dan Tim INSA de Toulouse dari Prancis yang masing-masing menempati posisi kedua dan ketiga.
Shell-Eco Marathon World Driving Championships merupakan kejuaraan yang menguji kecepatan dan daya tahan kendaraan hemat energi. Dengan demikian, perguruan tinggi di Indonesia mampu bersaing di tingkat dunia dalam menghasilkan inovasi kendaraan hemat energi.
Pekan sebelumnya (5/7), tiga mahasiswa Indonesia dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Herman Amrullah, Sholahuddin Alayyubi, dan Thya Laurencia Benedita Araujo menjuarai kompetisi Shell Ideas360 2017/2018 berkat gagasan mobil pintar di sektor energi berjudul “Smart Car Microalgae Cultivation Support (MCS)” yang juga digelar di London, Inggris.
Mereka mengalahkan empat tim finalis lainnya dari American University of Sharjah (Uni Emirat Arab), University of Texas (Amerika Serikat), University of Bordeaux (Prancis), dan University of Melbourne (Australia).
Kompetisi yang telah dimulai sejak tahun 2013 ini menjadi bagian dari festival inovasi Shell Make the Future di London, Inggris, pada 5-8 Juli 2018. Adapun Shell Ideas360 adalah kompetisi yang menantang para mahasiswa seluruh dunia mengembangkan beragam ide dan gagasan dalam menghadapi tantangan global di sektor energi, pangan dan air.
Pengamat pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Said Hamid Hasan menilai prestasi yang ditunjukkan mahasiswa ITS sangat luar biasa. Namun lebih dari itu, dia berharap keberhasilan tersebut bisa berdampak luas bagi kemaslahatan masyarakat luas. Dia juga berharap pemerintah untuk terus mendukung kendaraan yang dihasilkan ITS ini menjadi produk kebanggaan bangsa.
“Selamat ITS semoga berdampak luas bagi masyarakat, dan bangsa jangan seperti melempar batu di laut, muncul percikan air sedikit dan sebentar setelah itu hilang,” katanya. Dia menuturkan, sejatinya banyak prestasi anak bangsa yang sudah ditorehkan bagi negeri ini.
Dia mengatakan, beberapa tahun lalu mahasiswa UPI memenangkan lomba mobil hemat BBM yang hasilnya sangat dihargai oleh pabrikan Ferrari di Italia sehingga mahasiswa tersebut pun diundang beberapa kali ke markas besar Ferrari di Italia.
“Bahkan, siswa SMA pun banyak yang berhasil dalam lomba internasional, tapi sepi tanggapan kecuali pujian sesaat. Sekarang ITS juara Eco Driving Competition dan rasanya bukan sekali ini ITS menang di ajang internasional dan akan sepi tanggapan,” ujarnya khawatir.
Belajar dari persoalan tersebut, dia menyarankan pemerintah mengubah strategi kebijakannya. Menurut dia, karya pemenang seperti ini, harus dikembangkan menjadi centre of excellent dari studi terkait. Pemerintah juga perlu mendorong dunia industri untuk membesarkannya.“Mereka bukan saja mengharumkan nama bangsa, tapi mem buka peluang untuk menyejahterakan bangsa dengan temuan itu. Jadi bukan hanya apresiasi, tetapi jadikan temuan itu berkembang. Dengan temuan seperti ITS ini, dan sebelumnya mahasiswa UPI dan temuan lain dalam otomotif maka harus diikuti dengan kebijakan kewajiban industri automotif menyerapnya,” katanya.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohammad Nasir memberikan selamat atas kerja keras dan perjuangan Tim Semar UGM dan Tim Garuda UNY menduduki peringkat ke delapan dan kesembilan.“Prestasi yang ditorehkan ketiga kampus itu perlu diapresiasi sebab berhasil menjadi kontestan kejuaraan dunia lomba ketahanan mobil hemat energi ini saja sudah sangat mengharumkan nama bangsa,” ujar mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini. Juara Shell-Eco Marathon World Driving Championships 2018 akan memperoleh hadiah dan pengalaman yang sangat berharga dari panitia lomba.
Pemenang akan mendapatkan undangan untuk mengunjungi markas Scuderia Ferrari di Italia. Pemenang akan berpartisipasi dan workshop dan belajar dari para pakar dipabrikan mobil berlambang kuda jingkrak tersebut. Sebagai informasi, di ajang balap mobil hemat energi ini, wilayah Asia diwakili oleh tiga tim yang semuanya dari Indonesia.
