Mereka yang Pernah Memiliki Lamborghini, Ada Nama Setiawan Djody dan Tommy Soeharto
loading...
A
A
A
Patrick Mimran dan Jean-Claude Mimran (1984-1987)
Pemerintah Italia pada 1984 akhirnya menjual Lamborghini pada dua orang pengusaha muda berumur 20 tahunan Patrick Mimran dan Jean-Claude Mimran. Keduanya merupakan anak dari keluarga kaya raya pengusaha gula bernama Mimran di Afrika. Kedua anak muda ini justru bertolak belakang dengan gaya Lamborghini yang ekslusif.
Mereka membuat sebuah mobil yang bisa dimiliki semua orang bernama Lamborghini Jalpa. Selain itu mereka juga memodernisasi tampilan dari Lamborghini Countach. Sayang, keduanya justru menjual Lamborghini karena memang tidak punya passion pada otomotif. Patrick Mimran justru fokus pada dunia seni sedangkan saudaranya Jean-Claude Mimran kembali fokus pada bisnis agrikultur.
Chrysler Corporation (1987-1994)
Dua bersaudara Mimran menjual Lamborghini pada 1984 kepada perusahaan Amerika Serikat, Chrysler Corporation. Di tangan Chrysler akhirnya Lamborghini berada di tangan pelaku industri yang sangat fokus pada perkembangan dunia otomotif. Di tangan Chrysler, Lamborghini mulai menjalankan bisnis otomotif secara moderen. Pembukaan dealer dilakukan di berbagai negara di dunia termasuk di Amerika. Uang yang sangat besar disuntikkan untuk pengembangan produk mulai dari mobil konsep keluarga Lamborghini hingga produksi massal mobil legendaris Lamborghini Diablo.
Tommy Soeharto dan Setiawan Djody (1994-1998)
Krisis ekonomi global berdampak besar pada penjualan mobil. Hal itu juga membuat Chrysler perlu melakukan penyederhanaan. Salah satu perusahaan mobil yang terpaksa mereka jual adalah Lamborghini. Perusahaan Amerika itu kemudian menjual Lamborgini ke sebuah perusahaan yang terdaftar di Bermuda bernama MegaTech. Nyatanya MegaTech adalah sebuah perusahaan milik konglomerasi SEDTCO Pty yang dimanajeri oleh Setiawan Djodi dan Tommy Soeharto.
Setiawan Djody, yang mempunyai saham sebesar 35% American supercar manufacturer Vector Motors, berpikir supaya Vector dan Lamborghini bisa berkolaborasi untuk keuntungan bersama. Setelah MegaTech membeli Lamborghini dari Chrysler pada saat itu penjualan Lamborghini mulai bagus tapi tahun 1995 Tommy Soeharto melakukan restrukturisasi dan dia menguasai 60% saham dan perusahaan Malaysia MyCom Bhd 40%.
Tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang hebat. Tommy Soeharto dan Setiawan Djody terpaksa harus menjual lagi pabrik Lamborghini itu tahun 1998 dan pembelinya adalah perusahaan mobil Audi milik Jerman
Audi AG (1998 - sekarang)
Pemerintah Italia pada 1984 akhirnya menjual Lamborghini pada dua orang pengusaha muda berumur 20 tahunan Patrick Mimran dan Jean-Claude Mimran. Keduanya merupakan anak dari keluarga kaya raya pengusaha gula bernama Mimran di Afrika. Kedua anak muda ini justru bertolak belakang dengan gaya Lamborghini yang ekslusif.
Mereka membuat sebuah mobil yang bisa dimiliki semua orang bernama Lamborghini Jalpa. Selain itu mereka juga memodernisasi tampilan dari Lamborghini Countach. Sayang, keduanya justru menjual Lamborghini karena memang tidak punya passion pada otomotif. Patrick Mimran justru fokus pada dunia seni sedangkan saudaranya Jean-Claude Mimran kembali fokus pada bisnis agrikultur.
Chrysler Corporation (1987-1994)
Dua bersaudara Mimran menjual Lamborghini pada 1984 kepada perusahaan Amerika Serikat, Chrysler Corporation. Di tangan Chrysler akhirnya Lamborghini berada di tangan pelaku industri yang sangat fokus pada perkembangan dunia otomotif. Di tangan Chrysler, Lamborghini mulai menjalankan bisnis otomotif secara moderen. Pembukaan dealer dilakukan di berbagai negara di dunia termasuk di Amerika. Uang yang sangat besar disuntikkan untuk pengembangan produk mulai dari mobil konsep keluarga Lamborghini hingga produksi massal mobil legendaris Lamborghini Diablo.
Tommy Soeharto dan Setiawan Djody (1994-1998)
Krisis ekonomi global berdampak besar pada penjualan mobil. Hal itu juga membuat Chrysler perlu melakukan penyederhanaan. Salah satu perusahaan mobil yang terpaksa mereka jual adalah Lamborghini. Perusahaan Amerika itu kemudian menjual Lamborgini ke sebuah perusahaan yang terdaftar di Bermuda bernama MegaTech. Nyatanya MegaTech adalah sebuah perusahaan milik konglomerasi SEDTCO Pty yang dimanajeri oleh Setiawan Djodi dan Tommy Soeharto.
Setiawan Djody, yang mempunyai saham sebesar 35% American supercar manufacturer Vector Motors, berpikir supaya Vector dan Lamborghini bisa berkolaborasi untuk keuntungan bersama. Setelah MegaTech membeli Lamborghini dari Chrysler pada saat itu penjualan Lamborghini mulai bagus tapi tahun 1995 Tommy Soeharto melakukan restrukturisasi dan dia menguasai 60% saham dan perusahaan Malaysia MyCom Bhd 40%.
Tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang hebat. Tommy Soeharto dan Setiawan Djody terpaksa harus menjual lagi pabrik Lamborghini itu tahun 1998 dan pembelinya adalah perusahaan mobil Audi milik Jerman
Audi AG (1998 - sekarang)