Terancam Tutup, Perusahaan Perparkiran Butuh Sederet Relaksasi Pajak
Kamis, 11 Juni 2020 - 05:53 WIB
JAKARTA - Perkumpulan Pengelola Perparkiran Indonesia (PPPI) meminta pemerintah pusat bijaksana memberikan relaksasi pajak bagi dunia usaha parkir. Di antaranya, penundaan jatuh tempo pembayaran hingga pengurangan dan dibebaskan dari pengenaan pajak parkir daerah. (Baca juga: Sri Mulyani Cari Utang Rp812 Triliun, Bayar Utang ke BUMN Rp108 T )
Inisiasi ini muncul akibat pandemik COVID-19 yang membuat para pebisnis di banyak sektor menutup operasional tempat usahanya sejak Maret lalu. Keputusan itu turut berdampak pada penutupan lahan parkir.
Ketua PPPI Muhammad Fauzan mengatakan, dua pekan pertama di Maret 2020 saja presentase lokasi parkir yang tutup sudah mencapai 18% dari keseluruhan site bisnis di Indonesia. Asosiasi mencatat, hingga saat ini kemorosotan pendapatan keseluruhan akibat lokasi parkir yang tutup sebesar 75% dari total pendapatan parkir yang diterima pada masa normal.
Dijelaskan Fauzan, nasib lahan parkir yang berada di area berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti di Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya, Makassar dan beberapa kota lainnya, mengalami efek langsung, baik dari sisi income mapun pelayanan. "Misal, lahan parkir perkantoran Menara MTH yang dikelola perusahaan parkir CentrePark itu sudah tutup menyeluruh sejak 1 April lalu,” kata Fauzan dalam keterangan tertulisnya.
Karena itu, sambung dia, kondisi seperti ini diharapkan dibantu dengan relaksasi pajak sehingga dapat meringankan beban perusahaan pengelola parkir. “Sedapat mungkin harapan kami untuk sementara waktu ini, pengelola parkir dibebaskan dari pengenaan setoran pajak parkir daerah. Kalau pemerintah pusat dan daerah menyetujui, hal tersebut dapat membantu memperpanjang masa bertahan perusahaan setidaknnya hingga Juli 2020,” tandasnya.
Fauzan mengatakan, selama ini rata-rata setoran pajak parkir setiap bulan yang beroperasi di area bisnis perkantoran, pusat perbelanjaan dan komersial senilai di atas Rp5 miliar. CentrePark misalnya, nilai rata-rata setoran pajaknya mencapai Rp7 miliar-7,4 miliar per bulan di sejumlah lokasi.
“Jika kami diberikan kelonggaran potongan setoran pajak minimal 50% saja, maka kami bisa meng-cover biaya operasional lainnya mengingat industri perparkiran adalah industri yang padat karya,” tutur Fauzan yang juga Owner Representative CentrePark itu.
Sejak tiga bulan, CentrePark dan beberapa perusahaan parkir lainnya telah mengambil langkah cepat untuk bertahan dalam masa pandemik. Di antaranya, memberlakukan sistem kerja no work no pay on off dengan pengaturan jadwal kerja yang maksimal, hingga pengurangan pegawai secara bertahap.
Dia juga berharap perbankan dapat membantu untuk melakukan restrukturisasi utang. Sebab saat ini sejumlah perusahaan pengelola parkir mengalami gagal bayar karena lebih mengutamakan pembayaran gaji dan bagi hasil dengan pemilik lahan.
Karena itu, restrukturisasi utang ke bank atau investor sangat diperlukan sampai beberapa bulan ke depan hingga kondisi roda usaha mulai normal kembali. “Kami juga mengupayakan negosiasi dengan pemilik lahan, untuk sementara waktu melakukan review atas sharing income atau perubahan pola kerja sama di masa pandemik supaya semuanya sama-sama tetap bisa bertahan,” cetus Fauzan.
