Indonesia Terkesan Bimbang antara Mobil Hybrid dan Listrik, Ini Jawabannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia sudah jauh-jauh hari ingin melakukan akselerasi kendaraan listrik . Hal itu bahkan langsung tertuang dalam Perpress Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Masalahnya pelaku industri otomotif Indonesia justru seakan tarik ulur mengenai kebijakan tersebut. Sebagian pabrikan otomotif di Tanah Air sudah ada yang mengeksekusi keinginan tersebut dengan menghadirkan mobil listrik di dalam negeri. Bahkan ada yang memproduksinya langsung di Indonesia.
Hanya saja ada pabrikan otomotif lain yang justru terkesan enggan bermain mobil listrik. Mereka justru lebih memilih untuk mengembangkan model elektrifikasi lainnya yakni hibrid . Lalu bagaimana tanggapan pemerintah mengenai kondisi itu?
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier saat diskusi yang digelar Forum Wartawan Otomotif Indonesia (Forwot) yang bertajuk "Net Zero Carbon, Tantangan dan Peluang Akselerasi Pasar Otomotif Indonesia" di arena IIMS 2023, JIExpo, Kemayoran mengatakan pemerintah justru sejalan dengan pelaku industri otomotif di Indonesia.
Menurutnya pemerintah tidak membatasi pilihan teknologi elektrifikasi yang diambil oleh pelaku industri otomotif Tanah Air. Mereka bisa memilih apa yang terbaik buat mereka.
"Kami tidak bicarakan teknologi yang akan dipakai harus seperti apa yang penting beban subisidi berkurang, emisi juga berkurang," terang Taufiek Bawazier.
Dia mencontohkan mobil hybrid juga termasuk mobil listrik karena memang menggunakan baterai. Selain itu mobil hybrid juga masih bisa mengurangi emisi sebesar 5 persen.
Jadi memang tidak ada upaya yang memastikan semua pelaku industri harus membuat mobil listrik.
"Itu tidak bagus juga untuk kebijakan nasionalnya. Jangan sampai ada sesuatu malah bikin gaduh. Yang penting adalah emisi CO2 berkurang dan subsidi BBM berkurang," tegasnya.
Dia juga mengatakan kebijakan elektrifikasi itu bukan berarti harus membendung industri otomotif yang ada saat ini. Terutama produksi mobil konvensional yakni mobil dengan mesin pembakaran internal atau Internal Combustion Engine (ICE).
"Kita tidak bisa membendung ICE, karena ICE kasih revenue besar ke negara. Ekspornya sampai 67 persen sekitar surplus USD6,1 miliar yakni ekspor CBU dari Indonesia," jelasnya.
Lihat Juga: Cawalkot Bogor Dedie A. Rachim Semringah Dipinjami Mobil Listrik untuk Kampanye dari Partai Perindo
Masalahnya pelaku industri otomotif Indonesia justru seakan tarik ulur mengenai kebijakan tersebut. Sebagian pabrikan otomotif di Tanah Air sudah ada yang mengeksekusi keinginan tersebut dengan menghadirkan mobil listrik di dalam negeri. Bahkan ada yang memproduksinya langsung di Indonesia.
Hanya saja ada pabrikan otomotif lain yang justru terkesan enggan bermain mobil listrik. Mereka justru lebih memilih untuk mengembangkan model elektrifikasi lainnya yakni hibrid . Lalu bagaimana tanggapan pemerintah mengenai kondisi itu?
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier saat diskusi yang digelar Forum Wartawan Otomotif Indonesia (Forwot) yang bertajuk "Net Zero Carbon, Tantangan dan Peluang Akselerasi Pasar Otomotif Indonesia" di arena IIMS 2023, JIExpo, Kemayoran mengatakan pemerintah justru sejalan dengan pelaku industri otomotif di Indonesia.
Menurutnya pemerintah tidak membatasi pilihan teknologi elektrifikasi yang diambil oleh pelaku industri otomotif Tanah Air. Mereka bisa memilih apa yang terbaik buat mereka.
"Kami tidak bicarakan teknologi yang akan dipakai harus seperti apa yang penting beban subisidi berkurang, emisi juga berkurang," terang Taufiek Bawazier.
Dia mencontohkan mobil hybrid juga termasuk mobil listrik karena memang menggunakan baterai. Selain itu mobil hybrid juga masih bisa mengurangi emisi sebesar 5 persen.
Baca Juga
Jadi memang tidak ada upaya yang memastikan semua pelaku industri harus membuat mobil listrik.
"Itu tidak bagus juga untuk kebijakan nasionalnya. Jangan sampai ada sesuatu malah bikin gaduh. Yang penting adalah emisi CO2 berkurang dan subsidi BBM berkurang," tegasnya.
Dia juga mengatakan kebijakan elektrifikasi itu bukan berarti harus membendung industri otomotif yang ada saat ini. Terutama produksi mobil konvensional yakni mobil dengan mesin pembakaran internal atau Internal Combustion Engine (ICE).
"Kita tidak bisa membendung ICE, karena ICE kasih revenue besar ke negara. Ekspornya sampai 67 persen sekitar surplus USD6,1 miliar yakni ekspor CBU dari Indonesia," jelasnya.
Lihat Juga: Cawalkot Bogor Dedie A. Rachim Semringah Dipinjami Mobil Listrik untuk Kampanye dari Partai Perindo
(wsb)