Wacana Ganjil Genap Sepeda Motor, Begini Rencana Penerapannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap wacana untuk menerapkan ganjil genap bagi sepeda motor pribadi. Tujuannya untuk menekan emisi yang saat ini disumbangkan oleh kendaraan bermotor.
Seperti aturan yang berlaku pada saat ini, nantinya hanya motor listrik akan bebas dari ganjil genap. Peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan tren penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai.
Seperti diketahui, aturan ini cukup efektif ketika diterapkan pada kendaraan roda empat, di mana penggunaan mobil listrik makin meningkat. Oleh sebab itu, cara ini dianggap efektif untuk mengurangi peredaran motor konvensional.
“Ganjil genap tidak berlaku untuk yang menggunakan motor listrik maupun mobil listrik, sekarang motor masih bebas ganjil genap. Tapi, suatu saat nanti tolong dipikirkan, karena memang 67% emisi kendaraan bermotor menyebabkan polusi,” kata Sigit pada acara Syukuran Hari Lalu Lintas Bhayangkara ke-68 yang disiarkan YouTube NTMC Polri.
Sebenarnya, wacana untuk menerapakan ganjil genap bagi sepeda motor sudah digodok Pemprov DKI Jakarta pada 2020. Namun, hingga saat ini kebijakan tersebut belum juga diterapkan karena besarnya jumlah kendaraan roda dua yang beredar.
Muncul juga potensi negatif dari aturan ini, seperti meningkatnya jumlah sepeda motor untuk mengakali kebijakan tersebut, hingga pemalsuan pelat nomor. Untuk itu, masih perlu kajian mendalam sebelum benar-benar menerapkan regulasi tersebut.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan langkah ini kurang tepat. Menurut dia, pemerintah seharusnya meningkatkan kualitas dan memperbanyak armada transportasi umum.
Selain itu, kebijakan subsidi Rp7 juta juga dinilai bukan menjadi solusi yang sesuai untuk mengurangi emisi dari kendaraan bermotor. Justru, hal tersebut akan menambah jumlah kendaraan pribadi sehingga menambah beban jalan di kota-kota besar.
“Mengganti transportasi umum dengan kendaraan listrik dapat menekan emisi, mereduksi kemacetan lalu lintas, menurunkan angka kecelakaan, dan menurunkan angka inflasi di daerah. Anggaran tersebut bisa digunakan untuk membenahi angkutan perkotaan di 20 kota,” kata Djoko dalam keterangan resmi.
Djoko menegaskan bahwa program ini sangat rawan penyalahgunaan, mengingat nilainya yang sangat besar. Untuk itu, dia ingin seluruh pihak berwenang mengawasi sejak program ini dimulai agar tidak terjadi hal yang merugikan masyarakat.
“Program ini rawan penyalahgunaan. Oleh sebab itu, KPK harus mengawasi sejak awal digulirkan. Subsidi atau insentif diberikan untuk warga tidak mampu. Warna yang bisa membeli motor adalah kelompok orang mampu,” ujarnya.
Seperti aturan yang berlaku pada saat ini, nantinya hanya motor listrik akan bebas dari ganjil genap. Peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan tren penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai.
Seperti diketahui, aturan ini cukup efektif ketika diterapkan pada kendaraan roda empat, di mana penggunaan mobil listrik makin meningkat. Oleh sebab itu, cara ini dianggap efektif untuk mengurangi peredaran motor konvensional.
“Ganjil genap tidak berlaku untuk yang menggunakan motor listrik maupun mobil listrik, sekarang motor masih bebas ganjil genap. Tapi, suatu saat nanti tolong dipikirkan, karena memang 67% emisi kendaraan bermotor menyebabkan polusi,” kata Sigit pada acara Syukuran Hari Lalu Lintas Bhayangkara ke-68 yang disiarkan YouTube NTMC Polri.
Sebenarnya, wacana untuk menerapakan ganjil genap bagi sepeda motor sudah digodok Pemprov DKI Jakarta pada 2020. Namun, hingga saat ini kebijakan tersebut belum juga diterapkan karena besarnya jumlah kendaraan roda dua yang beredar.
Muncul juga potensi negatif dari aturan ini, seperti meningkatnya jumlah sepeda motor untuk mengakali kebijakan tersebut, hingga pemalsuan pelat nomor. Untuk itu, masih perlu kajian mendalam sebelum benar-benar menerapkan regulasi tersebut.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan langkah ini kurang tepat. Menurut dia, pemerintah seharusnya meningkatkan kualitas dan memperbanyak armada transportasi umum.
Selain itu, kebijakan subsidi Rp7 juta juga dinilai bukan menjadi solusi yang sesuai untuk mengurangi emisi dari kendaraan bermotor. Justru, hal tersebut akan menambah jumlah kendaraan pribadi sehingga menambah beban jalan di kota-kota besar.
“Mengganti transportasi umum dengan kendaraan listrik dapat menekan emisi, mereduksi kemacetan lalu lintas, menurunkan angka kecelakaan, dan menurunkan angka inflasi di daerah. Anggaran tersebut bisa digunakan untuk membenahi angkutan perkotaan di 20 kota,” kata Djoko dalam keterangan resmi.
Djoko menegaskan bahwa program ini sangat rawan penyalahgunaan, mengingat nilainya yang sangat besar. Untuk itu, dia ingin seluruh pihak berwenang mengawasi sejak program ini dimulai agar tidak terjadi hal yang merugikan masyarakat.
“Program ini rawan penyalahgunaan. Oleh sebab itu, KPK harus mengawasi sejak awal digulirkan. Subsidi atau insentif diberikan untuk warga tidak mampu. Warna yang bisa membeli motor adalah kelompok orang mampu,” ujarnya.
(wib)