Kemenristek Fokus Sinergikan Triple Helix demi Kesuksesan Startup Binaan
Sabtu, 05 September 2020 - 16:34 WIB
JAKARTA - Perusahaan rintisan (startup) di Indonesia menjadi salah satu perhatian Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek) dan Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN). (Baca juga: CEO Wahyoo Beberkan Pengalaman Memacu Kinerja dengan Galaxy Note20 Series )
Melalui Deputi Bidang Penguatan Inovasi, Kemenristek BRIN mengajak starup untuk berkolaborasi dalam sinergi pelaku kemitraan (triple helix). “Pemerintah memiliki tugas sebagai investor akademisi lalu mempertemukan hasil riset tersebut dengan dunia usaha agar bisa dilakukan hilirisasi ke masyarakat. Hilirisasi masih jadi kendala karena terkadang masih sulit dimengerti dunia usaha," kata Staff Khusus Menristek BRIN, Adrian A Gunadi, di kantor Kemenristek/BRIN akhir pekan ini.
Para pelaku industri pun diakui memiliki akses informasi yang terbatas terhadap perkembangan riset akademisi. "Peran kami di sini untuk meningkatkan pemberitaan terkait hasil riset agar lebih mudah diakses oleh dunia industri,” tutur Adrian.
Sinergi triple helix sudah diterapkan pada salah satu startup binaan Kemenristek BRIN yang mengikiti program Startup Inovasi Indonesian (SII), yakni Biskuit BonissA.
Biskuit BonnisA dikembangkan oleh dua dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP), Jurusan Teknologi Pangan, yaitu Debby Sumanti dan In-in Hanidah. Keduanya memanfaatkan sejumlah bahan pangan lokal untuk membuat biskuit prebiotik.
“Bahan yang digunakan adalah bonggol pisang, ubi jalar, kedelai hitam dan susu. Bahan-bahan tersebut kemudian diformulasikan sedemikan rupa hingga mengandung senyawa Prebiotik. Selain itu sudah bekerja sama dengan dengan para petani pisang, ubi jalar, dan kedelai hitam. Selain bisa menjamin kualitas bahan baku, Tim BonnisA pun membantu meningkatkan ekonomi para petani,” papar In in Hanidah sebagai Research and Developmet (RnD), produk Biskuit BonnisA di Laboratorium Produksinya di Kampus Unpad.
In In mengutarakan, kehadiran Biskuit BonnisA sangat terbantu oleh Kemenristek BRIN. “Di tahun 2019 kami ikut program CPBBT PT, yang kini bernama SII. Ada 2 manfaat besar dari program tersebut, yaitu dana penelitian dan jaringan. Biskuit BonnisA sudah dan tersertifikasi halal dan memiliki hak paten untuk formulanya. Sementara untuk hak merek masih dalam proses," ujarnya.
Lalu, sambung dia, dengan dana riset pihaknya bisa memiliki laboratorium produksi sendiri, dan membeli alat produksi baru. Dikarenakan sudah memiliki laboratoirum yang terpisah dari fasilitas kampus, maka pihaknya juga jadi teaching industry pertama di FTIP. "Mahasiswa bisa magang di kami, alumni pun bisa bekerja di kami untuk mengembangkan produk Biskuit BonnisA,” ujar In in.
"Dalam sehari Tim Bonnisa bisa membuat hingga 80 pax ukuran 25 gram dan selalu habis terjual bahkan hingga ke Kalimantan. Biskuit halal dan sehat ini hanya dibanderol dengan harga Rp10.000 untuk ukuran 25gram, dan Rp40.000 untuk ukuran 125 gram. Produk ini sudah bisa dibeli melalui Shoppe, Tokopedia, Instagram atau pun datang langsung ke FTIP Unpad. (Baca juga: Mahfud MD Sebut Hukum dan Konstitusi Tak Bisa Halangi Nepotisme di Pilkada )
Melalui Deputi Bidang Penguatan Inovasi, Kemenristek BRIN mengajak starup untuk berkolaborasi dalam sinergi pelaku kemitraan (triple helix). “Pemerintah memiliki tugas sebagai investor akademisi lalu mempertemukan hasil riset tersebut dengan dunia usaha agar bisa dilakukan hilirisasi ke masyarakat. Hilirisasi masih jadi kendala karena terkadang masih sulit dimengerti dunia usaha," kata Staff Khusus Menristek BRIN, Adrian A Gunadi, di kantor Kemenristek/BRIN akhir pekan ini.
Para pelaku industri pun diakui memiliki akses informasi yang terbatas terhadap perkembangan riset akademisi. "Peran kami di sini untuk meningkatkan pemberitaan terkait hasil riset agar lebih mudah diakses oleh dunia industri,” tutur Adrian.
Sinergi triple helix sudah diterapkan pada salah satu startup binaan Kemenristek BRIN yang mengikiti program Startup Inovasi Indonesian (SII), yakni Biskuit BonissA.
Biskuit BonnisA dikembangkan oleh dua dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP), Jurusan Teknologi Pangan, yaitu Debby Sumanti dan In-in Hanidah. Keduanya memanfaatkan sejumlah bahan pangan lokal untuk membuat biskuit prebiotik.
“Bahan yang digunakan adalah bonggol pisang, ubi jalar, kedelai hitam dan susu. Bahan-bahan tersebut kemudian diformulasikan sedemikan rupa hingga mengandung senyawa Prebiotik. Selain itu sudah bekerja sama dengan dengan para petani pisang, ubi jalar, dan kedelai hitam. Selain bisa menjamin kualitas bahan baku, Tim BonnisA pun membantu meningkatkan ekonomi para petani,” papar In in Hanidah sebagai Research and Developmet (RnD), produk Biskuit BonnisA di Laboratorium Produksinya di Kampus Unpad.
In In mengutarakan, kehadiran Biskuit BonnisA sangat terbantu oleh Kemenristek BRIN. “Di tahun 2019 kami ikut program CPBBT PT, yang kini bernama SII. Ada 2 manfaat besar dari program tersebut, yaitu dana penelitian dan jaringan. Biskuit BonnisA sudah dan tersertifikasi halal dan memiliki hak paten untuk formulanya. Sementara untuk hak merek masih dalam proses," ujarnya.
Lalu, sambung dia, dengan dana riset pihaknya bisa memiliki laboratorium produksi sendiri, dan membeli alat produksi baru. Dikarenakan sudah memiliki laboratoirum yang terpisah dari fasilitas kampus, maka pihaknya juga jadi teaching industry pertama di FTIP. "Mahasiswa bisa magang di kami, alumni pun bisa bekerja di kami untuk mengembangkan produk Biskuit BonnisA,” ujar In in.
"Dalam sehari Tim Bonnisa bisa membuat hingga 80 pax ukuran 25 gram dan selalu habis terjual bahkan hingga ke Kalimantan. Biskuit halal dan sehat ini hanya dibanderol dengan harga Rp10.000 untuk ukuran 25gram, dan Rp40.000 untuk ukuran 125 gram. Produk ini sudah bisa dibeli melalui Shoppe, Tokopedia, Instagram atau pun datang langsung ke FTIP Unpad. (Baca juga: Mahfud MD Sebut Hukum dan Konstitusi Tak Bisa Halangi Nepotisme di Pilkada )
(iqb)
tulis komentar anda