Darmaningtyas : Dulu Jokowi Kritisi PPnBM LCGC Sekarang Setujui PPnBM
Minggu, 21 Februari 2021 - 17:30 WIB
JAKARTA - Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas mengkritisi sikap Presiden Jokowi atas persetujuan relaksasi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang akan berlaku selama sembilan bulan ke depan untu kendaraan roda empat 4x2 dan sedan yang mesinnya di bawah 1.500 cc. Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Indef hari ini, Darmaningtyas mengatakan saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi menolak pemberian relaksasi PPnBM 0 persen Kendaraan Bermotor Roda Empat yang
Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau Low Cost Green Car (LCGC) pada 2013. Saat itu Jokowi melihat pemberian relaksasi PPnBM 0 persen justru akan membuat kemacetan dan polusi semakin parah.
"Saya ingat saat itu Presiden Jokowi merasa perlu untuk mengirimkan surat kepada pemerintah akan keberatannya. Kali ini orang yang sama mengkritik, sekarang menjalaninya. Ini menarik dan tidak disadari orang-orang di bawah," ujar Darmaningtyas.
Dia melanjutkan relaksasi PPnBM yang berlaku Maret nanti memang sama kontroversialnya dengan relaksasi PPnBM 0 persen untuk LCGC. Waktu itu relaksasi PPnBM 0 persen diberikan dengan harapan mampu meningkatkan produksi otomotif nasional karena penggunaan komponen dalam negeri. Hanya saja yang terjadi justru tingkat kemacetan dan polusi yang semakin parah.
Hal yang sama dilihat oleh Darmaningtyas akan relaksasi PPnBM yang baru-baru ini mengemuka. Dia mengatakan kebijakan pemerintah merelaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor di bawah 1.500 cc tidak tepat sasaran.
Pasalnya, hanya masyarakat kelas menengah ke atas yang memiliki tabungan di tengah pandemi Covid-19. Kelompok tersebut pun bukan pangsa pasar kendaraan murah berkapasitas silinder 1.500 cc ke bawah. "Kebijakan ini tidak tepat sasaran meskipun suara mayoritas penduduk mendukung karena yang saat ini memiliki uang adalah kalangan menengah atas. Sementara yang menengah atas ini mobilnya di atas 1.500 cc," katanya.
Seharusnya, bagi Darmaningtyas, kebijakan itu diarahkan kepada pemberian relaksasi untuk transportasi massal, utamanya angkutan pedesaan alih-alih kendaraan pribadi. Pasalnya, jumlah transportasi di pedesaan minim dan membuat distribusi terganggu, sehingga menghambat proses peningkatan taraf hidup masyarakat setempat. "Relaksasi PPnBM ini harusnya untuk angkutan umum massal atau pedesaan untuk distribusi mereka. Kita harap angkutan umum ke depan lebih aman,
nyaman, selamat," tuturnya.
Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau Low Cost Green Car (LCGC) pada 2013. Saat itu Jokowi melihat pemberian relaksasi PPnBM 0 persen justru akan membuat kemacetan dan polusi semakin parah.
"Saya ingat saat itu Presiden Jokowi merasa perlu untuk mengirimkan surat kepada pemerintah akan keberatannya. Kali ini orang yang sama mengkritik, sekarang menjalaninya. Ini menarik dan tidak disadari orang-orang di bawah," ujar Darmaningtyas.
Dia melanjutkan relaksasi PPnBM yang berlaku Maret nanti memang sama kontroversialnya dengan relaksasi PPnBM 0 persen untuk LCGC. Waktu itu relaksasi PPnBM 0 persen diberikan dengan harapan mampu meningkatkan produksi otomotif nasional karena penggunaan komponen dalam negeri. Hanya saja yang terjadi justru tingkat kemacetan dan polusi yang semakin parah.
Hal yang sama dilihat oleh Darmaningtyas akan relaksasi PPnBM yang baru-baru ini mengemuka. Dia mengatakan kebijakan pemerintah merelaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor di bawah 1.500 cc tidak tepat sasaran.
Pasalnya, hanya masyarakat kelas menengah ke atas yang memiliki tabungan di tengah pandemi Covid-19. Kelompok tersebut pun bukan pangsa pasar kendaraan murah berkapasitas silinder 1.500 cc ke bawah. "Kebijakan ini tidak tepat sasaran meskipun suara mayoritas penduduk mendukung karena yang saat ini memiliki uang adalah kalangan menengah atas. Sementara yang menengah atas ini mobilnya di atas 1.500 cc," katanya.
Seharusnya, bagi Darmaningtyas, kebijakan itu diarahkan kepada pemberian relaksasi untuk transportasi massal, utamanya angkutan pedesaan alih-alih kendaraan pribadi. Pasalnya, jumlah transportasi di pedesaan minim dan membuat distribusi terganggu, sehingga menghambat proses peningkatan taraf hidup masyarakat setempat. "Relaksasi PPnBM ini harusnya untuk angkutan umum massal atau pedesaan untuk distribusi mereka. Kita harap angkutan umum ke depan lebih aman,
nyaman, selamat," tuturnya.
(wsb)
tulis komentar anda