Pengamat: TikTok Mendunia karena China Larang Facebook dan Instagram
Minggu, 26 Juli 2020 - 13:20 WIB
BEIJING - Masyarakat dunia dan termasuk Indonesia sedang gandrung bermain TikTok. Fenomena ini cukup membuat resah, karena munculnya berbagai isu miring terkait aplikasi media sosial berbasis video dari China ini. BACA JUGA - Jangankan Mama Muda, Setan pun Suka Goyang TikTok
TikTok seperti halnya Huawei, juga ikut terseret dalam perang dagang antara Amerika Serikat-China, dan dituduh menjadi alat spionase pemerintah China. BACA JUGA - Hasil Riset Klaim Manusia Lebih Dekat dengan Gen Neanderthal
Apalagi sekarang adanya persaingan Big Data yang membuat siapapun pemilik platform populer bisa membantu mengendalikan dunia. Misalnya, data Facebook digunakan untuk memenangkan Donald Trump saat pilpres AS dan kubu Brexit di Inggris.
Pakar keamanan siber, Pratama Persadha, menjelaskan, peningkatan pengguna TikTok yang sangat cepat juga terbantu oleh pemerintah China yang melarang Instagram dan Facebook beroperasi di China.
Akibatnya, pemakai TikTok di China menjadi sangat besar, yang pada akhirnya membuat Tiktok sekarang menjadi aplikasi raksasa dengan total unduhan mencapai lebih dari 1,65 miliar.
“Bahkan TikTok dalam waktu dekat akan merilis model monetize atau kerja sama iklan, sehingga usernya bisa mendapatkan pemasukan seperti di Youtube dan Facebook,” kata Pratama.
Selain itu, salah satu hal yang dianggap sebagai keunggulan TikTok oleh para pemakainya adalah karena platform tersebut tidak mengenal copyright.
Artinya, pengguna bisa memakai berbagai musik dan video tanpa khawatir terkena take down seperti di FB, IG dan Youtube. Namun, di saat namanya melambung, TikTok terkena larangan penggunaan dan beroperasi di kawasan Amerika Serikat dan India, dengan alasan keamanan.
“Uni Eropa melakukan pengawasan ketat data TikTok ke mana saja dan akan diolah seperti apa, tidak sampai melarang seperti di AS. Pertama yang selalu dicek adalah privacy policy. Hal serupa yang menimpa Zoom karena ada perihal pengumpulan data yang tidak disampaikan di privacy policy,” jelas chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.
TikTok seperti halnya Huawei, juga ikut terseret dalam perang dagang antara Amerika Serikat-China, dan dituduh menjadi alat spionase pemerintah China. BACA JUGA - Hasil Riset Klaim Manusia Lebih Dekat dengan Gen Neanderthal
Apalagi sekarang adanya persaingan Big Data yang membuat siapapun pemilik platform populer bisa membantu mengendalikan dunia. Misalnya, data Facebook digunakan untuk memenangkan Donald Trump saat pilpres AS dan kubu Brexit di Inggris.
Pakar keamanan siber, Pratama Persadha, menjelaskan, peningkatan pengguna TikTok yang sangat cepat juga terbantu oleh pemerintah China yang melarang Instagram dan Facebook beroperasi di China.
Akibatnya, pemakai TikTok di China menjadi sangat besar, yang pada akhirnya membuat Tiktok sekarang menjadi aplikasi raksasa dengan total unduhan mencapai lebih dari 1,65 miliar.
“Bahkan TikTok dalam waktu dekat akan merilis model monetize atau kerja sama iklan, sehingga usernya bisa mendapatkan pemasukan seperti di Youtube dan Facebook,” kata Pratama.
Selain itu, salah satu hal yang dianggap sebagai keunggulan TikTok oleh para pemakainya adalah karena platform tersebut tidak mengenal copyright.
Artinya, pengguna bisa memakai berbagai musik dan video tanpa khawatir terkena take down seperti di FB, IG dan Youtube. Namun, di saat namanya melambung, TikTok terkena larangan penggunaan dan beroperasi di kawasan Amerika Serikat dan India, dengan alasan keamanan.
“Uni Eropa melakukan pengawasan ketat data TikTok ke mana saja dan akan diolah seperti apa, tidak sampai melarang seperti di AS. Pertama yang selalu dicek adalah privacy policy. Hal serupa yang menimpa Zoom karena ada perihal pengumpulan data yang tidak disampaikan di privacy policy,” jelas chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.
(wbs)
tulis komentar anda