Selain ITS dengan mobilnya Sapuangin, juga ada tim Semar Urban dari UGM dan tim Garuda dari UNY. Ketiga tim andalan Indonesia tersebut berhasil meraih tiket menuju grand final DWC 2018 di London, setelah menja di tiga tercepat dalam final DWC Asia 2018 yang dihelat seusai Shell Eco Marathon (SEM) Asia 2018 di Singapura, Maret lalu. Tiga posisi teratas dalam adu kecepatan tersebut berhak melaju ke ajang grand final DWC di London, bertarung dengan tiga besar dari berbagai wilayah lain sedunia.
Strategi Sapu Angin
Keikutsertaan Sapu Angin da lam Shell Eco Marathon DWC bukan kali ini. Mobil legendaris buatan ITS Surabaya itu sudah dua kali ikut bertanding selama dua tahun sebelumnya, tapi mengalami kegagalan. Namun, kerja keras dan pantang menyerah terjawab pada ajang kali ini dengan menjadi kampiun.
Final race DWC 2018 ini dihelat pada siang hari saat musim panas dengan suhu, sekitar 30 derajat Celsius. Bagi sebagian peserta yang berasal dari negara empat musim tentunya hal ini menjadi masalah tersendiri.
Namun bagi Tim Sapu angin dan tim dari Indonesia lainnya, hal ini tidak menjadi masalah. Billy Firmansyah, manajer non teknis Tim Sapuangin ITS me nuturkan, final race dilakukan dengan trek sepanjang 6,7 km dan elevasi naik-turun antara tiga hingga 12 meter. Setiap tim tentu merancang strateginya masing-masing untuk bisa mendulang kecepatan maksimal.
“Ada yang setia menjaga kecepatan dalam strategi yang terukur karena race berlangsung dalam 10 lap. Sapu Angin termasuk salah satunya,” kata Billy melalui pesan online. Ia melanjutkan, Tim Sapu Angin ITS sengaja memasang strategi dengan terus menggunakan kecepatan sedang di lap awal.
Driver harus mengatur kecepatan yang tak boleh lebih dari 40 km/jam agar efisiensi energi menjadi seimbang. Meski begitu, katanya, ITS selalu berada dalam posisi empat besar terdepan. Melihat kondisi bahan bakar yang masih memadai, Sapuangin tancap pedal gas dalam-dalam di sisa lap.
“Diputaran lap terakhir, Sapu Angin akhirnya mampu menyalip mobil lawan dan berhasil menempati posisi terdepan,” ucapnya.
Hingga lap 10 berakhir, Sapu Angin memimpin melintasi garis finis. Di giant screen monitor racing tertulis peringkat I adalah tim Sapu Angin. Para anggota Tim Sapu Angin pun sontak berpelukan dalam tangis haru.
Kegembiraan yang terluapkan dalam-dalam. Namun, sukacita itu mendadak terhenti sebab sempat terjadi kehebohan di balik prestasi yang akhirnya mampu diraih ITS. Secara sepihak, panitia tiba-tiba menyatakan ITS baru menyelesaikan sembilan lap. Padahal, terdapat 10 lap yang semestinya harus dilampaui.
Alhasil, Sapu Angin melorot posisinya hingga ranking sembilan. Ketegangan pun sontak terjadi di arena. Merasa dicurangi, katanya, Sapu Angin pun melancarkan protes ke panitia. Dibantu rekan seperjuangan dari Indonesia, yakni Tim Semar Urban UGM dan Tim Garuda UNY untuk meluruskan fakta yang terjadi di arena pertandingan.
“Dalam protes, kami sertakan data dan video yang merekam selama lomba berlangsung,” tegas Billy. Setelah panitia berdiskusi dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang ada, akhirnya saat awarding di akhir acara, trofi Juara I DWC 2018 berhasil dibawa pulang Tim Sapu Angin ITS. (Neneng Zubaedah/ Aan Haryono/Ant)
Salah satu bukti keunggulan karya itu ditunjukkan kendaraan hasil inovasi Tim Sapu Angin dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berhasil memenangi kejuaraan tingkat internasional di London, Inggris baru-baru ini. ITS memenangi kejuaraan Shell Eco Marathon Drivers’ World Championship (DWC) 2018 di Sirkuit Queen Elizabeth Olympic Park, London, kemarin.
