Saran Cerdas Para Pakar untuk Perusahaan yang Menjalankan WFH
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan dapat mengurangi tunjangan transportasi karyawan saat diberlakukannya bekerja dari rumah atau work from home (WFH) yang disebabkan pandemic COVID-19.
"WFH ini tidak dikehendaki pengusaha maupun pekerja, tetapi situasi ini terpaksa karena pandemic COVID-19," kata pakar perburuhan dari Universitas Indonesia Prof Dr Aloysius Uwiyono SH MH di Jakarta, Kamis, saat menjadi pembicara dalam Talkshow Kartini Day yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI), Rabu, 22 April 2020, dengan format seminar menggunakan aplikasi Zoom.
Meski bekerja dari rumah, baik pekerja maupun pengusaha, harus tetap melaksanakan hak dan kewajibannya. Namun pengusaha dapat mengurangi tunjangan transportasi karyawan jika kondisi keuangan perusahaan kurang begitu baik.
Uwiyono menambahkan perusahaan tidak bisa memecat atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya jika tidak mengalami kerugian terus-menerus yang mengakibatkan perusahaan tutup.
Namun, kata dia, baik pengusaha maupun pekerja dapat melakukan negosiasi dengan memiliki Pasal 93 Ayat 3 UU 13/2003. Pengusaha dapat melakukan PHK pada karyawannya, setelah jangka waktu satu tahun dengan kewajiban membayar upah sebesar 100 persen gaji untuk empat bulan pertama, 75 persen gaji untuk empat bulan kedua, dan 50 persen gaji untuk empat bulan ketiga.
Meski berada dalam situasi pandemi COVID-19, kata dia, pengusaha tetap memiliki kewajiban untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan kewajiban lainnya.
Sementara praktisi hukum A Kemalsjah Siregar, sebagai salah satu pembicara talkshow, menambahkan pandemi COVID-19 yang terjadi di seluruh dunia merupakan peristiwa yang berada di luar kemampuan normal manusia dan digolongkan sebagai keadaan memaksa.
Pandemi itu juga mengakibatkan pengusaha di seluruh dunia terpaksa dan harus mengurangi kegiatannya secara drastis atau bahkan menghentikan kegiatan usahanya, berdampak pada pendapatan perusahaan.
"Pengusaha sebaiknya mencapai kesepakatan dengan pekerja apabila tidak membayarkan upah atau membayar kurang upah. Tidak tepat untuk menggunakan istilah cuti di luar tanggungan," kata Kemal.
Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) Ashoya Ratam mengatakan sejak akhir Maret dampak WFH sudah dirasakan masyarakat. Meskipun yang merasakan paling berat adalah mereka yang memiliki pendapatan harian, seperti buruh, sopir, pengemudi ojek daring, pedagang kaki lima, dan lainnya.
"Kita tidak boleh terhalangi oleh kendala yang ada di depan mata, teknologi dapat kita manfaatkan pada saat WFH," kata Ashoya saat membuka talkshow.
"WFH ini tidak dikehendaki pengusaha maupun pekerja, tetapi situasi ini terpaksa karena pandemic COVID-19," kata pakar perburuhan dari Universitas Indonesia Prof Dr Aloysius Uwiyono SH MH di Jakarta, Kamis, saat menjadi pembicara dalam Talkshow Kartini Day yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI), Rabu, 22 April 2020, dengan format seminar menggunakan aplikasi Zoom.
Meski bekerja dari rumah, baik pekerja maupun pengusaha, harus tetap melaksanakan hak dan kewajibannya. Namun pengusaha dapat mengurangi tunjangan transportasi karyawan jika kondisi keuangan perusahaan kurang begitu baik.
Uwiyono menambahkan perusahaan tidak bisa memecat atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya jika tidak mengalami kerugian terus-menerus yang mengakibatkan perusahaan tutup.
Namun, kata dia, baik pengusaha maupun pekerja dapat melakukan negosiasi dengan memiliki Pasal 93 Ayat 3 UU 13/2003. Pengusaha dapat melakukan PHK pada karyawannya, setelah jangka waktu satu tahun dengan kewajiban membayar upah sebesar 100 persen gaji untuk empat bulan pertama, 75 persen gaji untuk empat bulan kedua, dan 50 persen gaji untuk empat bulan ketiga.
Meski berada dalam situasi pandemi COVID-19, kata dia, pengusaha tetap memiliki kewajiban untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan kewajiban lainnya.
Sementara praktisi hukum A Kemalsjah Siregar, sebagai salah satu pembicara talkshow, menambahkan pandemi COVID-19 yang terjadi di seluruh dunia merupakan peristiwa yang berada di luar kemampuan normal manusia dan digolongkan sebagai keadaan memaksa.
Pandemi itu juga mengakibatkan pengusaha di seluruh dunia terpaksa dan harus mengurangi kegiatannya secara drastis atau bahkan menghentikan kegiatan usahanya, berdampak pada pendapatan perusahaan.
"Pengusaha sebaiknya mencapai kesepakatan dengan pekerja apabila tidak membayarkan upah atau membayar kurang upah. Tidak tepat untuk menggunakan istilah cuti di luar tanggungan," kata Kemal.
Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) Ashoya Ratam mengatakan sejak akhir Maret dampak WFH sudah dirasakan masyarakat. Meskipun yang merasakan paling berat adalah mereka yang memiliki pendapatan harian, seperti buruh, sopir, pengemudi ojek daring, pedagang kaki lima, dan lainnya.
"Kita tidak boleh terhalangi oleh kendala yang ada di depan mata, teknologi dapat kita manfaatkan pada saat WFH," kata Ashoya saat membuka talkshow.