Indonesia Terancam Jadi Tempat Pembuangan Mobil Konvensional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia diprediksi jadi tempat pembuangan mobil konvensional menurut riset dari Carbon Tracker . Apa sebabnya?
Saat ini Indonesia memang sedang sibuk berfokus pada kendaraan listrik, baik mobil maupun motor. Hanya saja, laporan Carbon Tracker justru kontraproduktif.
Lewat laporan Driving Change : How Electric Vehicle Can Rise in The Global South, Indonesia bersama 11 negara lainnya seperti Brasil, Argentina, Meksiko, India, Afrika Selatan, Uganda, Nigeria, Moroko, Kenya, Mesir, and Aljazair justru berpotensi jadi tempat pembuangan mobil-mobil konvensional.
Apa alasannya? Ternyata, ketika nanti pabrikan mobil di seluruh dunia tidak bisa lagi menjual mobil konvensional di negara-negara maju yang umumnya berada di bagian utara Bumi, maka mereka akan mengincar pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Faktanya, mayoritas negara maju memang sepakat untuk tidak lagi menjual mobil konvensional pada 2030 hingga 2035 mendatang.
Ini berbeda dengan negara-negara di wilayah bagian selatan Bumi yang belum memberikan sikap resmi menghentikan penjualan mobil konvensional di wilayah mereka.
“Dengan konteks itu, maka negara-negara selatan dapat menjadi tempat pembuangan mobil konvensional karena produsen mobil ingin menjualnya di tempat yang masih mengizinkan hal tersebut setelah 2035," tulis laporan Carbon Tracker.
Analis Carbon Tracker Ben Scott mengatakan, negara-negera tersebut diprediksi bakal terjebak dalam ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Selain itu, negara seperti Indonesia juga akan tergantung pada negara lain untuk kebutuhan bahan bakar.
“Impor bahan bakar ini mengakibatkan kerugian modal dan mata uang asing dalam jumlah besar,” kata Ben Scott.
Menurut Carbon Tracker, negara-negara itu juga tidak memiliki kapasitas untuk memperbaiki dan akhirnya semakin memperburuk neraca perdagangan mereka.
Ben Scott berharap agar negara seperti Indonesia bisa secepatnya beralih ke listrik. Minimal memastikan bahwa mereka tidak akan menjual mobil konvensional lagi di masa depan seperti yang sudah dilakukan negara-negara di bagian utara Bumi.
Sebab, peralihan itu diyakininya bisa memberikan penghematan sangat besar. “Armada mobil listrik dapat diisi menggunakan energi terbarukan lokal dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan pengisian bahan bakar konvensional,” kata Ben Scott.
Menurut Carbon Tracker, peralihan mobil konvensional ke mobil listrik di negara-negara itu dapat menghemat biaya transportasi sekitar 50 persen atau setara lebih dari USD100 miliar per tahun.
Selain itu, peralihan ini akan menghasilkan peluang kerja baru di industri pendukung kendaraan listrik seperti ekstraksi mineral, manufaktur, dan pembangunaninfrastruktur.
Saat ini Indonesia memang sedang sibuk berfokus pada kendaraan listrik, baik mobil maupun motor. Hanya saja, laporan Carbon Tracker justru kontraproduktif.
Lewat laporan Driving Change : How Electric Vehicle Can Rise in The Global South, Indonesia bersama 11 negara lainnya seperti Brasil, Argentina, Meksiko, India, Afrika Selatan, Uganda, Nigeria, Moroko, Kenya, Mesir, and Aljazair justru berpotensi jadi tempat pembuangan mobil-mobil konvensional.
Apa alasannya? Ternyata, ketika nanti pabrikan mobil di seluruh dunia tidak bisa lagi menjual mobil konvensional di negara-negara maju yang umumnya berada di bagian utara Bumi, maka mereka akan mengincar pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Faktanya, mayoritas negara maju memang sepakat untuk tidak lagi menjual mobil konvensional pada 2030 hingga 2035 mendatang.
Ini berbeda dengan negara-negara di wilayah bagian selatan Bumi yang belum memberikan sikap resmi menghentikan penjualan mobil konvensional di wilayah mereka.
“Dengan konteks itu, maka negara-negara selatan dapat menjadi tempat pembuangan mobil konvensional karena produsen mobil ingin menjualnya di tempat yang masih mengizinkan hal tersebut setelah 2035," tulis laporan Carbon Tracker.
Analis Carbon Tracker Ben Scott mengatakan, negara-negera tersebut diprediksi bakal terjebak dalam ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Selain itu, negara seperti Indonesia juga akan tergantung pada negara lain untuk kebutuhan bahan bakar.
“Impor bahan bakar ini mengakibatkan kerugian modal dan mata uang asing dalam jumlah besar,” kata Ben Scott.
Menurut Carbon Tracker, negara-negara itu juga tidak memiliki kapasitas untuk memperbaiki dan akhirnya semakin memperburuk neraca perdagangan mereka.
Ben Scott berharap agar negara seperti Indonesia bisa secepatnya beralih ke listrik. Minimal memastikan bahwa mereka tidak akan menjual mobil konvensional lagi di masa depan seperti yang sudah dilakukan negara-negara di bagian utara Bumi.
Sebab, peralihan itu diyakininya bisa memberikan penghematan sangat besar. “Armada mobil listrik dapat diisi menggunakan energi terbarukan lokal dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan pengisian bahan bakar konvensional,” kata Ben Scott.
Menurut Carbon Tracker, peralihan mobil konvensional ke mobil listrik di negara-negara itu dapat menghemat biaya transportasi sekitar 50 persen atau setara lebih dari USD100 miliar per tahun.
Selain itu, peralihan ini akan menghasilkan peluang kerja baru di industri pendukung kendaraan listrik seperti ekstraksi mineral, manufaktur, dan pembangunaninfrastruktur.
(dan)