Bila Diteruskan Bertahan Ford Sama Saja Bunuh Diri
A
A
A
SURABAYA - Ford Motor Indonesia (FMI) selaku Agen Pemegang Merek (APM) resmi memberikan pengumuman pengunduran dirinya dari pasar otomotif nasional. FMI, akan menarik diri dari segala aktivitas mulai dari penjualan hingga purna jual. Bukan perkara mudah bagi Ford menjalani kompetisi di Indonesia.
Pakar Managemen Publik Universitas Wijaya Putra (UWP) Surabaya, Indra Prasetyo mengatakan, penghentian penjualan produk Ford sempat mengagetkan publik.
Namun, Indra menegaskan keputusan Ford untuk tidak menjual produknya di Indonesia bukan karena keputusan emosional,
melainkan keputusan yang berdasar dengan pertimbangan bisnis. “Keputusan itu (Ford) bukan karena emosional atau politik, itu murni pertimbangan bisnis,” katanya.
Ford, lanjut Indra, tidak mampu untuk bersaing dengan merek-merek lain di Indonesia. Kondisi ini dipengaruhi dengan produk yang diciptakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Secara konsep, produk Ford sangat bagus dan layak untuk dijual. Namun, penjualan cocok dilakukan di Amerika, bukan di Indonesia.
Seharusnya, managemen Ford mempelajari terlebih dulu karakter orang Indonesia sebelum memproduksi mobil dan menjualnya, mereka harus mendalami selera orang Indonesia. Sebab, selera orang Amerika belum tentu cocok dengan Indonesia.
“Dari 20 mobil terlaris di Indonesia, Ford tidak masuk, sedangkan dari 10 penjualan terbaik Ford menempati urutan ke-9. Inikan membuktikan produk Ford tidak sesuai kebutuhan pasar Indonesia,” papar dia.
Indra juga Direktur Pasca Sarjana UWP mengungkapkan, mobil-mobil yang masih menjadi primadona pasar Indonesia adalah Toyota, Suzuki, Daihatsu, dan Honda. Mereka melakukan riset panjang sebelum meluncurkan prodak baru di suatu negara.
Memang, ucapnya, secara penjualan dari 2014 ke 2015, ada peningkatan untuk merek Ford. Pada 2014 tercatat, mobil terjual sebanyak 1.229 unit, jumlah tersebut meningkat menjadi 1.432 unit pada 2015.
Catatan penjualan memang mengalami pertumbuhan, tetapi setelah dilakukan penghitungan secara total, penjualan dan keuntungan yang diperoleh tidak ‘nyucuk’ dengan modal yang dikeluarkan.
“Kalau ini diteruskan kan sama saja bunuh diri, kerugian akan semakin membengkak,” jelas Indra.
Penghentian penjualan ini merupakan insiden bagi industri automotif. Namun disisi lain menjadi peluang bagi kompetitor untuk mengembangkan usahanya. Kejadian ini sangat merugikan konsumen, karena sudah membeli barang yang belum tentu laku tinggi setelah ada penghentian penjualan.
Untuk itu, konsumen harus jeli dan meminta penjelasan dari managemen Ford terkat dengan servis dan ketersediaan spart part. Bisa jadi, diler-diler penjual Ford akan menutup dilernya karena tidak menjual mobil baru.
“Hak konsumen harus jelas, kalau mau service lokasi dimana harus dijelaskan, atau se-jatim hanya bisa service di Surabaya atau
justru ke Jakarta. Semua harus dijelaskan managemen,” papar dia.
Pakar Managemen Publik Universitas Wijaya Putra (UWP) Surabaya, Indra Prasetyo mengatakan, penghentian penjualan produk Ford sempat mengagetkan publik.
Namun, Indra menegaskan keputusan Ford untuk tidak menjual produknya di Indonesia bukan karena keputusan emosional,
melainkan keputusan yang berdasar dengan pertimbangan bisnis. “Keputusan itu (Ford) bukan karena emosional atau politik, itu murni pertimbangan bisnis,” katanya.
Ford, lanjut Indra, tidak mampu untuk bersaing dengan merek-merek lain di Indonesia. Kondisi ini dipengaruhi dengan produk yang diciptakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Secara konsep, produk Ford sangat bagus dan layak untuk dijual. Namun, penjualan cocok dilakukan di Amerika, bukan di Indonesia.
Seharusnya, managemen Ford mempelajari terlebih dulu karakter orang Indonesia sebelum memproduksi mobil dan menjualnya, mereka harus mendalami selera orang Indonesia. Sebab, selera orang Amerika belum tentu cocok dengan Indonesia.
“Dari 20 mobil terlaris di Indonesia, Ford tidak masuk, sedangkan dari 10 penjualan terbaik Ford menempati urutan ke-9. Inikan membuktikan produk Ford tidak sesuai kebutuhan pasar Indonesia,” papar dia.
Indra juga Direktur Pasca Sarjana UWP mengungkapkan, mobil-mobil yang masih menjadi primadona pasar Indonesia adalah Toyota, Suzuki, Daihatsu, dan Honda. Mereka melakukan riset panjang sebelum meluncurkan prodak baru di suatu negara.
Memang, ucapnya, secara penjualan dari 2014 ke 2015, ada peningkatan untuk merek Ford. Pada 2014 tercatat, mobil terjual sebanyak 1.229 unit, jumlah tersebut meningkat menjadi 1.432 unit pada 2015.
Catatan penjualan memang mengalami pertumbuhan, tetapi setelah dilakukan penghitungan secara total, penjualan dan keuntungan yang diperoleh tidak ‘nyucuk’ dengan modal yang dikeluarkan.
“Kalau ini diteruskan kan sama saja bunuh diri, kerugian akan semakin membengkak,” jelas Indra.
Penghentian penjualan ini merupakan insiden bagi industri automotif. Namun disisi lain menjadi peluang bagi kompetitor untuk mengembangkan usahanya. Kejadian ini sangat merugikan konsumen, karena sudah membeli barang yang belum tentu laku tinggi setelah ada penghentian penjualan.
Untuk itu, konsumen harus jeli dan meminta penjelasan dari managemen Ford terkat dengan servis dan ketersediaan spart part. Bisa jadi, diler-diler penjual Ford akan menutup dilernya karena tidak menjual mobil baru.
“Hak konsumen harus jelas, kalau mau service lokasi dimana harus dijelaskan, atau se-jatim hanya bisa service di Surabaya atau
justru ke Jakarta. Semua harus dijelaskan managemen,” papar dia.
(dol)