AS Akan Larang Penjualan Komponen Mobil Berteknologi China dan Rusia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat akan mulai melarang impor mobil dan komponen berteknologi China dan Rusia . Hal ini tentu berdampak besar bagi para pemilik kendaraan di negara tersebut.
Secara spesifik, Biro Keamanan Industri (BIS) dari Departemen Perdagangan AS menyatakan akan melarang penjualan atau impor kendaraan terhubung yang mengintegrasikan perangkat keras dan perangkat lunak tertentu, atau komponen-komponen tersebut yang dijual terpisah.
New Atlas melansir, Jumat (11/10/2024) BIS menyatakan aturan ini dibuat sebagai tanggapan atas kekhawatiran serius tentang data yang mungkin dikumpulkan dan digunakan oleh kendaraan terhubung. Namun, definisi BIS tentang 'kendaraan terhubung' sedikit kabur, tetapi akan dibahas lebih lanjut.
"Mobil saat ini memiliki kamera, mikrofon, pelacak GPS, dan teknologi lain yang terhubung ke internet. Tidak sulit membayangkan bagaimana musuh asing dengan akses ke informasi ini bisa menimbulkan risiko serius bagi keamanan nasional kita dan privasi warga AS," ujar Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo.
Untuk mengatasi kekhawatiran keamanan nasional ini, kata Raimondo, Departemen Perdagangan mengambil langkah proaktif yang ditargetkan untuk menjaga teknologi buatan PRC dan Rusia dari jalanan Amerika.
Aturan ini tampaknya ditujukan terutama bagi China. Lantaran produsen kendaraan China telah sangat agresif memperluas pasar global, terutama di sektor kendaraan listrik (EV). Rusia, sebaliknya, memiliki pengaruh yang lebih kecil. Fokus pada China juga terlihat dari pernyataan penasihat ekonomi nasional AS, Lael Brainard yang mendukung aturan ini.
“Pemerintahan Biden-Harris memastikan bahwa warga Amerika dapat mengendarai mobil pilihan mereka dengan aman dan terjamin – bebas dari risiko yang ditimbulkan oleh teknologi China,” ujar Brainard.
Regulasi yang diusulkan ini akan menambah hambatan bagi produsen China yang ingin masuk pasar AS. Saat ini, kendaraan listrik buatan China dikenakan tarif 100%, yang awalnya diperkenalkan pada masa kepresidenan Donald Trump dan diperbarui oleh pemerintahan Biden pada September lalu. Konsistensi kebijakan ini antara kedua presiden menunjukkan bahwa siapa pun yang menang dalam pemilihan mendatang tidak mungkin membatalkan aturan ini jika disahkan.
Secara spesifik, Biro Keamanan Industri (BIS) dari Departemen Perdagangan AS menyatakan akan melarang penjualan atau impor kendaraan terhubung yang mengintegrasikan perangkat keras dan perangkat lunak tertentu, atau komponen-komponen tersebut yang dijual terpisah.
New Atlas melansir, Jumat (11/10/2024) BIS menyatakan aturan ini dibuat sebagai tanggapan atas kekhawatiran serius tentang data yang mungkin dikumpulkan dan digunakan oleh kendaraan terhubung. Namun, definisi BIS tentang 'kendaraan terhubung' sedikit kabur, tetapi akan dibahas lebih lanjut.
"Mobil saat ini memiliki kamera, mikrofon, pelacak GPS, dan teknologi lain yang terhubung ke internet. Tidak sulit membayangkan bagaimana musuh asing dengan akses ke informasi ini bisa menimbulkan risiko serius bagi keamanan nasional kita dan privasi warga AS," ujar Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo.
Untuk mengatasi kekhawatiran keamanan nasional ini, kata Raimondo, Departemen Perdagangan mengambil langkah proaktif yang ditargetkan untuk menjaga teknologi buatan PRC dan Rusia dari jalanan Amerika.
Aturan ini tampaknya ditujukan terutama bagi China. Lantaran produsen kendaraan China telah sangat agresif memperluas pasar global, terutama di sektor kendaraan listrik (EV). Rusia, sebaliknya, memiliki pengaruh yang lebih kecil. Fokus pada China juga terlihat dari pernyataan penasihat ekonomi nasional AS, Lael Brainard yang mendukung aturan ini.
“Pemerintahan Biden-Harris memastikan bahwa warga Amerika dapat mengendarai mobil pilihan mereka dengan aman dan terjamin – bebas dari risiko yang ditimbulkan oleh teknologi China,” ujar Brainard.
Regulasi yang diusulkan ini akan menambah hambatan bagi produsen China yang ingin masuk pasar AS. Saat ini, kendaraan listrik buatan China dikenakan tarif 100%, yang awalnya diperkenalkan pada masa kepresidenan Donald Trump dan diperbarui oleh pemerintahan Biden pada September lalu. Konsistensi kebijakan ini antara kedua presiden menunjukkan bahwa siapa pun yang menang dalam pemilihan mendatang tidak mungkin membatalkan aturan ini jika disahkan.