Wacana Subsidi Mobil Listrik Rp 80 Juta dari Pemerintah, Pengamat: Bikin Tambah Macet
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita belum lama ini mengungkap rencana pemerintah yang sedang menggodok wacana pemberian insentif kendaraan listrik berupa subsidi pembelian.
Seperti diketahui, subsidi yang didapatkan cukup besar, yakni Rp 80 juta untuk pembelian mobil listrik, Rp 40 juta untuk mobil hybrid, Rp 8 juta untuk motor listrik, dan Rp 5 juta untuk motor konversi.
Akademisi Prodi T Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno mengatakan, ini bisa menjadi solusi untuk mempercepat tren kendaraan listrik, tapi tak sepenuhnya tepat.
Menurut Djoko, kebijakan yang tengah diformulasikan pemerintah saat ini bisa menimbulkan masalah baru seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.
“Ada baiknya kebijakan tersebut ditinjau ulang disesuaikan dengan kebutuhan dan visi ke depan transportasi Indonesia,” kata Djoko.
Djoko juga menyampaikan bahwa insentif yang sudah diberikan saat ini untuk kendaraan listrik sudah cukup. Menurutnya, masyarakat akan dengan sendirinya berpindah ke kendaraan listrik jika infrastrukturnya sudah memadai.
Oleh karena itu, Djoko menyarankan agar subsidi yang sedang diwacanakan untuk kendaraan listrik, dialihkan ke angkutan umum. Ini dilakukan agar moda transportasi di Indonesia lebih baik dan modern.
Wuling Air EV yang digunakan di ajang G20 menjadi mobil listrik paling terjangkau saat ini. Foto: dok Wuling
“Pemerintah Indonesia mencontoh dari negara-negara Eropa untuk pemberian subsidi. Di sana moda transportasinya sudah sangat baik, berbeda dengan di Indonesia. Jadi, lebih baik untuk mengalihkan subsidi ke angkutan umum,” ujar Djoko lagi.
Selain itu, manfaat untuk angkutan umum yang dikelola lebih baik berdampak lebih besar dibandingkan subsidi kendaraan listrik yang penggunaannya bersifat pribadi.
“Insentif ini malah bisa membuat jalanan tambah padat, yang ada makin macet. Katanya pemerintah mau mengatasi kemacetan, tapi malah mempermudah masyarakat untuk menambah kendaraan pribadi,” ucapnya.
Atas dasar itu, Djoko berharap pemerintah memperhatikan transportasi dengan mengalokasikan anggaran subsidi kendaraan listrik ke daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal).
“Daripada memasok BBM dengan ongkos angkut yang mahal ke daerah terpencil, memberikan insentif untuk mendapatkan kendaraan listrik dirasa lebih menghemat anggaran negara. Dengan memberikan subsidi pada kendaraan listrik di daerah 3 T, nantinya bisa berfokus pada perbaikan infrastruktur listrik yang tersedia,”ujarnya.
Seperti diketahui, subsidi yang didapatkan cukup besar, yakni Rp 80 juta untuk pembelian mobil listrik, Rp 40 juta untuk mobil hybrid, Rp 8 juta untuk motor listrik, dan Rp 5 juta untuk motor konversi.
Akademisi Prodi T Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno mengatakan, ini bisa menjadi solusi untuk mempercepat tren kendaraan listrik, tapi tak sepenuhnya tepat.
Menurut Djoko, kebijakan yang tengah diformulasikan pemerintah saat ini bisa menimbulkan masalah baru seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.
“Ada baiknya kebijakan tersebut ditinjau ulang disesuaikan dengan kebutuhan dan visi ke depan transportasi Indonesia,” kata Djoko.
Djoko juga menyampaikan bahwa insentif yang sudah diberikan saat ini untuk kendaraan listrik sudah cukup. Menurutnya, masyarakat akan dengan sendirinya berpindah ke kendaraan listrik jika infrastrukturnya sudah memadai.
Oleh karena itu, Djoko menyarankan agar subsidi yang sedang diwacanakan untuk kendaraan listrik, dialihkan ke angkutan umum. Ini dilakukan agar moda transportasi di Indonesia lebih baik dan modern.
Wuling Air EV yang digunakan di ajang G20 menjadi mobil listrik paling terjangkau saat ini. Foto: dok Wuling
“Pemerintah Indonesia mencontoh dari negara-negara Eropa untuk pemberian subsidi. Di sana moda transportasinya sudah sangat baik, berbeda dengan di Indonesia. Jadi, lebih baik untuk mengalihkan subsidi ke angkutan umum,” ujar Djoko lagi.
Selain itu, manfaat untuk angkutan umum yang dikelola lebih baik berdampak lebih besar dibandingkan subsidi kendaraan listrik yang penggunaannya bersifat pribadi.
“Insentif ini malah bisa membuat jalanan tambah padat, yang ada makin macet. Katanya pemerintah mau mengatasi kemacetan, tapi malah mempermudah masyarakat untuk menambah kendaraan pribadi,” ucapnya.
Atas dasar itu, Djoko berharap pemerintah memperhatikan transportasi dengan mengalokasikan anggaran subsidi kendaraan listrik ke daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal).
“Daripada memasok BBM dengan ongkos angkut yang mahal ke daerah terpencil, memberikan insentif untuk mendapatkan kendaraan listrik dirasa lebih menghemat anggaran negara. Dengan memberikan subsidi pada kendaraan listrik di daerah 3 T, nantinya bisa berfokus pada perbaikan infrastruktur listrik yang tersedia,”ujarnya.
(dan)