3 Dampak Buruk Perkembangan Kendaraan Listrik, Salah Satunya Memicu Krisis Air

Rabu, 11 September 2024 - 19:00 WIB
Mobil listrik dinilai memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan. Foto: Cars
JAKARTA - Kendaraan listrik menjadi solusi menjanjikan untuk mengurangi polusi dan emisi gas rumah kaca di lingkungan. Keberadaannya sendiri telah berkembang pesat di luar negeri dan perlahan mulai memasuki Indonesia.

Terlepas dari banyaknya hal positif yang dibawa kendaraan listrik, tetap saja muncul dampak negatif yang berpotensi menjadi masalah di kemudian hari. Salah satu persoalan terbesarnya berasal dari komponen baterai yang digunakan.

Lalu, apa saja dampak buruk perkembangan kendaraan listrik? Berikut ini ulasannya sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (11/9/2024).



Dampak Buruk Perkembangan Kendaraan Listrik

1. Menghasilkan limbah baterai

Seiring pemakaian, baterai kendaraan listrik akan mencapai batas umurnya. Setelah itu, pemilik perlu menggantinya dengan baterai baru.

Sementara baterai yang lama mereka harus dibuang dan jika bisa didaur ulang. Namun, kabar buruknya limbah dari baterai tersebut akan meningkat dan sulit didaur ulang sepenuhnya.

Mengutip Here Technologies, proses daur ulang baterai ini cenderung rumit dan mahal. Perbedaan geografis dalam infrastruktur daur ulang akan mempersulit logistik dan bisa membuat keseluruhan proses menjadi tidak efisien dan mahal.

Selain itu, membongkar baterai juga memerlukan fasilitas khusus dan tenaga kerja terampil, sehingga semakin meningkatkan biaya. Lebih jauh, harga bahan daur ulang yang berfluktuasi juga membuat penambangan komponennya semakin memberatkan secara finansial.

2. Berpotensi membuat krisis air

Litium menjadi komponen kunci dalam baterai yang dibutuhkan untuk kendaraan listrik. Sebagai penyimpanan energi terbarukan, keberadaannya sangat penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Namun, di sisi lain proses ekstraksi dan produksi litium memerlukan sejumlah besar air dan berpotensi mencemari sumber dayanya. Hal ini pernah disampaikan James J.A. Blair, seorang profesor madya geografi dan antropologi di California State Polytechnic University yang memimpin sebuah penelitian terkait.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More