Tim Sapu Angin ITS berhasil menyisihkan kontestan lain yang berasal dari benua Amerika dan Eropa. Adapun di belakang Tim Sapu Angin ditempati Tim Sask Eco UC dari Kanada dan Tim INSA de Toulouse dari Prancis yang masing-masing menempati posisi kedua dan ketiga.
Shell-Eco Marathon World Driving Championships merupakan kejuaraan yang menguji kecepatan dan daya tahan kendaraan hemat energi. Dengan demikian, perguruan tinggi di Indonesia mampu bersaing di tingkat dunia dalam menghasilkan inovasi kendaraan hemat energi.
Pekan sebelumnya (5/7), tiga mahasiswa Indonesia dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Herman Amrullah, Sholahuddin Alayyubi, dan Thya Laurencia Benedita Araujo menjuarai kompetisi Shell Ideas360 2017/2018 berkat gagasan mobil pintar di sektor energi berjudul “Smart Car Microalgae Cultivation Support (MCS)” yang juga digelar di London, Inggris.
Mereka mengalahkan empat tim finalis lainnya dari American University of Sharjah (Uni Emirat Arab), University of Texas (Amerika Serikat), University of Bordeaux (Prancis), dan University of Melbourne (Australia).
Kompetisi yang telah dimulai sejak tahun 2013 ini menjadi bagian dari festival inovasi Shell Make the Future di London, Inggris, pada 5-8 Juli 2018. Adapun Shell Ideas360 adalah kompetisi yang menantang para mahasiswa seluruh dunia mengembangkan beragam ide dan gagasan dalam menghadapi tantangan global di sektor energi, pangan dan air.
Pengamat pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Said Hamid Hasan menilai prestasi yang ditunjukkan mahasiswa ITS sangat luar biasa. Namun lebih dari itu, dia berharap keberhasilan tersebut bisa berdampak luas bagi kemaslahatan masyarakat luas. Dia juga berharap pemerintah untuk terus mendukung kendaraan yang dihasilkan ITS ini menjadi produk kebanggaan bangsa.
“Selamat ITS semoga berdampak luas bagi masyarakat, dan bangsa jangan seperti melempar batu di laut, muncul percikan air sedikit dan sebentar setelah itu hilang,” katanya. Dia menuturkan, sejatinya banyak prestasi anak bangsa yang sudah ditorehkan bagi negeri ini.
Dia mengatakan, beberapa tahun lalu mahasiswa UPI memenangkan lomba mobil hemat BBM yang hasilnya sangat dihargai oleh pabrikan Ferrari di Italia sehingga mahasiswa tersebut pun diundang beberapa kali ke markas besar Ferrari di Italia.
“Bahkan, siswa SMA pun banyak yang berhasil dalam lomba internasional, tapi sepi tanggapan kecuali pujian sesaat. Sekarang ITS juara Eco Driving Competition dan rasanya bukan sekali ini ITS menang di ajang internasional dan akan sepi tanggapan,” ujarnya khawatir.
Belajar dari persoalan tersebut, dia menyarankan pemerintah mengubah strategi kebijakannya. Menurut dia, karya pemenang seperti ini, harus dikembangkan menjadi centre of excellent dari studi terkait. Pemerintah juga perlu mendorong dunia industri untuk membesarkannya.“Mereka bukan saja mengharumkan nama bangsa, tapi mem buka peluang untuk menyejahterakan bangsa dengan temuan itu. Jadi bukan hanya apresiasi, tetapi jadikan temuan itu berkembang. Dengan temuan seperti ITS ini, dan sebelumnya mahasiswa UPI dan temuan lain dalam otomotif maka harus diikuti dengan kebijakan kewajiban industri automotif menyerapnya,” katanya.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohammad Nasir memberikan selamat atas kerja keras dan perjuangan Tim Semar UGM dan Tim Garuda UNY menduduki peringkat ke delapan dan kesembilan.“Prestasi yang ditorehkan ketiga kampus itu perlu diapresiasi sebab berhasil menjadi kontestan kejuaraan dunia lomba ketahanan mobil hemat energi ini saja sudah sangat mengharumkan nama bangsa,” ujar mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini. Juara Shell-Eco Marathon World Driving Championships 2018 akan memperoleh hadiah dan pengalaman yang sangat berharga dari panitia lomba.
