Toyota dan Porsche Bersaing Produksi Mobil Terbang
A
A
A
NEW YORK - Industri automotif dunia tak berhenti melakukan inovasi. Setelah menghadirkan mobil otonom dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), kini beberapa pabrikan mobil dunia berlomba untuk menghadirkan mobil terbang. Produsen mobil mewah seperti Porsche, Daimler, dan Toyota yang sebelumnya dianggap tertinggal dalam pengembangan mobil terbang, kini mulai serius melakukan riset dan pengembangan produk.
Tiga raksasa automotif global itu mendukung perusahaan rintisan (startup) yang sudah eksis di mobil terbang. Ketiganya akan melakukan produksi secara komersial setelah startup mobil terbang itu menyelesaikan proyeknya. Volocopter satu di antara perusahaan mobil terbang yang akan meluncurkan produknya tahun depan.
Daimler yang memproduksi Mercedes Benz berinvestasi cukup besar di Volocopter yang didesain mampu mengangkut dua penumpang. Mobil terbang itu didesain khusus untuk terbang di lingkungan urban. Bentuk mirip dengan bentuk mobil terbang pada film fiksi ilmiah.
Daimler menanamkan investasi di Volocopter melalui divisi yang menaungi inovasi produk yang biasa disebut Lab1886. Uji coba terbang telah dilakukan di Eropa dan akan dilanjutkan di Dubai. Tak hanya Daimler, investor Volocopter lainnya adalah Geely yang menggelontorkan dana hingga 50 juta euro.
Pabrikan mobil asal China yang sempat memasarkan produknya di Indonesia dengan nama Geely Panda itu tak hanya menanamkan investasi di Volocopter, tetapi juga di perusahaan lainnya. Satu di antaranya Terrafugia, startup mobil terbang yang berbasis di California, Amerika Serikat.
Terrafugia telah mengembangkan purwarupa mobil terbang yang diberi nama Terrafugia Transition. Mobil itu bisa dikendarai di jalanan seperti mobil pada umumnya dan bisa masuk garasi rumah. Namun, mobil itu juga bisa terbang layaknya pesawat. November 2018, Terrafugia mendeklarasikan mobil terbang pertama yang akan diproduksi pada 2019. Setahun kemudian, mobil itu akan diproduksi dalam jumlah besar.
Raksasa automotif Jepang, Toyota, tak mau ketinggalan. Produsen mobil yang kini bertransformasi menjadi perusahaan mobilitas itu meluaskan bisnisnya melalui Toyota AI Ventures. Mereka berinvestasi untuk Joby Aviation, produsen mobil terbang yang bermarkas di California. Mobil terbang yang diproduksi bisa mengangkut lima penumpang dan terbang sejauh 240 km dalam sekali pengisian bahan bakar.
Joby juga relatif tidak berisik dibandingkan dengan mobil terbang lainnya. Perusahaan rintisan itu masih mengembangkan mobil terbang dalam mode siluman atau rahasia. Tetapi, mereka sudah mendapatkan kucuran dana senilai USD130 juta dari Toyota AI Ventures. Joby Aviation juga mendapatkan dukungan investor dari Silicon Valley dan Jet Blue Technology Ventures.
“Salah satu wilayah yang kita eksplorasi adalah teknologi kalau perubahan fundamental adalah cara orang bepergian baik di darat, laut, dan udara,” kata Direktur Operasional Toyota AI Ventures, Jim Adler, seperti dilansir CNN.
Visi Joby Aviation adalah memproduksi mobil terbang yang aman dan nyaman sesuai dengan transportasi masa depan dalam pandangan Toyota AI Ventures. Mereka sepakat mengembangkan mobil masa depan yang berjaringan, otomatis, multimodal, dan bisa tersedia di mana-mana.
Menurut Presiden JetBlue Technology Ventures Bonny Simi, mobil terbang merupakan kombinasi keahlian dari industri automotif dan penerbangan. Untuk memproduksi massal, perlu melibatkan teknologi penerbangan untuk mewujudkannya. Kunci utama untuk industri tersebut adalah baterai karena menggunakan energi listrik. “Saat ini keuntungan utama konsep mobil terbang adalah keselamatan, biaya, dan suara yang tidak bising,” paparnya.
Sementara itu, Universitas Cranfield, Inggris, bermitra dengan produsen mobil mewah Aston Martin, juga dengan perusahaan pembuat mesin pesawat dan mobil mewah Rolls Royce. Mereka mengembangkan mobil terbang otonom yang disebut dengan Volante Vision Concept.
Rolls Royce mengungkapkan konsep mobil terbang pada 2018 dan berharap bisa dijual ke pasaran pada 2020-an. Mobil terbang tersebut memiliki sayap yang bisa dilipat dan enam mesin pendorong, empat di antaranya bisa dilipat.
Sedangkan Porsche, produsen mobil asal Jerman, beraliansi dengan Boeing mengembangkan mobil terbang. Proyek tersebut masih dalam tahapan awal. Boeing sudah memiliki mobil terbang sendiri bernama Vahana yang sudah mengangkasa pada 2018 dan sukses menjalani uji terbang selama 100 kali.