Jika hingga bulan Juli wabah COVID-19 ini belum selesai dan tidak ada dukungan relaksasi pajak dari pemerintah, Fauzan memprediksi lebih dari 50% perusahaan parkir di Indonesia akan bangkrut. “Terutama mereka yang masih start-up ke middle low itu terdampak signifikan. Jadi kami minta relaksasi perpajakan, baik itu pajak daerah yang biasa kami bayarkan setiap bulan maupun pajak-pajak seperti PPh atau badan. Sekecil apapun bantuan dari pemerintah sangat berarti bagi kami,” harapnya.
Inisiasi ini muncul akibat pandemik COVID-19 yang membuat para pebisnis di banyak sektor menutup operasional tempat usahanya sejak Maret lalu. Keputusan itu turut berdampak pada penutupan lahan parkir.
Ketua PPPI Muhammad Fauzan mengatakan, dua pekan pertama di Maret 2020 saja presentase lokasi parkir yang tutup sudah mencapai 18% dari keseluruhan site bisnis di Indonesia. Asosiasi mencatat, hingga saat ini kemorosotan pendapatan keseluruhan akibat lokasi parkir yang tutup sebesar 75% dari total pendapatan parkir yang diterima pada masa normal.
Dijelaskan Fauzan, nasib lahan parkir yang berada di area berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti di Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya, Makassar dan beberapa kota lainnya, mengalami efek langsung, baik dari sisi income mapun pelayanan. "Misal, lahan parkir perkantoran Menara MTH yang dikelola perusahaan parkir CentrePark itu sudah tutup menyeluruh sejak 1 April lalu,” kata Fauzan dalam keterangan tertulisnya.
Karena itu, sambung dia, kondisi seperti ini diharapkan dibantu dengan relaksasi pajak sehingga dapat meringankan beban perusahaan pengelola parkir. “Sedapat mungkin harapan kami untuk sementara waktu ini, pengelola parkir dibebaskan dari pengenaan setoran pajak parkir daerah. Kalau pemerintah pusat dan daerah menyetujui, hal tersebut dapat membantu memperpanjang masa bertahan perusahaan setidaknnya hingga Juli 2020,” tandasnya.
Fauzan mengatakan, selama ini rata-rata setoran pajak parkir setiap bulan yang beroperasi di area bisnis perkantoran, pusat perbelanjaan dan komersial senilai di atas Rp5 miliar. CentrePark misalnya, nilai rata-rata setoran pajaknya mencapai Rp7 miliar-7,4 miliar per bulan di sejumlah lokasi.
“Jika kami diberikan kelonggaran potongan setoran pajak minimal 50% saja, maka kami bisa meng-cover biaya operasional lainnya mengingat industri perparkiran adalah industri yang padat karya,” tutur Fauzan yang juga Owner Representative CentrePark itu.
Sejak tiga bulan, CentrePark dan beberapa perusahaan parkir lainnya telah mengambil langkah cepat untuk bertahan dalam masa pandemik. Di antaranya, memberlakukan sistem kerja no work no pay on off dengan pengaturan jadwal kerja yang maksimal, hingga pengurangan pegawai secara bertahap.
Dia juga berharap perbankan dapat membantu untuk melakukan restrukturisasi utang. Sebab saat ini sejumlah perusahaan pengelola parkir mengalami gagal bayar karena lebih mengutamakan pembayaran gaji dan bagi hasil dengan pemilik lahan.
Karena itu, restrukturisasi utang ke bank atau investor sangat diperlukan sampai beberapa bulan ke depan hingga kondisi roda usaha mulai normal kembali. “Kami juga mengupayakan negosiasi dengan pemilik lahan, untuk sementara waktu melakukan review atas sharing income atau perubahan pola kerja sama di masa pandemik supaya semuanya sama-sama tetap bisa bertahan,” cetus Fauzan.
Jika hingga bulan Juli wabah COVID-19 ini belum selesai dan tidak ada dukungan relaksasi pajak dari pemerintah, Fauzan memprediksi lebih dari 50% perusahaan parkir di Indonesia akan bangkrut. “Terutama mereka yang masih start-up ke middle low itu terdampak signifikan. Jadi kami minta relaksasi perpajakan, baik itu pajak daerah yang biasa kami bayarkan setiap bulan maupun pajak-pajak seperti PPh atau badan. Sekecil apapun bantuan dari pemerintah sangat berarti bagi kami,” harapnya.
(iqb)
tulis komentar anda