Pemenang akan mendapatkan undangan untuk mengunjungi markas Scuderia Ferrari di Italia. Pemenang akan berpartisipasi dan workshop dan belajar dari para pakar dipabrikan mobil berlambang kuda jingkrak tersebut. Sebagai informasi, di ajang balap mobil hemat energi ini, wilayah Asia diwakili oleh tiga tim yang semuanya dari Indonesia.
Selain ITS dengan mobilnya Sapuangin, juga ada tim Semar Urban dari UGM dan tim Garuda dari UNY. Ketiga tim andalan Indonesia tersebut berhasil meraih tiket menuju grand final DWC 2018 di London, setelah menja di tiga tercepat dalam final DWC Asia 2018 yang dihelat seusai Shell Eco Marathon (SEM) Asia 2018 di Singapura, Maret lalu. Tiga posisi teratas dalam adu kecepatan tersebut berhak melaju ke ajang grand final DWC di London, bertarung dengan tiga besar dari berbagai wilayah lain sedunia.
Strategi Sapu Angin
Keikutsertaan Sapu Angin da lam Shell Eco Marathon DWC bukan kali ini. Mobil legendaris buatan ITS Surabaya itu sudah dua kali ikut bertanding selama dua tahun sebelumnya, tapi mengalami kegagalan. Namun, kerja keras dan pantang menyerah terjawab pada ajang kali ini dengan menjadi kampiun.
Final race DWC 2018 ini dihelat pada siang hari saat musim panas dengan suhu, sekitar 30 derajat Celsius. Bagi sebagian peserta yang berasal dari negara empat musim tentunya hal ini menjadi masalah tersendiri.
Namun bagi Tim Sapu angin dan tim dari Indonesia lainnya, hal ini tidak menjadi masalah. Billy Firmansyah, manajer non teknis Tim Sapuangin ITS me nuturkan, final race dilakukan dengan trek sepanjang 6,7 km dan elevasi naik-turun antara tiga hingga 12 meter. Setiap tim tentu merancang strateginya masing-masing untuk bisa mendulang kecepatan maksimal.
“Ada yang setia menjaga kecepatan dalam strategi yang terukur karena race berlangsung dalam 10 lap. Sapu Angin termasuk salah satunya,” kata Billy melalui pesan online. Ia melanjutkan, Tim Sapu Angin ITS sengaja memasang strategi dengan terus menggunakan kecepatan sedang di lap awal.
Driver harus mengatur kecepatan yang tak boleh lebih dari 40 km/jam agar efisiensi energi menjadi seimbang. Meski begitu, katanya, ITS selalu berada dalam posisi empat besar terdepan. Melihat kondisi bahan bakar yang masih memadai, Sapuangin tancap pedal gas dalam-dalam di sisa lap.
“Diputaran lap terakhir, Sapu Angin akhirnya mampu menyalip mobil lawan dan berhasil menempati posisi terdepan,” ucapnya.
Hingga lap 10 berakhir, Sapu Angin memimpin melintasi garis finis. Di giant screen monitor racing tertulis peringkat I adalah tim Sapu Angin. Para anggota Tim Sapu Angin pun sontak berpelukan dalam tangis haru.
Kegembiraan yang terluapkan dalam-dalam. Namun, sukacita itu mendadak terhenti sebab sempat terjadi kehebohan di balik prestasi yang akhirnya mampu diraih ITS. Secara sepihak, panitia tiba-tiba menyatakan ITS baru menyelesaikan sembilan lap. Padahal, terdapat 10 lap yang semestinya harus dilampaui.
Alhasil, Sapu Angin melorot posisinya hingga ranking sembilan. Ketegangan pun sontak terjadi di arena. Merasa dicurangi, katanya, Sapu Angin pun melancarkan protes ke panitia. Dibantu rekan seperjuangan dari Indonesia, yakni Tim Semar Urban UGM dan Tim Garuda UNY untuk meluruskan fakta yang terjadi di arena pertandingan.
“Dalam protes, kami sertakan data dan video yang merekam selama lomba berlangsung,” tegas Billy. Setelah panitia berdiskusi dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang ada, akhirnya saat awarding di akhir acara, trofi Juara I DWC 2018 berhasil dibawa pulang Tim Sapu Angin ITS. (Neneng Zubaedah/ Aan Haryono/Ant)
(nfl)