Porsche Consulting memprediksi pasar mobil terbang mencapai 23.000 unit dengan nilai USD32 miliar pada 2035. Namun, itu semua setelah eksperimen selama satu dekade dan penguatan teknis, pembiayaan, dan operasional.
Tiga raksasa automotif global itu mendukung perusahaan rintisan (startup) yang sudah eksis di mobil terbang. Ketiganya akan melakukan produksi secara komersial setelah startup mobil terbang itu menyelesaikan proyeknya. Volocopter satu di antara perusahaan mobil terbang yang akan meluncurkan produknya tahun depan.
Daimler yang memproduksi Mercedes Benz berinvestasi cukup besar di Volocopter yang didesain mampu mengangkut dua penumpang. Mobil terbang itu didesain khusus untuk terbang di lingkungan urban. Bentuk mirip dengan bentuk mobil terbang pada film fiksi ilmiah.
Daimler menanamkan investasi di Volocopter melalui divisi yang menaungi inovasi produk yang biasa disebut Lab1886. Uji coba terbang telah dilakukan di Eropa dan akan dilanjutkan di Dubai. Tak hanya Daimler, investor Volocopter lainnya adalah Geely yang menggelontorkan dana hingga 50 juta euro.
Pabrikan mobil asal China yang sempat memasarkan produknya di Indonesia dengan nama Geely Panda itu tak hanya menanamkan investasi di Volocopter, tetapi juga di perusahaan lainnya. Satu di antaranya Terrafugia, startup mobil terbang yang berbasis di California, Amerika Serikat.
Terrafugia telah mengembangkan purwarupa mobil terbang yang diberi nama Terrafugia Transition. Mobil itu bisa dikendarai di jalanan seperti mobil pada umumnya dan bisa masuk garasi rumah. Namun, mobil itu juga bisa terbang layaknya pesawat. November 2018, Terrafugia mendeklarasikan mobil terbang pertama yang akan diproduksi pada 2019. Setahun kemudian, mobil itu akan diproduksi dalam jumlah besar.
Raksasa automotif Jepang, Toyota, tak mau ketinggalan. Produsen mobil yang kini bertransformasi menjadi perusahaan mobilitas itu meluaskan bisnisnya melalui Toyota AI Ventures. Mereka berinvestasi untuk Joby Aviation, produsen mobil terbang yang bermarkas di California. Mobil terbang yang diproduksi bisa mengangkut lima penumpang dan terbang sejauh 240 km dalam sekali pengisian bahan bakar.
Joby juga relatif tidak berisik dibandingkan dengan mobil terbang lainnya. Perusahaan rintisan itu masih mengembangkan mobil terbang dalam mode siluman atau rahasia. Tetapi, mereka sudah mendapatkan kucuran dana senilai USD130 juta dari Toyota AI Ventures. Joby Aviation juga mendapatkan dukungan investor dari Silicon Valley dan Jet Blue Technology Ventures.
“Salah satu wilayah yang kita eksplorasi adalah teknologi kalau perubahan fundamental adalah cara orang bepergian baik di darat, laut, dan udara,” kata Direktur Operasional Toyota AI Ventures, Jim Adler, seperti dilansir CNN.
Visi Joby Aviation adalah memproduksi mobil terbang yang aman dan nyaman sesuai dengan transportasi masa depan dalam pandangan Toyota AI Ventures. Mereka sepakat mengembangkan mobil masa depan yang berjaringan, otomatis, multimodal, dan bisa tersedia di mana-mana.
Menurut Presiden JetBlue Technology Ventures Bonny Simi, mobil terbang merupakan kombinasi keahlian dari industri automotif dan penerbangan. Untuk memproduksi massal, perlu melibatkan teknologi penerbangan untuk mewujudkannya. Kunci utama untuk industri tersebut adalah baterai karena menggunakan energi listrik. “Saat ini keuntungan utama konsep mobil terbang adalah keselamatan, biaya, dan suara yang tidak bising,” paparnya.
Sementara itu, Universitas Cranfield, Inggris, bermitra dengan produsen mobil mewah Aston Martin, juga dengan perusahaan pembuat mesin pesawat dan mobil mewah Rolls Royce. Mereka mengembangkan mobil terbang otonom yang disebut dengan Volante Vision Concept.
Rolls Royce mengungkapkan konsep mobil terbang pada 2018 dan berharap bisa dijual ke pasaran pada 2020-an. Mobil terbang tersebut memiliki sayap yang bisa dilipat dan enam mesin pendorong, empat di antaranya bisa dilipat.
Sedangkan Porsche, produsen mobil asal Jerman, beraliansi dengan Boeing mengembangkan mobil terbang. Proyek tersebut masih dalam tahapan awal. Boeing sudah memiliki mobil terbang sendiri bernama Vahana yang sudah mengangkasa pada 2018 dan sukses menjalani uji terbang selama 100 kali.
Porsche Consulting memprediksi pasar mobil terbang mencapai 23.000 unit dengan nilai USD32 miliar pada 2035. Namun, itu semua setelah eksperimen selama satu dekade dan penguatan teknis, pembiayaan, dan operasional.
(don)